Perjalanan Jackman bersama tim World Vision ke Ethiopia itu bicara tentang kopi. CEO World Vision Australia, Tim Costello yang menyarankannya. Sebab, kopi merupakan salah satu sumber mata pencaharian penduduk setempat. Awalnya, Jackman tak terlalu peduli.
"Saya tidak berpikir Ethiopia akan berdampak pada hidup saya," ujarnya. Tapi ia kemudian bertemu dengan Dukale, ayah dari lima anak.
Ia seperti penduduk Ethiopia lain, yang menggantungkan hidup pada sebiji kopi. Dengan itu ia memberi makan keluarganya, mendidik anak-anaknya. Namun ada beberapa faktor di luar kontrol: tidak mendapat harga beli yang baik atau bekerja lama dengan untung sedikit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lewat Dukale, Jackman belajar memahami itu. Cepat Jackman akrab dengan pemuda 27 tahun yang tinggal di kawasan Yirgacheffe itu.
Dukale punya sedikit lahan kopi. Hanya ada 800 pohon di dalamnya. Ia bekerja 10 sampai 12 jam per hari, tujuh hari per minggu, agar kopi yang sedikit itu bisa menghidupi keluarganya. Namun Dukale sama sekali tak pernah menyerah.
"Dia orang paling bahagia yang pernah saya temui. Penuh kebahagiaan, penuh optimisme," katanya. Dari Dukale ia belajar, "Jika kita memberi orang pertolongan langsung, bukan sekadar sedekah, akan ada perbedaan besar."
Selama bersama Dukale, Jackman ikut berkeringat mengolah lahan, belajar bagaimana menanam kopi tanpa meninggalkan jejak karbon, dan sebagainya. Dari situ ia kemudian tersentuh. Saat pulang ke New York, Sang Wolverine berubah. Ia terus memikirkan Dukale.