Jakarta, CNN Indonesia -- Kekayaan intelektual yang semakin terancam membuat Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyelenggarakan forum diskusi untuk mencari cara melindungi dan memberdayakan kekayaan intelektual, terutama di industri film.
Film dipilih oleh pihak Bekraf sebagai pioner untuk memajukan perekonomian nasional melalui industri kreatif.
"Film memiliki peluang sebagai peningkat devisa dan juga sebagai diplomasi internasional," kata Ketua Bekraf Triawan Munaf saat di temui di sebuah forum diskusi di JS Luwansa Hotel, kawasan Kuningan, Jakarta (6/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Forum ini berisi beberapa diskusi panel yang dihadiri oleh para sineas, pejabat, dan pemerhati industri perfilman, baik dalam maupun luar negeri. Diskusi pertama berisi Hukum Kekayaan Intelektual di Eropa dan Asia serta Dampaknya pada Industri Kreatif.
Diskusi kedua membahas Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia yang akan diisi oleh Rudiantara, Menkominfo, dan Triawan Munaf, Kepala Bekraf, serta Ahmad Ramli, dirjen HKI Kemenhukam. Sesi terakhir, membahas Cara Memproteksi Kekayaan Intelektual dan Kisah Sukses Monetasi Hak Kekayaan Intelektual oleh Mira Lesmana dan Salman Aristo.
Dalam penyampaiannya, Bakref mengungkapkan potensi film sebagai pendulang ekonomi sebuah negara. Sebagai contoh, Inggris yang memiliki jumlah penduduk satu persen dari populasi dunia mampu menghasilkan pendapatan tujuh persen dari penghasilan bruto film dunia senilai US$ 4,2 miliar.
Selain Inggris, Korea Selatan yang memiliki populasi 0,01 persen mampu menyumbang devisa kepada negaranya sebesar US$ 6,6 miliar hanya dari industri film dan menjadi terbesar penyumbang devisa Korsel.
Sedangkan Indonesia yang memiliki penduduk sebesar 253 juta jiwa, industri filmnya hanya mampu menyumbang kurang dari satu persen kepada pendapatan bruto tanah air.
Potensi besar yang belum tergali tersebut menurut Bekraf dapat digali dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia perfilman dengan cara membangun lebih banyak lembaga pendidikan perfilman dan memperbanyak buku-buku film, menambah bioskop di daerah-darah, pajak perfilman yang transparan, dan memberantas pembajakan.
"Dengan perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual, film dapat mengembangkan potensinya ke banyak hal termasuk pasar baru seperti
games, buku, musik, seni pertunjukan, pariwisata, dan lain-lain," kata Sheila Timothy, Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi).
Acara yang dibuka oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Muhammad Jusuf Kalla tersebut bertujuan mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan hak kekayaan intelektual, salah satunya adalah penegakan hukum untuk menutup laman-laman yang menyediakan film Indonesia secara ilegal.
(end/vga)