Jakarta, CNN Indonesia -- Video musik seharusnya menghibur dan menginspirasi. Namun belakangan ini, agaknya sebagian penyanyi dan kreator video musik mulai bosan dengan sajian atau tampilan yang begitu-begitu saja.
Mereka pun menggarap visualisasi yang lebih ekstrem sekalipun lirik lagunya mungkin tak membutuhkan visualisasi seekstrem itu. Lihat saja, video musik
B*tch Better Have My Money milik Rihanna yang eksplisit.
Sang solois asal Barbados ini tak lagi mengenakan busana minimalis yang membuat sebagian tubuhnya "mengintip." Kali ini, ia benar-benar telanjang. Aksinya, sekalipun hanya akting, pun sadis luar biasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masih ada beberapa video musik dari solois wanita lain yang tak kalah eksplisit, sekaligus keji. Di akhir adegan, mereka selalu tampil sebagai "pemenang," sementara sang pria ditaklukkan sampai mati.
Penonton dan penikmat musik pun menangkap "selera" atau "arus baru" visualisasi video musik, khususnya milik solois wanita Barat, sepanjang 2015, cenderung lebih "berdarah-darah" dan vulgar.
Padahal sebelumnya, sebagian solois wanita Barat sering ditampilkan imut, manis, energik di video musik. Namun kini cenderung bergeser ke sisi yang berlawanan, lengkap dengan label "khusus dewasa."
Sutradara Fahmi. M.S Kartari memandang aksi sebagian solois wanita Barat di video musik yang eksplisit itu sebagai wujud kebebasan ekspresi dan kreasi dalam kategori terlalu bebas dan keluar batas.
Meski lebih banyak berkutat di penyutradaraan film dokumenter, namun Fahmi mampu menilai visualisasi keji yang ditampilkan beberapa solois wanita Barat itu sekadar hiburan tanpa pesan positif.
“Bahkan untuk film dokumenter yang membahas mengenai prostitusi pun memiliki pesan moral di dalamnya," kata Fahmi kepada CNN Indonesia.com via sambungan telepon, baru-baru ini.
Sementara dari sudut pandang feminis, ada penilaian tersendiri dari Leli Nurohmah, pengajar kajian gender, program pasca Sarjana UI dan bekerja di Centre of Social Excellence (CSE) TFT Indonesia.
Dalam pandangan Leli, maraknya kehadiran video musik milik solois wanita Barat dengan visualisasi eksplisit, memperlihatkan kuatnya sistem sosial patriarki dan kapitalis yang menguasai industri hiburan.
Musik dan visualisasi menggoda dari si solois wanita memang komoditi yang menguntungkan. Namun mengumbar adegan keji, menurut Leli, merupakan cara yang salah dalam memperjuangkan feminisme.
”Hal ini justru semakin merusak makna feminisme itu sendiri, yang seakan membentuk stigma atau kesan wanita ingin mengalahkan pria,” kata Leli kepada CNN Indonesia.com via sambungan telepon, belum lama ini.
Leli menegaskan, kekerasan yang dilakukan oleh pria maupun wanita tetaplah salah. Aksi keji di video musik bisa berbahaya, khususnya untuk generasi muda yang menganggap sosok penyanyi sebagai idola dan panutan.
“Akses mudah untuk bisa melihat video musik tersebut, sulit untuk dicegah. Peran orang tua dan kerabat dekat menjadi penting untuk memberikan pemahaman kepada generasi muda agar tidak menelan secara utuh seluruh video musik yang diperlihatkan oleh para penyanyi wanita Barat,” Leli sekali lagi menegaskan.
Kehadiran berbagai video musik yang marak memperlihatkan adegan yang tidak layak untuk sebagian kalangan, khususnya anak-anak di bawah umur, mendapatkan perhatian, terutama di Inggris.
Menurut Telegraph, negara Inggris bahkan memberikan perhatian lebih terhadap invasi video musik Amerika Serikat yang rentan memperlihatkan hal yang tidak sepantasnya.
Melalui kerja sama dengan beberapa label rekaman dan lain-lain, dibuatlah aturan usia bagi penonton video musik tersebut, sebagai jawaban atas segunung kritikan dari para orang tua.
Menurut penelitian British Board of Film Classification (BBFC), setidaknya 70 persen orang tua yang memiliki anak di bawah umur 12 tahun, khawatir dengan konten yang ada pada video musik saat ini.
Lebih dari 60 persen anak menyaksikan video musik yang secara konten tidak sesuai umurnya. Lebih dari 75 persen setuju adanya aturan yang lebih jelas dan pasti soal kategori umur penonton video musik ke depannya.
Hanya saja, menurut Leli, pengawasan dari orang tua dan orang terdekatlah yang lebih penting. Dibandingkan hanya mengandalkan aturan pemerintah akan maraknya video vulgar dan penuh kekerasan.
Berikut ini, empat video musik solois wanita Barat yang patut diwaspadai, agar jangan sampai anak-anak di bawah umur atau belum mencapai usia dewasa 18 tahun menonton, hanya gara-gara menyukai lagunya.
Video musik Magnets yang disutradarai oleh Ryan Hope ini, secara karya berhasil mendulang prestasi di Australia dan Selandia Baru, berkat kerja sama antara duo elektrik yakni Disclosure dengan Lorde.
Video musik lagu ini menceritakan perselingkuhan seorang pria. Di pengujung adegan, Lorde melakukan pembunuhan berencana terhadap pria tersebut, yang dilakukannya bersama wanita lain.
Demi Lovato mempresentasikan judul lagu yang juga menjadi tema utama dari album ke-limanya ke dalam video musik yang penuh dengan berbagai aksi layaknya film layar lebar.
Lovato tampil sebagai tokoh utama dalam video musik yang disutradarai oleh Robert Rodriguez. Di sini, Lavato beradu akting dengan aktris seksi nan tangguh, Michelle Rodriguez.
“Saya membuat video musik ini layaknya film action, dan saya memuji Lovato yang dapat melakukannya dengan baik,” ujar Robert tentang Lavato yang beraksi layaknya jagoan.
Di luar adegan penyiksaan yang dilakukan Ellie Goulding terhadap pasangannya di video musik On My Mind, tersiar kabar lagu ini merupakan jawaban lagu Don't yang dipopulerkan Ed Sheeran.
Lagu tentang perselingkuhan ini, sebagaimana dikabarkan sebuah media massa, terinspirasi kisah Goulding yang pada suatu kali berselingkuh dengan personel One Direction, Niall Horan.
Goulding pun habis-habisan menyangkal lagu tersebut merupakan jawaban atas lagu Sheeran. Jika liriknya seolah mempresentasikan sosok Sheeran, maka itu hanya kebetulan saja.
Bila dibandingkan video musik Rihanna sebelumnya, maka video musik B*tch Better Have My Money boleh dikatakan sebagai karya yang memiliki segalanya untuk masuk dalam kategori kontroversial.
Tidak hanya berjudul lugas dan kasar, juga berkonten khusus dewasa. Adegan mengisap mariyuana, menenggak alkohol, telanjang, hingga kekerasan fisik mendominasi keseluruhan video musik ini.
Dikutip dari Capitalxtra, ada kemungkinan karya ini berkaitan dengan kejadian pada 2009, kala akuntan Peter Gounis menyebabkan Rihanna merugi hingga 9 juta dolar dalam waktu satu tahun.
Tampilnya aktor serial televisi Hannibal, Mads Mikkelsen, sebagai sang akuntan di video musik ini, semakin menegaskan ada kaitan kuat kasus yang dialami Rihanna pada masa lalu, sebagai bentuk kekesalannya.