Jakarta, CNN Indonesia -- Diskusi perlindungan hak intelektual yang digelar Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Asosiasi Produser Film Indonesia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (6/5) tidak menemukan titik temu. Di satu sisi, Bekraf menjadi penampung protes sineas yang karyanya dibajak.
Para sineas itu hanya bisa pasrah. "Saya tidak bisa melakukan apa pun untuk melawan itu," kata Salman Aristo, penulis film laris Garuda di Dadaku. Pembajakan merugikan industri kreatif. Padahal, industri itu merupakan penyokong pendapatan bruto Indonesia.
Secara umum, terdapat 15 aspek industri kreatif yang menjadi nilai tambah bruto. Tertinggi adalah dari industri kuliner (33 persen) dan fesyen (27 persen). Sedangkan musik dan film terpuruk dengan sumbangan masing-masing hanya satu persen. Apa lagi penyebabnya jika bukan masalah pembajakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, pihak pemerintah seperti Menteri Komunikasi dan Informatika serta Dirjen Hak Kekayaan Intelektual tak bisa berbuat banyak. Mereka baru bisa bertindak jika ada laporan.
Namun jika sudah ada pengaduan, Menkominfo Rudiantara mengaku akan bertindak tegas. Situs yang dilaporkan akan langsung diblokir. Dirjen HAKI Ahmad Ramli pun menerapkan peraturan baru. Pembajak film akan dikenai hukuman tegas. Mereka terancam 10 tahun penjara.
"Ini merupakan hal yang baik bagi para sineas," ujar Ahmad, namun tak disambut antusiasme pihak sineas. Sebab, hukuman baru dilangsungkan jika ada laporan masyarakat. Rudi pun baru bisa memblokir situs jika ada elemen masyarakat yang keberatan. Artinya, pemerintah baru bertindak secara pasif.
"Saya banyak belajar dari acara ini. Memang mulai dari sekarang setiap rincian karya dalam film harus jelas perjanjian hak ciptanya." kata Mira Lesmana yang hadir di diskusi itu.
(rsa/vga)