Yirrkala, Jembatan Kebudayaan Aborigin-Bugis

Nadi Tirta Pradesha | CNN Indonesia
Rabu, 08 Jul 2015 16:40 WIB
Relasi dagang dan budaya yang telah terjalin antara suku Yolngu dan pelaut Bugis Makassar dihidupkan kembali di Pekan NAIDOC.
Ilustrasi Aborigin (CNNIndonesia Reuters Photo/David Gray)
Jakarta, CNN Indonesia -- Terbentang jarak hampir lima ribu kilometer dari Sulawesi ke Australia. Namun bagi leluhur pada masa lalu, jarak sejauh itu tak menghalangi niatan untuk berdagang dan bertukar budaya.

Berpuluh atau bahkan beratus tahun kemudian, relasi dagang dan budaya yang telah terjalin antara suku Yolngu dan pelaut Bugis Makassar dihidupkan kembali oleh generasi abad ke-20.

Sejak 1946, warga Australia merayakan hari besar yang diisi rangkaian acara National Aborigines and Islanders Day Observance Comittee yang digelar sepekan atau Pekan NAIDOC.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Semula pekan ini diadakan di seluruh Australia, pada Januari, untuk merayakan sejarah, budaya dan pencapaian warga Aborigin dan Pulau Selat Torres. Namun mulai 1957, digeser ke Juli.
 
Dalam siaran pers Kedutaan Besar Australia, pekan NAIDOC 2015 mengusung tema toleransi. Slogannya berbunyi, “Kita Semua Berdiri di Atas Tanah Suci: Belajar, Hormati dan Rayakan.”

Pekan NAIDOC, kali ini, tak hanya berkenaan dengan masyarakat Aborigin, tapi juga mengangkat relasi internasional suku penghuni pulau Wapilina, Yolngu dengan suku Bugis, Makassar.

Hubungan tersebut terlihat melalui karya cukil kayu Yirrkala karya pemahat Ronald Nawurapu Wunungmurra yang berjudul Manda at Gurrumurru.

Karya di atas medium kulit pohon eukaliptus Australia tersebut terinspirasi oleh lagu Yolngu dari seorang pejuang Yolngu bernama Birrinydji.

Dipamerkan di Museum Tekstil, Tanah Abang, pada Selasa (7/6), lirik lagu tersebut mengindikasikan barang yang tak ada sebelumnya di catatan suku Yolngu.

"Ini rumahku dan ini adalah alur lagu tentang Gurrumuru.

Birrinydji seorang pejuang berpikir tentang pisau…

…Sambil beristirahat Birrinydji menaruh kepalanya di bantal dan tidur. Setelah bangun dia merokok. Setelah merokok mereka bermain kartu di mana dia memenangkan sejumlah uang. Dengan kemenangannya dia pergi ke rumah urama dan membeli barang-barang yang ditawarkan…

Setelah menari mereka memasak nasi yang ditaruh di piring….”

Pisau baja, bantal, rokok, kartu dan uang dalam lagu tersebut memerlihatkan bukti kunjungan pelaut Bugis Makassar selama berabad-abad hingga medio 1900-an. Sebelum kunjungan tersebut, tak ada catatan barang-barang tersebut diproduksi suku Yolngu.

Dalam keterangan karya Ronald juga disebutkan bahwa keahlian melaut suku Yolngu dipelajari dari pelaut Bugis. Beberapa sampan Yolngu terlihat menggunakan layar gaya kapal Makassar. Karya cukil kayu tersebut juga menampilkan motif segitiga merah, melambangkan layar kapal pelaut Bugis yang terpapar sinar matahari.

Selain menghidupkan kembali hubungan dua suku lewat karya cukil kayu Yirrkala tersebut, Ronald juga akan mengunjungi beberapa tempat bersejarah di Makassar, pada Rabu (8/7) hingga Jumat (10/7). Ronald juga akan melakukan workshop dengan seniman setempat di Rumah Budaya Rumata.

Karya yang membutuhkan dua minggu untuk diselesaikan ini, menurut Ronald, adalah usahanya untuk mempersatukan dua suku pribumi, Aborigin dan Bugis.

"Saya mencoba menghidupkan kembali relasi di antara dua suku," kata Ronald. “Saya akan pergi ke Fort Rotterdam,” katanya. “Ada catatan yang menunjukkan bahwa suku Bugis sempat berhubungan dengan seseorang yang karakternya mirip dengan suku Yolngu.”

Kini, menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaga kekokohan jembatan kebudayaan Aborigin-Bugis.

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER