Jakarta, CNN Indonesia -- Balon bagi anak-anak dianggap sebagai 'mainan,' tapi lain halnya dengan Nicholas Putra Hartono (12). Seniman balon yang akrab disapa Niko ini 'bermain' balon sampai ke Singapura. Dia bahkan ikut menjadi tim pemecah rekor Singapore's Largest Balloon Landscape pada
Balloon Event di Marina Square pada Maret 2015.
Usai penampilannya di pembukaan
Indonesia Balloon Art Festival 2015, Jumat (19/6), Niko yang kini duduk di bangku kelas delapan ini mengaku mempelajari
balloon twisting secara otodidak.
"Pertama karena diajak ke mal terus dapet hadiah balon. Dari situ aku mau coba bikin sendiri. Kebanyakan belajar dari internet, liat gambar dan (menonton) Youtube. Terus aku coba sendiri," kata Niko kepada CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Didukung penuh oleh kedua orang tuanya, Niko mulai menyeriusi seni
balloon twisting sejak usia tujuh tahun. Sampai sekarang berusia 12 tahun, Niko terus mengasah tekniknya. Semua bermodalkan melihat gambar karena Niko mengaku dirinya tak handal menghafal.
"Pertama kali buat bentuknya anjing, pedang, yang gampang-gampang. Ada yang susah ada yang gampang, perlu beberapa kali coba," ujar Niko. Sementara, bentuk tersulit yang pernah dibuatnya adalah dinosaurus.
Orang tua Niko memfasilitasinya dengan perlengkapan
balloon twisting agar putranya bisa berlatih di rumah. Sekarang Niko telah memiliki pompa elektronik dan pompa manual. Sang Ibu, Lili Husni bercerita, Niko meminta pompa tersebut di umur tujuh tahun.
"Dia enggak sengaja lihat orang yang buat balon dan dia suka, terus dia minta ke saya belikan pompa sama balonnya. dia coba coba sendiri, belajarnya otodidak," ucap Lili.
 Nicholas Putra Hartono, seorang seniman balon sedang menunjukkan kebolehannya membuat kreasi balon. (CNN Indonesia/ Nadi Tirta Pradesha) |
Ditolak karena terlalu mudaMenurut Niko pengalaman terbaiknya adalah ketika belajar bersama dengan
balloon master dalam sebuah workshop di Singapura. Ketika itu umurnya sepuluh tahun, di mana Niko merasa dirinya sudah cukup mahir berkreasi dengan balon.
"Nah waktu ikut seminar dan workshop di Singapura itu pun sempat ditolak karena umur. Waktu itu daftar umur sepuluh tahun,” ujar Lili.
Pihak penyelenggara juga sempat memperingatkan bahwa ajang tersebut bukan kelas balon untuk bermain-main. Lili pun sadar, putranya perlu memiliki media untuk menunjukkan karya-karyanya.
“Saya buatkan dia website juga akun Instagram. Intinya buat portofolio saja.”
Setelah melihat karya Niko, penyelenggara workshop balon di Singapura terkejut. “Mereka kaget, kok bisa ya anak umur sepuluh tahun bikin kayak gini,” cerita Lili.
Undangan dari Singapura berdatangan untuk mengikuti beberapa workshop, kata Lili. Diakuinya, Singapura memang lebih maju dalam seni balloon twisting. Itu sebabnya Niko mengejar ilmu hingga ke Negeri Merlion itu. Di usianya yang belia dia sudah mantap bercita-cita menjadi seorang seniman balon.
Sementara itu, Lili mengatakan target sang putra berikutnya adalah mengikuti konvensi di Amerika Serikat. Niko menargetkan untuk ikut serta dalam World Baloon Convention di Amerika Serikat yang digelar tiga tahun sekali.
(win/win)