Toko Harapan Musik Tempat Lokananta Gantungkan Asa

Ardita Mustafa | CNN Indonesia
Sabtu, 16 Apr 2016 11:45 WIB
Toko Harapan Musik merupakan salah satu dari sekian banyak harapan bagi industri musik dunia, termasuk Lokananta.
Toko Harapan Musik, salah satu dari tiga toko rilisan fisik tradisional yang beroperasi di Solo, Jawa Tengah, ketika dikunjungi pada Rabu (13/4). (CNN Indonesia/Ardita Mustafa)
Solo, CNN Indonesia -- Menjalankan perusahaan tentunya membutuhkan modal besar. Selain niat, tentu saja uang juga harus siap sedia. Tapi siapa sangka kalau perusahaan rekaman musik selegendaris Lokananta, pernah memiliki uang kas hanya senilai Rp700 ribu.

Titik Sugiyanti, karyawan bagian hubungan masyarakat, menceritakan masa paceklik Lokananta ketika ditemui oleh CNNIndonesia.com di Lokananta, Solo, Jawa Tengah, Rabu (13/4).

"Lokananta pernah berhenti berproduksi pada 1998, karena Departemen Penerangan yang membawahi kami dibubarkan oleh Presiden Gus Dur dan proses likuidasi oleh Percetakan Negara sedang berlangsung," kata Titik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selain itu, pembajakan karya juga merajalela, jadi Lokananta yang biasanya berproduksi hingga puluhan ribu keping lama-lama kehilangan order," lanjutnya.

Anehnya, kondisi ini tidak membuat karyawannya memutuskan untuk mencari pekerjaan lain. Mereka tetap datang ke Lokananta, meski hanya dibayar dengan nasi bungkus.

"Selama enam bulan kami hanya diberi tugas merapikan arsip, salah satunya mencuci piringan hitam, tanpa digaji uang. Ramai-ramai gulung lengan kemeja dan celana bahan lalu makan siang nasi bungkus tertawa-tawa," ujar Titik sambil tersenyum mengingat masa-masa itu.

"Sama seperti teman-teman yang lain, saya memutuskan tetap bekerja di sini, karena saya merasa badai ini pasti akan segera berlalu," lanjutnya dengan nada sedikit terharu.

Tak sampai setahun terengah-engah membagi napas untuk Lokananta, suntikan dana sekitar Rp25 juta yang diberikan oleh Toko Harapan Musik bagai oksigen penyambung hidup.

"Setelah mendapat suntikan dana, satu persatu keadaan mulai berubah lebih baik, hingga saat ini," kata Titik kembali tersenyum.

Titik mengatakan, kalau sang dermawan ialah pemilik toko rilisan musik Harapan yang terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Solo.

Pemilik Toko Harapan Musik dengan baik hati meminjamkan uang puluhan juta kepada Lokananta tanpa bunga.

"Setiap bulan Lokananta berusaha mencicil dengan memberikan rilisan musik secara gratis yang nilainya sejumlah cicilan hutang," ujar Titik.

Surga yang Apa Adanya

Penasaran dengan wujud Toko Harapan Musik, CNNIndonesia.com lalu mencari alamat yang diberikan Titik.

Selama sekitar 15 menit perjalanan dari Lokananta, akhirnya supir yang mengantar menemukan letak toko tersebut.

Tapi jangan bayangkan toko musik ini berada di dalam mal dengan etalase dan lampu yang mewah.

Toko Harapan Musik berada di deretan ruko pinggir jalan yang berukuran tidak lebih besar daripada kamar kos bertarif Rp400ribu per bulan di Jakarta.

Di antara sesak dan pengapnya, toko ini terlihat masih memiliki kobaran api semangat dalam hal melestarikan rilisan fisik musik berbentuk kaset, CD, VCD dan DVD.

Padahal banyak toko dengan konsep yang sama, yang jauh lebih mewah, yang menutup gerainya dengan alasan tidak ada pasar.

Di sana, CNNIndonesia.com bertemu dengan Ririn, sang istri dari anak pemilik awal Toko Harapan Musik.

"Toko ini sudah berdiri sejak 30 tahun yang lalu. Sebagian besar yang dijual merupakan rilisan fisik dari Lokananta. Jadi mertua saya merasa harus membantu mereka,"Ririn, pemilik Toko Harapan Musik.
Ririn membenarkan, kalau mertuanya dulu pernah meminjamkan uang sekitar Rp25 juta kepada Lokananta.

Hal tersebut dilakukan, karena sang mertua berteman baik dengan pimpinannya serta merasa iba dengan kondisi karyawannya.

"Toko ini sudah berdiri sejak 30 tahun yang lalu. Sebagian besar yang dijual merupakan rilisan fisik dari Lokananta. Jadi mertua saya merasa harus membantu mereka," kata Ririn.

Dalam mengoperasikan toko, Ririn dibantu oleh tiga karyawannya. Sang anak yang masih remaja, terkadang menemaninya, walau lebih sering mendengarkan musik di telepon genggam daripada di pemutar musik analog seperti orang tuanya.

Ririn dan karyawannya membuka toko dari Senin sampai Minggu dari pukul sembilan pagi hingga sembilan malam.

Kalau ada rilisan musik yang dibeli rusak, Toko Harapan Musik akan menggantinya dengan rilisan sama yang baru dalam jangka waktu dua hari setelah pembelian.

Peraturan ini ditetapkan karena Ririn merasa banyak pembeli nakal yang berusaha mencuranginya.

"Ada yang mengembalikan bukan karena rusak, tapi karena enggak suka lalu dirusak-rusakin dan minta diganti rilisan berbeda. Saya menetapkan peraturan itu agar tidak melulu rugi," ujar Ririn.

