Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah sebelumnya menampilkan cerita
Wahyu Cakraningrat dan
Petruk Nagih Janji, Wayang Jurnalis kembali tampil dengan cerita
Wahyu Cakraningrat di Festival Gunungan, Bale Pare Kotabaru Parahyangan, Bandung pada Minggu (24/5).
Proyek Wayang Jurnalis dan Galeri Indonesia Kaya (GIK) ini beranggotakan wartawan dari berbagai media massa.
Menurut siaran pers yang diterima
CNN Indonesia, Wahyu Cakraningrat adalah cerita wayang tentang wahyu keprabon atau wahyu keraton. Kata Cakraningrat berarti cakra (memutar), ning (di) dan rat (dunia). Jadi yang mendapatkan wahyu ini bisa memutar dan menguasai dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gelaran wayang orang yang diisi 16 orang wartawan dan penyanyi Mario Ginanjar dari Kahitna ini diproduseri oleh Trishi Setiayu dan disutradarai oleh Teguh "Kenthus" Ampiranto dari Wayang Orang Bharata.
Konsep Wayang Jurnalis digagas Kenthus setelah ia ditugasi oleh GIK.
Menurut Kenthus cerita
Wahyu Cakraningrat masih relevan dengan kondisi politik dan sosial hari ini.
"Di kehidupan nyata semua pemimpin itu mendapat pengakuan dari masyarakat jadi tidak harus orang kaya atau siapa, tapi siapapun yang bisa memimpin rakyat," kata Kenthus ketika dihubungi
CNN Indonesia pada Senin (25/5).
Penampilan mereka berkaitan dengan pelaksanaan pilkada serentak. Waktu latihan yang sudah ditentukan oleh produser selama empat hari pun dimaksimalkan oleh para aktor dan sutradara.
Sebagai sutradara, Kenthus sudah puas dan menilai ada kemajuan dari para aktor. Walaupun dia juga mengakui pada awalnya kesulitan karena gerakan tari para pemain tidak luwes.
Sementara itu pemeran Sengkuni dan wartawan
Media Indonesia, Dzulfikri Putra Malawi bercerita pada
CNN Indonesia bahwa gerakan yang kaku diimbangi dengan kesempatan untuk mengimprovisasi dialog.
Dzulfikri, yang juga sering menulis tentang kesenian, mengaku tertarik bergabung dengan Wayang Jurnalis karena punya kecintaan terhadap tradisi Indonesia.
Begitu ditawari, Dzulfikri pun langsung mengiyakan. Menurutnya daripada hanya menulis, mengapa tidak merasakan terjun langsung sebagai pelaku seni.
"Sulitnya sebenernya waktu dialog, karena harus hafal tapi untungnya Mas Kenthus memfasilitasi kita untuk silahkan berimprovisasi, asal jangan keluar cerita. Kalau bisa malah enggak usah hafalin dialog, pahami aja konteks dialognya," jelas Dzulfikri.
Kenthus membolehkan hal ini karena menganggap para wartawan lebih lihai dalam berimprovisasi, dengan syarat tidak keluar cerita. Sang sutradara sendiri menilai bahwa dialog adalah keutamaan, agar pesan, visi dan misi lakon dapat sampai ke penonton. Menyoal visi dan misi, Dzulfikri pun punya pandangan sendiri soal ini.
"Orang jadi tau ternyata kalangan awam bisa main wayang, mungkin selama ini orang menggap main wayang itu harus ini, itu, harus menurut pakem. Nah kalau niatnya berkenalan dulu, bisa-bisa aja sih sebenernya," ujar Dzulfikri menjabarkan.
Kenthus sendiri ketika menanggapi dengan positif ketika ditanya soal penampilan Wayang Jurnalis ke depan. Dia menyatakan tertarik menceritakan lakon lain, karena menurutnya para wartawan kini sudah "ketagihan" main wayang.
(ard/ard)