Jakarta, CNN Indonesia -- Pernyataan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEK), Triawan Munaf untuk menghapus Lembaga Sensor Film (LSF) dan menggantingan dengan sistem rating, sempat membuat heboh dunia perfilman. Tapi menurut dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando, itu merupakan isu lama.
Namun, penghapusan LSF sama sekali bukan rencana yang mendesak, realistis, dan strategis. Sebab, satu-satunya alternatif pengganti sensor adalah penerapan sistem
rating seperti di Amerika Serikat. Jika itu terjadi, kata Ade, implikasinya akan sangat serius.
(Baca juga: Triawan Munaf Tak Minta LSF Dihapus, Hanya Diperbaiki)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertama, film-film seperti
Fifty Shades of Grey atau
soft porn lainnya bisa disaksikan di layar bioskop," ujar Ade pada CNN Indonesia saat dihubungi melalui telepon, Kamis (26/2).
Meski sensor tidak melulu soal seks, namun isu itu akan selalu jadi fokus utama, terutama bagi masyarakat Indonesia. Karena itu, Ade yakin sistem
rating tidak akan didukung. Sebaliknya, itu justru menimbulkan konflik yang tak perlu.
"Pasti akan ada kontroversi," ia menambahkan.
Sensor tetap diperlukan untuk menentukan apakah sebuah film layak atau tidak untuk masuk bioskop. Sensor juga penting untuk membatasi pornografi, agar sesuai norma masyarakat.
Alasan kedua yang disampaikan Ade, terkait dengan lembaga yang berwenang menentukan rating. Di Amerika, kewenangan itu ada di tangan
Motion Picture Association of America (MPAA). Lembaga itu berhak menentukan apakah film
Restricted,
Unrated, atau berlabel lain.
"Lembaga itu merupakan asosiasi dari studio-studio film besar di Amerika, yang direkrut warga. Di sini, enggak ada lembaga yang bisa seperti itu," ucap Ade berpendapat. Sebab, implikasi adanya lembaga itu cukup serius.
Bayangkan saja, asosiasi studio film bisa menentukan sebuah film untuk tayang atau tidak. "Belum pernah ada sejarahnya di Indonesia, ada asosiasi yang bisa menjaga profesionalisme. Selama ini semua orang punya konsepsi sendiri."
Terakhir, Ade juga melihat sistem rating mustahil diterapkan karena berkaitan dengan undang-undang. Adanya LSF dan penyensoran film, tentu telah diatur undang-undang. "Jadi, upaya menghilangkan LSF itu di level UU, bukan keputusan pemerintah semata," ucap Ade.
Ia memahami, ucapan Triawan tentang penghapusan LSF ada di luar konteks diskusi tentang industri perfilman. Ade juga yakin, pernyataan itu bukan rencana politis sang Kepala BEK.
(rsa/vga)