Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Pergi ke museum harus diakui bukan menjadi urutan pertama dalam daftar kunjungan ataupun liburan bagi seseorang di Indonesia. Apakah karena masyarakat Indonesia tidak peduli akan sejarah bangsanya sendiri?
Hari Jumat (24/4) bertepatan dengan hari ulang tahun Museum Nasional Indonesia yang ke-237. Bukan angka yang sebentar untuk sebuah institusi keilmuan dan kebudayaan.
"Yang 237 itu bukan museumnya, tetapi gedung Museum Nasional Indonesia, atau Gedung A ini yang usianya sudah 237 tahun," kata Intan Mardiana, Kepala Museum Nasional Indonesia kepada CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Intan tidak salah, nyatanya Museum Nasional Indonesia baru sah menjadi sebuah museum pada tahun 1962 ketika Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan gedung bernuansa art-deco tersebut kepada Pemerintah Indonesia.
Puluhan tahun melewati arus jaman, harus diakui keberadaan Gedung A Museum Nasional Indonesia ini menjadi magnet utama para turis untuk berkunjung, bukan karena isi Museum Nasional Indonesia itu sendiri.
"Kami ke sini karena melihat dari luar gedungnya bagus, dan ternyata bersih ketimbang museum-museum lain di Jakarta," ujar Sesti yang datang bersama sahabatnya Dias ke Museum Nasional.
Sesti dan Dias sempat berkunjung ke beberapa museum seperti Museum Fatahillah dan Museum Satria Mandala. Namun arsitektur art-deco ditambah dengan berbagai arca berabad-abad milik Museum Nasional memang lebih menarik untuk dijadikan lokasi berfoto.
"Tempatnya asyik buat foto. Setelah masuk baru tahu isinya ternyata cukup penting. Tapi sayang saja sepertinya butuh kegiatan lain yang bisa menjaring anak muda," kata Sesti.
Sesti dan Dias tidak salah. Kebanyakan para pengunjung Museum Gajah adalah anak muda yang ingin berfoto bersama arca, anak SD yang sedang mengikuti tur sekolah, atau orang tua yang memang maniak akan sejarah dan seni.
Jarang sekali masyarakat yang datang ke museum ini dengan alasan liburan, mencari ilmu, apalagi menjadikan museum sebagai tempat tongkrongan gaul anak muda ibu kota selain kafe atau diskotik.
Berbagai acara sudah dilakukan pihak pengelola, mulai dari menghidupkan teater tentang film untuk anak-anak, aneka perlombaan bakiak ataupun congklak seperti acara 17-an, sampai lomba memasak nasi goreng.
Namun rasanya berbagai usaha tersebut hanyalah upaya penghabisan anggaran belanja Rp 131 miliar per tahun yang digelontorkan Kemendikbud. Toh, anak muda, pasar terbesar di Indonesia, masih belum tertarik datang karena isi dari museum.
Bandingkan dengan Galeri Nasional. Galeri yang terletak tidak jauh dari Museum Nasional Indonesia ini kini telah bertransformasi menjadi salah satu pusat kebudayaan yang penting di Jakarta dan Indonesia.
Berbagai macam pameran seni baik lokal maupun internasional berlomba untuk mejeng di sana. Dari anak sekolah, mahasiswa, sampai eksekutif muda dan sosialita selalu memenuhi acara yang diadakan oleh Galeri Nasional.
Rasanya Museum Nasional perlu disuntikkan oleh ide-ide muda yang inovatif dan segar guna menarik minat kaum muda menengok masa lalu leluhur mereka untuk menatap masa depan yang lebih baik.
Banyak tempat dari kawasan Museum Nasional yang dapat digunakan untuk menjadi ajang promosi kepada kaum muda, misal konser aneka kebudayaan nusantara oleh para seniman muda.
Tentu bukan hanya sekedar konten marketing semata yang perlu diperbaiki dari museum yang seharusnya menjadi kebanggaan nasional ini.
Yang paling utama adalah cara museum untuk menjaga harta peninggalan leluhur yang tidak akan dapat dinilai dari uang. Berbagai artefak yang berdebu di sudut dalam museum itu adalah warisan kebudayaan, hasil penemuan manusia selama berabad-abad akan pencarian nilai non-materi kehidupan.
Rasanya miris mendengar kasus beberapa waktu yang lalu Museum Nasional sempat kebanjiran.
Arsip berita dari Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) pada 2013 lalu bahkan menyatakan bahwa Museum Nasional setidaknya telah lima kali kehilangan artefak, sebagian besar adalah emas dan permata.
Melihat nahasnya kondisi Museum Nasional saat ini rasanya hampir ikhlas diri ini melepas warisan budaya Indonesia untuk disimpan di negeri asing.
(end/utw)