Di Balik Langkah Anggun Seorang Balerina

Fadli Adzani | CNN Indonesia
Senin, 16 Nov 2015 10:20 WIB
Latihan keras kerap membuat balerina putus asa. Namun saat berada di atas panggung, segala perasaan negatif pun sirna.
Ilustrasi Namarina (CNNIndonesia /Hanna Azarya Samosir)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menjadi seniman sudah pasti memiliki tantangannya masing-masing, tidak jarang mereka harus mengorbankan beberapa hal untuk fokus di karier mereka sebagai seniman. Sama halnya seperti seorang balerina.

Banyak orang yang salah persepsi bahwa seni tari balet adalah seni tari gemulai dan lembut, padahal, proses untuk menjadi seorang balerina itu membutuhkan kekuatan fisik dan kerja keras yang tak terhingga.

Hal tersebut diakui oleh seorang balerina bernama Truly Rizki Ananda. Ia sudah mengenyam pendidikan balet sejak tahun 1995 di sekolah balet tertua dan pertama di Indonesia, yakni Namarina.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, waktu adalah hal yang pertama kali dikorbankan ketika seseorang ingin menjadi seorang balerina.

"Ya, dukanya sebagai penari mungkin kita tidak punya banyak waktu. Saya latihan setiap hari," ujar Truly kepada CNN Indonesia ketika ditemui di sekolah baletnya, Jakarta, belum lama ini.

Apalagi, ketika seseorang beranjak dewasa. Biasanya anak-anak muda menghabiskan waktunya untuk nongkrong dan bermain dengan sesama. Namun hal itu agaknya tidak dapat dirasakan seorang balerina, yang menghabiskan banyak waktunya di sekolah balet.

"Biasanya kalau anak muda kan kalau pulang sekolah pasti ngumpul dulu bareng temennya. Tapi saya enggak bisa," ujar Truly, "terkadang saya sedih juga."

Perlu diketahui, seni balet adalah seni tari jangka panjang. Maksudnya, untuk menjadi seorang balerina, seseorang harus mengenyam pendidikan tersebut sejak masih dini, di sekitar usia tiga hingga lima tahun.

Pasalnya, di usia dini seperti itu, badan seseorang masih lentur dan dapat mengikuti pelajaran-pelajaran tari balet yang selalu berdampingan dengan gerakan fisik itu, seperti melompat, gerakan di udara.

Di usia yang sudah beranjak dewasa sekitar 12 tahun, badan seseorang cenderung kaku dan hasilnya tidak akan sebaik balerina yang sudah mengenyam pendidikan seni tari balet sejak dini.

Selain itu, latihan fisik balet tidak lah ringan. Tidak jarang kita melihat balerina yang mengenakan plester penutup luka di sekitar kaki mereka, hal itu dikarenakan mereka harus berlatih on point, di mana balerina harus menopang berat badan tubuhnya dengan tumpuan ujung jempol kakinya.

"Latihannya susah banget, terkadang saya merasa ingin putus asa," tuturnya. "Tapi kembali lagi, semua itu pilihan kan?" tambah Truly.

Sehabis hujan, datang lah pelangi. Hal itu juga dirasakan oleh para balerina ketika mereka naik ke atas panggung untuk menampilkan hasil kerja keras mereka di sanggar balet.

"Ketika saya naik ke atas panggung, rasa capek ketika latihan, remuknya badan, itu semua hilang ketika saya melangkah ke atas panggung," Truly menceritakan.

"Cahaya panggung, musiknya dan penonton. Benar-benar tidak kebayang semuanya."

Selain itu, menjadi seorang balerina adalah hal yang menyehatkan. Hal itu pun dirasakan Truly yang sudah lama melakoni pekerjaan itu.

"Badan jadi terasa lebih enak, saya sangat senang menjadi guru, koreografer dan balerina," jelasnya sambil tersenyum.

Keuntungan lainnya adalah rasa kekeluargaan yang ia dapatkan ketika berlatih di sekolah balet. Menurutnya, ikatan yang terjadi dalam sekolah balet itu tidak dapat dicari di tempat lain.

"Di satu sisi, sekolah balet itu sudah seperti keluarga. Terdapat sebuah ikatan yang tidak bisa didapatkan di mana-mana."

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER