Jakarta, CNN Indonesia -- Tak ada yang mencolok dengan Jalan Pengukiran 2, Tambora, Jakarta Barat. Permukiman padat di sini sama seperti di daerah Kota lainnya.
Namun selang beberapa belas meter masuk ke dalam, tampak sebuah papan kayu putih kusam dan lapuk berhiaskan jemuran di sekelilingnya menunjukkan peringatan akan pentingnya kelestarian benda cagar budaya.
Papan tersebut berada di muka sebuah gang sempit yang mengantarkan pada salah satu bangunan tertua yang ada di Jakarta, Masjid Al-Anshor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masjid tertua yang pernah tercatat dalam sejarah Jakarta tersebut menujukkan gambar yang sama sekali berbeda dengan yang ada di dalam benak tentang sebuah cagar budaya.
Masjid Al-Anshor tak ubahnya seperti sebuah bangunan setengah jadi dari semen yang berdinding ubin dan sesak terhimpit di antara pemukiman padat yang menghalangi masuknya cahaya matahari.
"Masjid ini pertama kali dilaporkan keberadaannya pada 1648," kata Andy Alexander, pengamat sejarah kota Jakarta kepada CNN Indonesia ketika berkeliling masji-masjid tua, beberapa waktu lalu. "Tapi dibangun persisnya kapan, tidak ada keterangan, yang jelas sudah ada sebelum ditemukan."
Semula masjid kampung ini tak berbentuk semi-moderen seperti itu, menurut arsip yang dimiliki oleh Andy Alexander dan komunitas Sahabat Museum, Ade Purnama, masjid ini berbentuk bangunan bata sederhana beratapkan genteng.
Area bangunan aslinya pun tak terlalu lebar, dengan panjang masing-masing sisi kurang dari 20 meter, masjid ini memiliki empat tiang utama yang menopang atap, yang kini berdiri tegar di tengah ruang salat.
Pada bagian depan, harusnya ada semacam gapura tembok guna menyambut jemaah, namun kini sudah tak berbekas tergantikan dengan pintu mebel bernuansa modern.
Masjid ini telah mengalami renovasi total dalam beberapa kali perombakan, pada 1973 dan 1985, lantaran banjir besar yang seringkali menimpa kawasan ini.
"Kalau banjir, dalamnya hingga se-dada dan masuk ke dalam masjid," kata Abdullah, salah satu pengurus masjid yang bertugas kala itu.
Banjir itulah yang membuat tiang fondasi masjid, yang ditemukan pertama kali oleh seorang pastur era Batavia, tersebut lapuk.
Dengan pemugaran total, bagian masjid dibongkar, diperluas di bagian depan dengan tambahan luasan, dibuat mejadi dua lantai, dan diganti seluruh bagian atap dari masjid.
Yang tersisa dari masjid yang lama hanyalah ukuran dari masjid tua tersebut, bata yang tertinggal di dalam tembok masjid bagian dalam, dan juga sumur tua yang letaknya di bagian samping masjid.
Bagian makam yang terletak di bagian barat belakang masjid pun sudah tersulap menjadi bangunan-bangunan rumah dengan lebar antar gang hanya sekitar satu meter.
Rumah tersebut pun tampak saling berebut lebih tinggi dan menggunakan ruang udara di atas gang untuk berbagai keperluan, seperti menjemur pakaian. Yang justru merusak keindahan masjid kuno ini.
 Sumur di samping Masjid Al Anshor. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
Masjid Al-Anshor ditemukan pertama kali, pada 1648, oleh seorang Pastur Protestan Belanda yang kala itu tengah berjalan-jalan ke luar tembok kota Batavia. Ia terkejut menemukan masjid di tengah perkampungan gujarat dan begitu dekat dengan Batavia.
VOC kala itu memang melarang tempat ibadah selain Protestan berada di dalam tembok kota Batavia, persis setelah VOC membumihanguskan Sunda Kalapa yang dibangun Pangeran Jayakarta, pada 1618.
Akibat peraturan tersebut, semua tempat ibadah di luar Protestan yang biasanya dibawa oleh para pendatang selain Belanda dan juga oleh penduduk pribumi, berdiri di tepi-tepi Batavia.
Salah satunya para pendatang dari Gujarat yang tertolak masuk ke Batavia dan memutuskan membuat kampung di atas kawasan persawahan dan kebun tebu yang kini menjadi kawasan Tambora.
Masjid ini beruntung tak dibumihanguskan oleh VOC kala itu yang memang tidak peduli dengan apa yang ada di luar Batavia. Namun berabad-abad kemudian, masjid ini malah "dilenyapkan" oleh orang-orang yang tinggal di sekelilingnya.
"Waktu itu sudah minta izin ke pemerintah untuk melakukan renovasi, karena memang kondisinya parah, dan dibangun oleh masyarakat sendiri," kata Abdullah. "Setelah reformasi kami tidak dapat dana lagi untuk perawatan."
Sayangnya, renovasi yang harusnya dapat membangun kembali masjid cagar budaya ini justru malah menghilangkan bukti autentik dari abad ke-17.
Kini, Masjid Al-Anshor masih dalam tahap penyelesaian dan menjadi pusat kegiatan ibadah dari warganya, meskipun jejak sejarah hanya tinggal tutur cerita dari para sepuh yang tak lagi muda.
 Masjid Al Anshor kini "dilenyapkan" orang-orang yang menghuni sekitarnya. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |