Kampung Tugu Bertahan di Tengah Kepungan Tronton

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Kamis, 30 Apr 2015 16:40 WIB
Warga Kampung Tugu masih melakukan tradisi leluhur yang merupakan aset budaya bangsa, meski harus berhadapan dengan tronton setiap harinya.
Suasana di Kampung Tugu, Jakarta Utara. (CNNIndonesia Internet/Jerry Adiguna/Behance)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kampung Tugu adalah sebuah wilayah di utara Jakarta yang memiliki keunikan sejarah tak ternilai. Wilayah yang masih termasuk wilayah Kecamatan Koja Jakarta Utara ini adalah salah satu komunitas tertua di Indonesia.

Namun kini komunitas kaya kebudayaan tersebut kini tengah menunggu nasib kepastian masa depan warisan leluhur mereka setelah bertahun-tahun berjuang sendiri mempertahankan budaya nenek moyang.

"Dahulu sempat kami ingin diberikan dana sebesar Rp 4,5 miliar dari Pemprov DKI, namun batal, kini Pemprov enggan memberikan masukan untuk komunitas," kata Johan Sopaheluwakan, Sekertaris 1 Komunitas Tugu kepada CNN Indonesia (30/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada Sejak Abad ke-17 Masehi

Kampung Tugu didirikan pada 1661 oleh VOC, atau sekitar 20 tahun setelah kekalahan Portugis oleh Belanda di Malaka. Sebanyak 23 kepala keluarga atau 150 orang ditempatkan VOC di sebuah wilayah rawa-rawa empat kilometer di tenggara Tanjung Priuk.

Orang-orang Kampung Tugu generasi pertama tersebut merupakan keturunan Portugis campuran Gowa, India. Mereka datang ke Nusantara pada abad ke-15 untuk membeli rempah-rempah.

Hingga ketika Portugis kalah dari VOC di Malaka, keturunan Portugis pun dijadikan budak selama 20 tahun. Lalu, VOC memerdekakan mereka dan menyebut komunitas tersebut sebagai Mardjikers.

Namun kemerdekaan tersebut tidaklah gratis, VOC memaksakan mengganti semua nama Portugis mereka menjadi nama Belanda, lalu berpindah agama dari Katolik ke Protestan, serta meninggalkan budaya Portugis.

Gereja Tugu yang menjadi salah satu gereja tertua di Indonesia, dibangun sekitar 1676-1678, harus berubah keyakinan dari Katolik menjadi Protestan akibat keputusan dari VOC tersebut.

Meski berada di bawah tekanan, komunitas tersebut tetap mengembangkan asal-usul kebudayaan mereka yang berasal dari Portugis, salah satunya adalah kebudayaan musik yang disebut Musica de Tugu, atau lebih dikenal orang awam sebagai Keroncong Tugu.

Bersaing dengan Tronton

Kini setelah sekian abad menghuni wilayah utara Jakarta, Kampung Tugu masih harus tetap berjuang mempertahankan denyut sejarah dan budaya dalam nadi mereka.

"Kami inginnya Kampung Tugu mampu menjadi kawasan komunitas budaya yang tertata dan mempertahankan warisan nenek moyang, namun menjadi sulit ketika tronton berseliweran lewat Kampung," kata Johan.

Banyak tanah di Kampung Tugu yang kini menjadi tempat parkir dari tronton dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Kondisi ini menyulitkan pengunjung mendatangi Kampung, dan semakin terjepit dengan pesatnya kawasan Kelapa Gading.

Johan sempat menceritakan pihak Wali Kota Jakarta Utara sempat menyalahkan para tuan tanah Kampung Tugu karena menjual tanah kepada para pengusaha tronton, dan enggan memperhatikan kawasan lebih lanjut.

"Inginnya sih Kampung Tugu seperti Setu Babakan," kata Johan.

Johan dan kawan-kawan bukan tanpa usaha setelah ditolak oleh Pemda, kini bahkan ia dan teman-temannya justru meminta bantuan kepada Timor Leste untuk menyatukan komunitas keturunan Portugis di Nusantara.

Masih mengharapkan adanya investor swasta yang berminat membantu mereka melestarikan budaya leluhur. Johan dan warga Kampung Tugu lainnya masih akan melakukan tradisi leluhur mereka yang menjadi salah satu aset budaya bangsa meski harus berhadapan dengan tronton setiap harinya. (end/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER