Jakarta, CNN Indonesia -- Dunia sastra tengah berduka. Secara hampir berbarengan, dua penulis legendaris mangkat. Sehari setelah Harper Lee yang meninggal dunia pada Kamis (18/2), Umberto Eco menyusul.
Sang novelis sekaligus filsuf Italia meninggal di umur 84 tahun karena penyakit kanker, pada Jumat (19/2). Salah satu karyanya yang sangat digemari yaitu novel
The Name of the Rose.Perdana Menteri Italia Matteo Renzi menyebut Eco sebagai tokoh panutan yang bakal dirindukan oleh masyarakat. Ketika diwawancarai media lokal, Renzi mengungkapkan rasa dukanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ia adalah seorang contoh luar biasa dari cendekiawan Eropa. Ia adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mengantisipasi masa depan," ujarnya, dikutip
The Guardian.
"Ini adalah sebuah kehilangan besar bagi budaya kami, seluruh tulisan dan suaranya akan dirindukan, begitu pula dengan pemikiran serta kemanusiaannya," lanjutnya.
Eco lahir di Alessandria pada 5 Januari 1932. Sejak kecil, Eco menunjukkan ketertarikannya pada dunia sastra dan filsuf medieval di Universitas Turin.
Padahal, ayah kandung Eco, Giulio, meminta Eco menekuni studi hukum dan berharap dirinya menjadi pengacara. Namun Eco mengelak dan memfokuskan dirinya di ranah sastra.
Selama hidupnya, ia sudah menulis banyak buku fiksi, non fiksi, hingga buku anak. Berkat kepiawaian menulis dan menarik perhatian banyak orang, ia mendapatkan penghargaan Strega Prize, pada 1981, dan Prix Medicis Etranger, pada 1982.
Kesuksesan Eco di dunia sastra ditandai oleh perilisan bukunya bertajuk
The Name of the Rose pada 1980. Buku yang menceritakan tentang misteri pembunuhan itu telah diterjemahkan ke puluhan bahasa.
Karena ceritanya yang menegangkan serta menarik, sutradar Jean-Jacques Annaud mengadptasi film tersebut pada 1986, dibintangi Sean Connery dan Christian Slater. Film itu pun laris manis di
box office dunia.
(fad/vga)