Penerang bagi Jalan Gelap Perfilman Indonesia

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Selasa, 13 Okt 2015 15:45 WIB
Film Indonesia, diakui Olga Lydia, masih berjalan di kegelapan. Butuh penerang berupa dukungan pemerintah dan banyaknya organisasi yang membuat bergairah.
Ilustrasi produksi perfillman. (Getty Images/fergregory)
Jakarta, CNN Indonesia -- Berbeda dengan Hollywood, film Indonesia belum terlalu berpijak pada riset. Itu diakui pegiat industri kreatif sekaligus Ketua Festival Film Indonesia 2015, Olga Lydia. Padahal, riset pasar misalnya, dibutuhkan industri perfilman.

"Misal, saya punya film action, saya harus tayangkan di mana? Tidak ada datanya," kata Olga pada CNN Indonesia saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, kemarin (12/10).

Karena pasarnya belum terpetakan, kata Olga, sulit menentukan atau mendapatkan film yang berkualitas baik dengan raihan  komersil tinggi. Di luar negeri seperti Amerika, riset menjadi landasan setiap pergerakan perfilman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di luar negeri, semua hasil riset dipakai, tidak ada yang tanpa data. Hanya di Indonesia saja semua jalan dalam kegelapan," tutur Olga.

Meski begitu, menurutnya belum terlambat untuk memulai. Yang melakukan riset pun tidak selalu harus pemerintah. Kalau pun pemerintah membantu, katanya, bisa di bidang regulasi. Itu pun tidak perlu yang terlalu kaku.

"Pasar kalau diproteksi hasilnya tidak sehat, pasar hanya butuh stimulus," ujar Olga lagi.

Peningkatan kapasitas dan kualitas industri perfilman, bisa juga didorong oleh maraknya organisasi. Di Hollywood, ada Motion Picture Association of America (MPAA) dan Academy of Motion Picture Arts and Sciences (AMPAS).

MPAA merupakan kongsi dagang dari enam studio film raksasa Hollywood, yaitu 20th Century Fox, Paramount Pictures, Sony Pictures Entertainment, Universal Studios, Walt Disney Studios, dan Warner Bros Entertainment.

Didirikan pada 1922, MPAA memiliki tiga tujuan utama yaitu rating film, lembaga lobi, dan mencegah pembajakan.

Bila MPAA adalah asosiasi yang berkaitan dengan hal perdagangan karya, AMPAS bersifat keprofesian. Gunanya meningkatkan kapasitas para insan film serta memberi apresiasi.

Dalam AMPAS, terdaftar 6.000-an anggota yang juga berperan dalam penganugerahan Academy Awards atau Oscar. Keanggotaan AMPAS sebagian besar di AS, meski juga terbuka di luar AS.

Di Indonesia, organisasi serupa AMPAS juga ada, yaitu Indonesian Motion Picture Associations atau yang disingkat IMPAS. Organisasi ini berdiri dengan fasilitas Marie Elka Pangestu, pada 2013, selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat itu.

IMPAS, diakui Marie kala itu, adalah jalan menuju terbentuknya Badan Perfilman Indonesia (BPI) yang dahulu bernama BP2N atau Badan Pertimbangan Perfilman Nasional yang sudah dibubarkan. BPI merupakan wadah bentukan Undang-undang yang berwenang dan bertanggung jawab khusus terkait perfilman nasional.

Di dalam IMPAS, terdapat sembilan asosiasi profesi film lainnya, yaitu Indonesian Film Directors Club (IFCD), Rumah Aktor Indonesia (RAI), Indonesia Motion Picture and Audio Associaton (IMPAct), Penulis Indonesia untuk Layar Lebar (PILAR), Asosiasi Produser Sinema Indonesia (APSI), Sinematografer Indonesia (SI), Indonesian Film Editors (INAFEd), Indonesian Production Designer (IPD), dan Asosiasi Casting Indonesia (ACI).

Di luar itu, ada pula organisasi-organisasi lain seperti Pengurus Produser Film Indonesia (PPFI). Yang baru dideklarasikan oleh Chand Parwez dan Ody Mulya Hidayat, ada Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI).

Pembentukan APFI di Jakarta, Senin (12/10). (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)
Chand dan Ody mengajak Erick Tohir dari Mahaka Pictures, Ram Soraya dari Soraya Intercine Films, HB Naveen dari Falcon Pictures, Gope Samtani dari Rapi Films, dan Putut Widjanarko dari Mizan Productions mendeklarasikan itu.

Dede Yusuf pun digandeng sebagai Anggota Kehormatan. Organisasi itu punya target agar diundang pemerintah membicarakan Panitia Kerja tentang perfilman. Mereka ingin dengan itu, film Indonesia bisa bersaing dengan film luar.

"Jangan sampai film Indonesia tidak bertahan dua hari di bioskop," kata Dede menegaskan.

Kemala Atmojo, Ketua BPI mengakui keberadaan organisasi semacam ini turut memberikan pengaruh pada kondisi perfilman nasional, terutama kepada para sineas baru.

"Kalau organisasi itu berjalan baik dengan banyak kontribusi, mereka dapat berbagi mulai dari informasi dan lainnya, sehingga dapat mempengaruhi ekosistem produksi film," kata Kemala kepada CNN Indonesia.

Kemala menggaris bawahi peningkatan sumber daya manusia perfilman Indonesia. Bagi ketua badan independen yang memiliki tanggung jawab akan kondisi perfilman nasional itu, asosiasi dapat menjadi wadah peningkatan kualitas SDM.

Dengan berbagai pelatihan, seminar, dan training yang diadakan oleh asosiasi kepada para sineas Indonesia, bukan tidak mungkin kualitas film nasional dapat terdongkrak menjadi semakin baik. Kemala pun yakin, sesama anggota APFI akan saling mengingatkan akan kualitas film yang dibuat oleh anggotanya.

"Logikanya, bila kualitas SDM perfilman bagus, maka kualitas film juga akan bagus. Saya optimistis akan organisasi ini," kata Kemala.

Ia melanjutkan, "Karena mereka ini juga yang punya duit, bukan sekadar produser profesional semata. Kalau mereka yakin film akan bagus, pasti akan mereka buat dengan uang mereka." (rsa/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER