Dash Berlin: Tantangan DJ Masa Kini Tak Lagi Sama

Vega Probo | CNN Indonesia
Senin, 24 Agu 2015 08:40 WIB
Pekerjaan kini sebagai DJ di era modern, diakuinya, terbilang lebih mudah karena sangat dimanja komputer. Berbeda halnya dengan DJ era lampau.
Dash Berlin (CNNIndonesia/Vega Probo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah melakoni banyak pekerjaan berbeda, dari pemetik stroberi, pegawai toko roti sampai staf supermarket, juga sempat berangan menjadi arkeolog atau pesepak bola, akhirnya Dash Berlin memantapkan diri sebagai DJ.

Sejak kecil, pria Belanda bernama asli Jeffrey Sutorius ini memang mengakrabi musik. Beranjak besar, ia meyakini musik sebagai renjananya. Ia merasa nyaman berkarier sebagai DJ dengan nama panggung Dash Berlin.

“Musik memberikan saya kebebasan,” kata Dash Berlin. Karena itu, ia memantapkan kariernya sebagai DJ. “Saya senang dengan pekerjaan sekarang. Saya bisa bertemu orang-orang baru, budaya baru, dan masih punya waktu untuk kehidupan sosial."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Soal nama beken Dash Berlin itu diakuinya berasal dari Festival Musik Love Parade yang sangat terkenal di Berlin, Jerman. “Saya ke sana era 1999-2000. Banyak orang Eropa berdatangan ke acara yang sudah menjadi tradisi di Berlin ini.”

Diakui Dash Berlin, pekerjaan sebagai DJ di era modern terbilang lebih mudah karena sangat dimanja komputer. Berbeda halnya dengan DJ era lampau—sebelum milenium ke-dua—di mana perangkat digital terbilang langka.

“Dulu, DJ memainkan musik dengan dua turntable. Tentu tidak mudah menjadikan dua sumber musik itu saling sinkron,” katanya kepada CNN Indonesia saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, baru-baru ini.

“Kalau belum bisa membuat dua turntable saling sinkron ya, belum layak disebut DJ,” katanya. “Sekarang, situasinya sangat berbeda: sudah ada program komputer, internet, perangkat EDM online, yang membuat proses edit musik lebih mudah dan cepat.”

Sekalipun musik yang diakrabinya kini sangat modern—digarap dengan peralatan canggih—bukan lantas Dash Berlin meninggalkan “musik tradisonal” yang mengandalkan “instrumen konvensional” macam gitar, bass, drum, keyboard, dan lain-lain.

“Sampai saat ini, saya masih mendengarkan musik era ’80-an, termasuk old school hip hop. Saya juga menyukai lagu-lagu Coldplay dan U2. Saya pernah me-remix lagu mereka, A Sky Full of Stars dan Beautiful Day.”

Remix itu, dikatakan Dash Berlin, sebagai hasil perpaduan musik tradisional dan elektronik. Di masa mendatang, Dash Berlin berharap bisa menjalin kolaborasi dengan lebih banyak seniman musik, senior maupun junior.

“Untuk saat ini, Dash Berlin masih memproduksi musik internasional yang mudah diterima banyak orang di seluruh dunia,” katanya. “Mungkin di masa mendatang, bakal menggarap musik elektronik dengan paduan musik Spanyol atau Bali.”

Yang jelas, Dash Berlin bakal setia di jalur electronic dance music (EDM). Karena musik jenis ini sangat populer di Belanda, serta banyak negara Eropa. Sejak 1990-an, acara EDM digelar secara rutin dan profesional di Eropa.

“Tapi saya malah belum punya waktu nge-dj di kampung halaman sendiri, Belanda. Agenda saya saat ini sangat padat di Amerika Utara dan Asia, jadi terpaksa melewatkan banyak tawaran main di Eropa, karena tak ada waktu.”

Dalam waktu dekat, Dash Berlin siap beraksi di “pesta ajeb-ajeb” Invasion, Electric Dance Festival, pada 26 September 2015, di Hall A JIExpo Kemayoran, Jakarta. Penyanyi Syahrini merupakan salah satu investor acara yang dipromotori Euphorics ini. (vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER