Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak seperti pameran seni rupa lain yang terasa "eksklusif" sebatas seniman profesional, Jakarta Biennale 2015 justru mengharmoniskan hubungan masyarakat dengan karya seni kontemporer.
Perhelatan seni rupa kontemporer yang sudah diadakan sejak 1974 di Indonesia itu resmi dibuka pada hari ini (14/11), dan selanjutnya terus diestafet hingga Januari 2016 mendatang.
Perhelatan seni rupa kontemporer dua tahunan ini digelar di Gudang Sarinah, Jakarta, sebuah tempat yang tidak lazim dijadikan tempat untuk memamerkan karya seni, namun memiliki makna di balik itu semua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Charles Esche, selaku kurator asing pertama di Jakarta Biennale, hal itu dilakukan untuk mengharmoniskan masyarakat dan karya seni yang ditampilkan tidak hanya oleh seniman lokal, namun juga asing.
"Biasanya kalau pameran seni itu kan (tema) putih ya, tapi kalau di Gudang Sarinah kan beda, konsepnya terbuka saja," ujar Charles kepada awak media ketika ditemui sebelum pembukaan Jakarta Biennale 2015.
Dengan konsep pameran terbuka seperti itu, Charles yakin nantinya, masyarakat akan memiliki kedekatan intim dengan karya-karya yang ditampilkan, sekaligus mengetahui makna di balik semua karya tersebut.
"Dengan begitu, masyarakat akan merasa dekat dengan karya-karya yang ditampilkan. Mereka tidak akan merasa seperti terintimidasi," lanjutnya.
Kemudian, karya-karya yang ditampilkan dalam Jakarta Biennale tahun ini juga memiliki cerita yang dekat dengan masyarakat.
Ada tiga topik besar yang diangkat dalam Jakarta Biennale 2015, yakni penggunaan dan penyalahgunaan air. Air masih menjadi isu yang belum terpecahkan di Indonesia, padahal air adalah sumber kehidupan namun juga bisa menjadi bencana.
Selanjutnya, ada karya-karya yang menyinggung masalah sejarah, yang menjadi refleksi terhadap bagaimana dampak masa lampau pada masa kini dapat membentuk perilaku masyarakat.
Menurut Irma Chantily, selaku kurator dari Jakarta, isu sejarah yang akan ditampilkan akan membicarakan masalah-masalah yang ada di Jakarta, juga di dunia.
"Isu sejarah akan berbicara tentang sosial, politik, kekerasan dan masalah personal," tuturnya.
Yang terakhir adalah isu gender, salah satunya adalah feminisme dan LGBT.
Ketiga topik itu, akan direpresentasikan melalui karya kontemporer yang menceritakan permasalahan dan
curhatan yang dirasakan masyarakat.
Tahun ini, terdapat presentase jumlah karya yang menguntungkan seniman lokal, di mana mereka mendapatkan porsi yang lebih besar.
"Karya seni yang ditampilkan itu 60 persen ciptaan seniman lokal dan selebihnya oleh seniman mancanegara," ucap Irma.
Selain pameran seni rupa kontemporer, Jakarta Biennale 2015 akan mengisi ruang-ruang kota melalui kerja kolaborasi dengan komunitas proyek seni rupa dan mural di beberapa wilayah, seperti Marunda, Condet, Penjaringan, Pejagalan, dan Petamburan. Selain di Jakarta, hal itu juga akan dilakukan di Jawa Barat dan di Surabaya.
Beberapa program seperti akademi, lokakarya, edukasi publik, simposium, tur biennale, dan bazar seni pun akan mewarnai perhelatan seni rupa kontemporer ini.
Jakarta Biennale 2015 akan berlangsung selama dua bulan, yakni sejak 14 November 2015 hingga 17 Januari 2016.
"Tidak cuma hari ini, namun hingga dua bulan ke depan. Semoga semua orang yang datang dapat menikmati ya," tegas Ade Darmawan, selaku direktur eksekutif Jakarta Biennale.
Di sela-sela pembukaan, Ade mengungkapkan rasa dukanya kepada korban pengeboman di Paris.
"Saya berduka tentang apa yang terjadi di Paris, semoga semua keluarga dan orang-orang di sana baik-baik saja," kata Ade.
(vga/vga)