Alami Cobaan yang Sama

Toko Harapan Musik merupakan satu dari tiga toko musik tradisional milik mertua Ririn yang kini masih eksis di Solo. Kini, usaha tersebut dilanjutkan oleh dirinya dan suaminya.

Selain kegemaran akan musik, Ririn tidak mengerti mengapa mertuanya membuka toko musik.

"Keluarga suami saya memang sangat mencintai musik. Mereka kalau cari kaset tidak perlu buka katalog, sudah hapal letaknya," kata Ririn.

Sama seperti Lokananta, Toko Harapan Musik juga sempat mengalami cobaan. Ririn mengingat, kondisi itu dialami usaha keluarganya ketika musik dalam bentuk mp3 membanjiri pasar pada era 2000-an.

"Di tahun itu, Lokananta kan sempat berhenti berproduksi. Ya kami mau jualan apa? Mencari ke distributor di Surabaya, Semarang dan Jakarta pun susah, karena katanya rilisan fisik tidak laku lagi," ujar Ririn.

Meski begitu, keluarganya tidak putus asa. Mereka tak gentar terus membuka toko, yang nyatanya hingga kini masih didatangi oleh pelanggan setianya, dari orang tua hingga anak muda.

Menolak Modernisasi

Toko Harapan Musik menjual rilisan fisik asli dari musisi lokal maupun internasional, mulai dari album musik instrumen gamelan hingga disko.

Rilisan-rilisan musik tersebut ditumpuk seadanya di rak-rak kayu yang terpaku di dinding. Yang tidak kebagian, dipajang di etalase yang kaca buramnya diterangi lampu bohlam berwarna kuning.

Harganya terbilang lebih wajar dari toko yang ada di dalam mal, karena tidak ada pajak-pajak remeh yang mengikat.

Satu kaset musisi lokal dijual sekitar Rp20ribu hingga Rp25ribu, dan kaset musisi internasional sekitar Rp30ribu hingga Rp35ribu.

Rilisan fisik yang dijual di Toko Harapan Musik. (CNNIndonesia/Ardita Mustafa)
Terkadang Ririn memberikan harga diskon Rp50ribu untuk dua kaset yang dibeli dalam jumlah banyak.

"Pengeluaran kami hanya bayar listrik dan bayar sewa kios. Jadi buat apa menjual dengan harga mahal? Nanti pembeli malah kabur," kata Ririn, yang mengaku tidak pernah mendengar tentang perayaan Record Store Day.

Tetap bertahan hingga kini, tidak membuat keluarga Ririn mencoba membuka toko di dalam mal. Sebenarnya hal itu pernah dilakukan, namun mereka mengalami kegagalan.

"Sudah pernah buka toko di mal, tapi malah enggak laku, jadi kami tutup. Mungkin yang mau beli minder juga kali, masuk ke mal kan harus rapi. Pembeli rilisan fisik kan tidak hanya kalangan menengah ke atas saja," ujar Ririn.

Alasan senada juga diungkapkan Ririn ketika ditanya apakah Toko Harapan Musik berniat untuk berjualan melalui internet.

"Dulu saya pernah mencoba bikin pembukuan di komputer. Hasilnya saya malah pusing sendiri mendata puluhan ribu barang yang ada di sini. Semenjak itu lebih baik semuanya dikerjakan secara manual," kata Ririn tertawa.

"Tapi sering ada yang pesan dari luar Pulau Jawa melalui telepon atau pesan pendek. Kalau ada barangnya, mereka transfer uang, baru kami kirim lewat paket," lanjutnya.

Langganan Jokowi

Sudah banyak orang terkenal yang mengunjungi toko ini, mulai dari musisi Didi Kempot hingga Presiden Joko Widodo.

"Didi Kempot termasuk yang sering datang ke sini. Kalau Pak Jokowi ya hanya mengirim ajudannya. Dia sukanya beli yang lagu-lagu Jawa gitu," ujar Ririn yang mengaku menggemari lagu jazz.

"Tentu saja Pak Jokowi kalau beli di sini ya bayar dong, masa enggak bayar?" lanjutnya sambil tertawa.

Tak seperti yang dirisaukan musisi dan pelaku industri musik selama ini, Ririn tidak merasa takut dengan ancaman pembajakan.

Baginya, pendengar musik sejati pasti tahu kualitas dengan selalu membeli yang asli.

"Sederhananya kata mereka, sayang aja kalau beli bajakan. Sudah keluar uang tapi dapat kaset yang tidak bersegel rapi dan suaranya kacau," ujar Ririn.

"Masih banyak kok yang mau membeli rilisan fisik asli, asal mereka dapat dengan mudah mencarinya," lanjutnya.

Karyawan toko menata barang dagangan di Toko Harapan Musik. (CNN Indonesia/Ardita Mustafa)
Setelah berbincang cukup lama, Ririn mohon undur diri karena harus melayani pembeli lalu menunaikan shalat Maghrib.

Saat itu CNNIndonesia.com mendengar ada seorang pria berusia sekitar 30 tahun meminta dicarikan rilisan fisik dari boy band New Kids On The Block untuk seorang teman di Jakarta.

Tidak diduga, ternyata Toko Harapan Musik masih menjual barang yang dicari.

Toko Harapan Musik merupakan salah satu dari sekian banyak harapan bagi industri musik dunia.

Dari toko ini terbukti kalau membeli rilisan fisik masih menjadi tradisi sakral yang tidak hanya membuat bahagia penggemar dan menguntungkan pemusiknya, namun juga orang-orang di balik layar yang menggantungkan hidup dari lantunan nada-nada yang diciptakan.



(ard/meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER