Jakarta, CNN Indonesia -- Baru tiga bulan menjabat sebagai Ketua Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), agenda kerja Triawan Munaf membuncah. Kurang dari seratus hari kerja, ia mengaku sudah bertemu sekitar 250 pelaku ekonomi kreatif di erbagai daerah dari berbagai subsektor.
Pengakuan ini disampaikannya saat ditemui di kawasan Ampera, Jakarta Selatan, baru-baru ini. Satu per satu ia menjabarkan agenda sekaligus langkah-langkah yang perlu ditempuh Bekraf demi kemajuan ekonomi kreatif Indonesia.
Agenda awal Triawan, terlibat dalam proses mengadakan panitia seleksi untuk pejabat eselon 1. Bersama tim barunya, ayahanda penyanyi Sherina Munaf ini siap bergerak ke pelaku ekonomi kreatif di akar rumput.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita ada semacam tim-tim tidak resmi untuk identifikasi, karena ini kan bottom up, dari grassroots. Membantu kita menganalisa apa yang harus dilakukan," ia memaparkan. "Selama tiga bulan ini saya udah ketemu 250 kali sama orang, sehari sampai tiga kali.”
Diakui Triawan, ekspektasi orang terhadap Bekraf, juga dirinya selaku ketua, sangat tinggi. “Mereka enggak mau tahu ini belum ada orangnya, pokoknya 'sekarang mau ngapain?' dan mereka inginnya cepat.”
Sejumlah partisipan daerah dari seluruh pelosok Indonesia yang punya potensi ekonomi kreatif, diakui Triawan, juga “ngebet” bertemu dirinya. Mereka menyampaikan masalah sekaligus memberikan masukan berharga bagi Bekraf.
Menurut Triawan banyak tantangan yang dihadapi oleh badan ini, baik secara kelembagaan, undang-undang (UU) maupun infrastruktur fisik. Fondasi UU penting untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi kreatif.
"Itu sedang disiapkan dan diinisiasi oleh DPD, kita bergerak bersama lah, dengan DPR dan praktisi untuk membentuk UU yang kuat, bisa long lasting ke depannya. Tidak tubrukan dengan UU film, dan lain lain,” katanya.
Agar kerja Bekraf bisa selaras bidang lain yang terkait, maka akselerasi fondasinya harus ditata. Triawan tak ingin solusi singkat untuk ekonomi kreatif. Menurutnya sumur minyak akan kering, namun sumur kreatif akan selalu ada di sekitar kita.
"Untuk yang sifatnya infrastruktur kita masih lama, yang sifatnya kelembagaan juga tapi kita harus mulai,” kata Triawan. “Jadi saya bilang, saya enggak ada quick win, kita harus longterm, kalau perlu lima tahun ini kita perkuat banget.”
Triawan tak ingin, Bekraf hanya ada di era pemerintahan sekarang. Badan yang membawahi 16 subsektor ekonomi kreatif ini juga ingin terjun pada penegakan hukum pembajakan karya. Untuk itu, Bekraf akan berkolaborasi dengan Bareskrim.
Lebih dari itu, dinyatakan Triawan, pihak Bekraf juga bercita-cita memajukan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional, yang tercipta dari UU Hak Cipta, tepatnya Undang-undang No. 28 Tahun 2014.
"Untuk pembajakan, kami akan terjun banget, karena kami membela para pencipta, dan mereka ada di bawah kami. Kesejahteraan dan ekonominya ada di kami, makanya harus terjun banget. Sudah ada MOU dua minggu lalu sama Kementerian Kehakiman,” paparnya.
Triawan bertekad mengawal dan mempromosikan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional. Ia mengaku berkepentingan memperjuangkan hal ini agar berjalan sebagaimana mestinya, “Saya fasilitasi, anggaran dari kita untuk promosi dan sosialisasinya.”
Mantan pemain keyboard band rock Giant Step ini juga berbicara soal minimnya gedung pertunjukan yang terjangkau dan berstandar internasional. Salah satu solusinya, menurut Triawan, adalah dengan subsidi production cost agar harga tiket dapat dijangkau pelajar dan mahasiswa.
"Jadi kami bukan bangun gedungnya, tapi fasilitasi antara investor dan pelaku supaya penonton bisa bayar, untuk bioskop pun demikian," imbuh Triawan seraya mengulik soal partisipasi film Indonesia di festival bertaraf internasional.
"Ikut festival itu bagus, cuma kita mesti pilih festival yang bagus. Kita harus lihat di mana produk dan produser film tersebut bisa merasakan manfaatnya, bukan hanya bangga-bangga saja tapi apakah bisa meluaskan market mereka ke internasional?”
Triawan menegaskan, tak ingin Indonesia sekadar hadir sebagai “penggembira” di ajang bertaraf internasional. “Harus ada perencanaan, evaluasi, sharing. Jadi biaya yang dikeluarkan negara dan rakyat harus bisa bermanfaat. Itu uang rakyat, lho.”
(ard/vga)