Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi Juliet Burnett, balerina profesional Australia, awalnya tak ada yang spesial dalam kunjungannya ke Indonesia pada 2012. Juliet separuh Indonesia, itu sudah kali ke-sekian ia menginjakkan kaki di Negeri Khatulistiwa.
Namun ternyata, Juliet pulang membawa sesuatu yang luar biasa. "Saya sudah 10 tahun berkarier balet secara profesional dan saya tidak pernah benar-benar mengerti kenapa saya melakukannya. Kenapa saya berkonsentrasi pada balet klasik," ujarnya saat berbincang dengan CNN Indonesia di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sejak kecil, Juliet hanya tahu menari. Usianya masih enam tahun saat pertama menari di Sydney, Australia. Juliet besar dalam didikan Australian Balet, sekolah balet terbesar di sana. Ia menjadi penari profesional, namun tak benar-benar tahu apa makna langkah-langkahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kunjungan ke Indonesia lah yang membuka mata Juliet. Tahun itu, ia sengaja datang ke Yogyakarta, kampung halaman keluarga besarnya. Juliet ingin belajar tari tradisional Jawa. Sesuatu yang mendarah daging dari neneknya.
"Nenek saya adalah penari Sri Sultan di Istananya di Yogyakarta," tutur Juliet bangga. Setiap ia melihat foto sang nenek, ia selalu ingin belajar akar seni keluarganya.
"Keluarga saya dipenuhi orang kreatif. Paman saya penggagas Bengkel Teater, WS Rendra. Anak-anaknya ada yang jadi aktris, musisi, penyair," ujarnya menyebutkan. "Darah seni mengalir di keluarga kami," ia melanjutkan.
Saat belajar tari Jawa, Juliet merasakan sesuatu yang magis. Ada pembawaan yang elegan, cara menggerakkan kaki, eksplorasi gemulai langkah, yang ternyata sama seperti balet klasik yang ia tekuni selama 12,5 tahun ini.
"Ya Tuhan, masuk akal kenapa 10 tahun belakangan saya tertarik pada balet klasik. Saya balet, saya menari, karena itu ada dalam darah saya!" ucapnya antusias menyadari itu.
Menurutnya, itu alasan yang berbeda dengan balerina lain. Beberapa ingin menari karena tertarik pada rok tutu atau
pointe shoe yang memang identik dengan balerina. Namun bagi Juliet, balet adalah gejolak hasratnya.
Balet ada dalam kamusnya sejak ia bisa mengingat. "Saya memang tumbuh dengan pengaruh balet yang serba pink, pastel, dan berkelap-kelip," ia mengakui. Tapi sejak usia 14 tahun saat menonton pentas Alexandra Ansanelli yang merupakan balerina Italia, ia tercengang.
[Gambas:Youtube]"Saya tidak pernah menduga balet bisa sedramatis itu, sangat powerful. Saya masih 14 tahun dan sangat yakin, inilah yang saya inginkan," ujarnya mengenang. Ia ingin menjadi pencerita di panggung, lewat tarian.
"Dan tiba-tiba segala hal yang berwarna pink dan pastel itu menjadi ingatan yang usang. Saya terkagum-kagum oleh kekuatan pentas."
Setelah melanglang-buana sebagai balerina selama 12,5 tahun lamanya, Juliet kini pulang ke Indonesia. Bukan sekadar menyapa keluarga atau mendalami tari Jawa lagi, ia menari di panggung Ciputra Artpreneur Theatre, Lotte Avenue, Jakarta, Sabtu (22/8) mendatang.
Menariknya, ini adalah kali pertama Juliet menari di kampung halamannya. "Keluarga saya di Indonesia tidak pernah melihat saya menari. Biasanya saya bawakan mereka video, tapi itu berbeda. Jadi nanti saya akan bawa banyak sepupu, paman, tante," tuturnya bersemangat.
Beberapa bahkan diterbangkan langsung dari Yogyakarta. "Ini spesial," ujar Juliet.
Selain menari bersama balerina dari Korea, Ceko, dan Indonesia, Juliet juga mengajar beberapa penari kecil Indonesia. Ia bahkan bersedia terjun langsung ke kaum marjinal, Ciliwung, juga untuk mengajari mereka menari.
"Itu salah satu mimpi saya," ucap sang balerina sambil tersenyum.
[Gambas:Youtube] (rsa/utw)