Belitung Timur, CNN Indonesia -- “Cara berpikir orang miskin hanya bisa dipahami oleh orang miskin. Sebagai seniman, saya berpendapat orang miskin perlu inspirasi agar punya kemauan untuk keluar dari kemiskinan.”
Demikian dilontarkan oleh novelis Andrea Hirata. Diakui oleh pria kelahiran Belitung pada 1982 ini, kemiskinan merupakan sesuatu yang sangat akrab dengannya semasa ia belum sukses menjadi penulis buku laris
Laskar Pelangi dan
Ayah.
“Banyak orang miskin yang senang menjadi miskin karena ia takut keluar dari zona kemiskinan. Itu banyak terjadi dan orang seperti itu sulit dibantu,” kata Andrea saat ditemui di Gantung, Belitung Timur, pada Senin (8/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berpendapat kurangnya akses pendidikan merupakan salah satu cerminan kemiskinan, terutama di Belitung Timur. Belum lagi, ketergantungan masyarakat Belitung kepada sektor pertambangan timah membuat kondisi ekonomi masyarakatnya tidak stabil.
“Timah adalah bisnis yang rentan. Satu persen saja harga timah jatuh di New York, maka pasar di Belitung pun langsung sepi. Sekarang harga timah Rp 65 ribu per kilogram, membuat masyarakat lokal megap-megap,” katanya menjelaskan.
Selain itu, kurangnya akses pendidikan turut mempengaruhi tingkat kepercayaan diri anak-anak lokal. “Waktu kecil, ketika melihat di televisi, orang lulus dari universitas, saya merasa ada jarak. Saya merasa orang itu bukan saya, ataupun tetangga saya. Dia bukanlah kami,” tuturnya.
Karenanya, Andrea berpendapat perlunya pembangunan karakter dari Pemerintah apabila mau serius mengentaskan kemiskinan. Bantuan sosial yang hanya berbau materi dinilai tidaklah cukup. Harus ada penanaman motivasi kepada para warga miskin, terutama anak-anak, agar berjuang melawan kemiskinan.
“Bagaimana caranya, Pemerintah harus bisa membesarkan hati orang miskin supaya dia bangkit sendiri melawan kemiskinan itu. Karena, kecenderungannya adalah orang miskin akan menerima dirinya apa adanya,” kata Andrea.
Lebih lanjut, Andrea berpendapat, Pemerintah harus melibatkan orang-orang yang paham akan budaya agar dapat mengentaskan kemiskinan secara lebih efektif.
“Kalau kata orang Melayu, orang miskin itu 'patah leher.' Dia senang dikasihani. Itulah bahaya laten kemiskinan. Dan pengentas kemiskinan harus paham hal-hal semacam itu,” katanya.
Sebanyak 40 persen masyarakat Indonesia masuk dalam kategori rentan miskin dan miskin. Dalam angka, ada sebanyak 24,7 juta rumah tangga atau 96,7 juta jiwa yang termasuk dalam kategori tersebut.
Namun, pemerintah menerapkan garis kemiskinan pada 11,25 persen masyarakat miskin terbawah, di mana jumlah itu mencakup 5,7 juta rumah tangga atau 28,6 juta jiwa.
Pada 2013, garis kemiskinan di Belitung Timur berada di 6,9 persen. Sementara jumlah masyarakat rentan miskin dan miskin di kabupaten ini berjumlah 25,5 persen atau 8.734 rumah tangga (30.674 jiwa).
(yoh/vga)