WAWANCARA KHUSUS

Upaya Joshua Oppenheimer Pulihkan Trauma Bangsa Indonesia

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Minggu, 13 Des 2015 08:50 WIB
Dua film dokumenter Joshua Oppenheimer menceritakan peristiwa 1965. Keduanya dijadikan "surat cinta" untuk bangsa Indonesia.
Joshua Oppenheimer (Getty Images/Chris Jackson)

Apakah ada alasan merilis The Look of Silence secara gratis di Indonesia sekarang, setahun setelah pemutaran perdananya di Taman Ismail Marzuki?

The Act of Killing diluncurkan lewat streaming YouTube pada Desember 2013, sementara rilisnya 10 Desember 2012. Indonesia menonton The Look of Silence pada 10 Desember 2014. Dan kami memilih peringatan hari HAM Sedunia sebagai momentum dan pengingat kepada penonton mengenai pentingnya penghargaan terhadap hak asasi manusia. Kami berusaha mendekatkan film kami pada pesan kemanusiaan yang dibawanya.

Kami baru meluncurkan film The Look of Silence lewat internet setahun sesudah program "Indonesia Menonton Senyap" berjalan, agar memberi kesempatan terlebih dahulu bagi pemutaran dan diskusi yang mempertemukan penonton secara fisik. Sehingga, film kami tidak semata-mata menjadi sebuah tontonan tetapi juga menjadi ruang perbincangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah Anda punya data pasti sudah berapa orang yang menonton The Act of Killing dan The Look of Silence?

Di Indonesia, sejak 10 Desember 2014 sampai hari ini telah terselenggara sekitar 2.000 pemutaran film The Look of Silence. Lebih dari 300 di antaranya adalah pemutaran terbuka, di 118 kota/kabupaten di seluruh provinsi di Indonesia dan menjaring lebih dari 70.000 penonton.  

Film The Act of Killing, di Indonesia, kurang lebih telah menjangkau jumlah penonton yang sama lewat pemutaran dan diskusi film, sekalipun pemutaran terbuka yang diselenggarakan lebih sedikit. Lewat unduhan gratis dan streaming di YouTube, The Act of Killing telah mencapai kurang lebih satu juta penonton.

Jika Anda melihat video The Act of Killing, angka di sana menunjukkan 710.000 penonton. Angka tersebut adalah unggahan yang ke-tiga. Sebelumnya, ketika angka penonton sudah mencapai 150.000-an, video kami dihapus oleh YouTube dan gagal kami pulihkan. Maka kami mengunggahnya kembali.

Apakah Anda tidak merasa takut ada sensor dari pemerintah, mengingat di Ubud Writers and Readers Festival 2015 film The Look of Silence dibatalkan?

Saya kira tidak mungkin pemerintah Indonesia menutup akses masyarakat Indonesia ke YouTube seperti yang dilakukan terhadap Vimeo atau Reddit. Kami memanfaatkan semua saluran terbuka yang sulit dikendalikan atau dihalangi oleh pemerintah seperti Twitter, Facebook, juga YouTube.

Anda bekerja sama dengan Drafthouse Films, Participant Media, VHX, dan Final Cut for Real ApS serta Anonymous dari Indonesia yang membagikan film itu gratis, bagaimana semua bisa setuju?

Kami semua setuju, sejak awal proses produksi, sewaktu masih dalam proses pengambilan gambar, bahkan sebelum selesai penyuntingan, bahwa film apa pun yang dihasilkan dari proses produksi ini harus bisa dinikmati oleh masyarakat di Indonesia secara gratis.

Apa yang Anda harapkan dengan membagikannya secara gratis? Anda punya harapan lebih pada film ini?

Kami berharap bahwa dengan menyebarkan secara gratis, baik lewat distribusi DVD, kopi ke flashdisk, streaming, dan unduhan, kedua film kami dapat ditonton lebih banyak orang di Indonesia sehingga terbuka ruang yang lebih luas lagi bagi perbincangan mengenai trauma masa lalu serta bagaimana menghadapi serta mengatasinya hari ini dan di masa depan. Kami berharap, dengan demikian, film kami dapat membantu memulai sebuah proses penyembuhan.

Saat produksi maupun distribusi, apakah Anda pernah mendapat tekanan dari pemerintah, mengingat film ini mengangkat isu sensitif?

Tekanan dari pemerintah, lewat aparat di desa saya terima terus-menerus pada saat saya membuat film dan melakukan pengambilan gambar. Terutama jika saya melakukan pengambilan gambar bersama korban pembantaian massal 1965.

Secara langsung, saya tidak pernah mendapat tekanan dari pemerintah Indonesia sesudah film saya diluncurkan karena saya tidak pernah kembali lagi ke Indonesia. Saya sendiri tidak tahu apakah masih aman bagi saya untuk kembali ke Indonesia saat ini.

Di pihak lain, lembaga negara seperti Komnas HAM justru mendukung upaya kami dalam menyebarluaskan film The Look of Silence di Indonesia sebagai bagian dari program pendidikan dan penyuluhan hak asasi manusia.

Membuat Film agar 'Holocaust' Tak Terulang

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER