Jika LSF Dihapus, Film Erotis Bisa Masuk Bioskop

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Kamis, 26 Feb 2015 17:45 WIB
Penghapusan LSF sama sekali bukan rencana yang mendesak, realistis, dan strategis. Sebab, sistem rating yang jadi pengganti justru akan menimbulkan kontroversi.
Film erotis seperti Fifty Shades of Grey bisa masuk Indonesia jika LSf dihapus, tetapi penonton dikontrol berdasarkan usia. (REUTERS/Jonathan Alcorn)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pernyataan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEK), Triawan Munaf untuk menghapus Lembaga Sensor Film (LSF) dan menggantingan dengan sistem rating, sempat membuat heboh dunia perfilman. Tapi menurut dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando, itu merupakan isu lama.

Namun, penghapusan LSF sama sekali bukan rencana yang mendesak, realistis, dan strategis. Sebab, satu-satunya alternatif pengganti sensor adalah penerapan sistem rating seperti di Amerika Serikat. Jika itu terjadi, kata Ade, implikasinya akan sangat serius.

(Baca juga: Triawan Munaf Tak Minta LSF Dihapus, Hanya Diperbaiki)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama, film-film seperti Fifty Shades of Grey atau soft porn lainnya bisa disaksikan di layar bioskop," ujar Ade pada CNN Indonesia saat dihubungi melalui telepon, Kamis (26/2).

Meski sensor tidak melulu soal seks, namun isu itu akan selalu jadi fokus utama, terutama bagi masyarakat Indonesia. Karena itu, Ade yakin sistem rating tidak akan didukung. Sebaliknya, itu justru menimbulkan konflik yang tak perlu.

"Pasti akan ada kontroversi," ia menambahkan.

Sensor tetap diperlukan untuk menentukan apakah sebuah film layak atau tidak untuk masuk bioskop. Sensor juga penting untuk membatasi pornografi, agar sesuai norma masyarakat.

Alasan kedua yang disampaikan Ade, terkait dengan lembaga yang berwenang menentukan rating. Di Amerika, kewenangan itu ada di tangan Motion Picture Association of America (MPAA). Lembaga itu berhak menentukan apakah film Restricted, Unrated, atau berlabel lain.

"Lembaga itu merupakan asosiasi dari studio-studio film besar di Amerika, yang direkrut warga. Di sini, enggak ada lembaga yang bisa seperti itu," ucap Ade berpendapat. Sebab, implikasi adanya lembaga itu cukup serius.

Bayangkan saja, asosiasi studio film bisa menentukan sebuah film untuk tayang atau tidak. "Belum pernah ada sejarahnya di Indonesia, ada asosiasi yang bisa menjaga profesionalisme. Selama ini semua orang punya konsepsi sendiri."

Terakhir, Ade juga melihat sistem rating mustahil diterapkan karena berkaitan dengan undang-undang. Adanya LSF dan penyensoran film, tentu telah diatur undang-undang. "Jadi, upaya menghilangkan LSF itu di level UU, bukan keputusan pemerintah semata," ucap Ade.

Ia memahami, ucapan Triawan tentang penghapusan LSF ada di luar konteks diskusi tentang industri perfilman. Ade juga yakin, pernyataan itu bukan rencana politis sang Kepala BEK.

(rsa/vga)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER