FFI 2015 Kembali ke 'Khitah'

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Senin, 23 Nov 2015 20:06 WIB
Sesuai cita-cita Teguh Karya, yang menjadi ikon FFI tahun ini, perfilman Indonesia akan tetap bergairah ketika karya-karyanya kaya tema.
Keriaan Festival Film Indonesia (FFI) tahun lalu. (ANTARA FOTO/Feny Selly)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jika penulis skenario Salman Aristo, seperti yang ia sampaikan pada CNN Indonesia beberapa waktu lalu, bisa melihat ledakan tema yang luar biasa dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun ini, artinya cita-cita Teguh Karya telah terlaksana.

Seperti dikutip dalam laman web resmi FFI atau Piala Citra, Teguh, yang menjadi ikon anugerah tertinggi perfilman tahun ini, pernah berucap soal keseragaman tema yang bisa berujung mematikan dunia perfilman.

"Kelangsungan hidup media film akan berhenti jika andalannya hanya pada kemahiran teknis dan kesempurnaan artistik dari tema yang itu ke itu saja. Keadaannya akan kering dan dijauhi masyarakat jika tidak diciptakan tema-tema baru yang kekayaannya tidak terbatas," tuturnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun ini, tema film yang muncul dalam FFI benar-benar beragam. Sebut saja untuk lima film yang menjadi nomine Film Terbaik.

Ada Mencari Hilal, yang mengisahkan perjalanan penuh makna antara bapak dan anak dalam menemukan titik hilal, yang bagaikan perjalanan kehidupan. A Copy of My Mind tentang dua anak manusia yang disatukan oleh kegemaran menonton DVD, yang dalam waktu bersamaan memotret isu sosial.

Film selanjutnya adalah Siti, cerita dilema perempuan daerah yang bertemu orang lain di tengah kondisi suami yang tengah sakit. Toba Dreams menghadirkan kesegaran nasihat-nasihat untuk konflik keluarga, yang sama sekali tak terasa menggurui.

Terakhir, Guru Bangsa: HOS Tjokroaminoto merupakan biopik HOS Tjokro yang sosoknya menjadi guru bagi banyak pemimpin Indonesia. Mulai Semaun, Soekarno, sampai Kartosuwiryo mengikuti nilai-nilainya.

Keberagaman tema itu, membuktikan FFI mulai bisa memilah film yang layak tonton, meskipun tidak harus selalu menjadi acuan. Itu berbeda dengan penyelenggaraan sebelumnya, yang dirasa sebagian pihak terus seragam dan dimenangkan itu-itu saja.

FFI mulai kembali ke jalannya, menjadi tolok ukur perfilman Indonesia. Pertama diselenggarakan pada 1955, memang itu cita-cita yang dipegang para sineas. FFI menjadi ajang penghargaan tertinggi bagi dunia perfilman, yang juga jadi parameter.

Awalnya, mengutip laman resmi FFI, penghargaan tidak diselenggarakan secara rutin. Setelah 1955, FFI baru berlanjut pada 1960 dan 1967. Namanya pun berganti-ganti. Kala itu, nama yang digunakan Apresiasi Film Nasional. Baru sejak 1973 FFI diselenggarakan secara teratur tahunan.

Setelah puluhan tahun, FFI juga pernah terhenti pada 1992. Baru pada 2004 penghargaan yang sama kembali berjalan. Namanya pun terus dan resmi menjadi FFI.

Penghargaan itu, terkadang juga disebut sebagai Piala Citra, nama piala yang diberikan kepada para pemenang. Penganugerahan dengan piala, pertama diadakan pada 1966. Seniman patung Sidharta yang mendesainnya. Hingga FFI 2007, desain piala itu masih tetap digunakan.

FFI 2008 sempat mengubah piala menjadi bentuk baru, namun akhirnya dikembalikan ke semula, dengan sentuhan seniman ternama Dolorosa Sinaga, pada FFI 2014 lalu. (rsa/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER