Jakarta, CNN Indonesia -- Wayang layang-layang putih dengan belasan balon di sekeliling tepiannya itu digerakkan ke sana kemari oleh sang dalang, hingga tampak bagai burung terbang di angkasa.
Laser grafis berwarna-warni yang ditembakkan ke sekujur bidang putih membuat si burung tampil "menor" namun memikat. Itulah L'Oiseau, Sang Burung dari Perancis.
Sang dalang wayang kontemporer ini tak lain kelompok seni Les Remouleurs dari Perancis yang beranggotakan keluarga Anne Bitran, Olivier Vallet dan Gallia Vallet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari ini (30/4), mereka tampil di kawasan Senayan, Jakarta, setelah sebelumnya membuka aksi di Yogyakarta. Dua tahun lalu, Sang Burung sudah mampir Salihara, Jakarta.
[Gambas:Youtube]
"Proyek Sang Burung sudah kami mulai sejak lima tahun lalu di Perancis. Kami memulai pertunjukan dari jalanan sampai masuk ke dalam teater seni," kata Bitran kepada CNNIndonesia.com.
Berbeda dengan penampilan dua tahun lalu, kali ini Les Remouleurs menerbangkan Sang Burung di langit Jakarta bekerja sama dengan beberapa seniman Tanah Air.
Mereka adalah Bob (Komunitas Marjinal Kolektif Jakarta), Heri Dono, Rannga Jadoel, Sugeng Utomo (Yogyakarta), Gepeng Dewantoro dan Wayang Motekar (Bandung). Selain itu, juga berkolaborasi dengan band asal Yogyakarta, Senyawa, yang digawangi oleh Rully Shabara dan Wukir Suryadi.
Bitran menjelaskan bahwa ia sudah bertemu sejak lama dengan para seniman Indonesia. Lalu, berlatih agar mampu menyuguhkan aksi Sang Burung yang memikat.
"Kami sudah bertemu sejak Oktober lalu. Beruntung bisa bekerja sama dengan seniman hebat seperti mereka," Bitran memuji.
Setiap musisi yang terlibat memainkan bagian dan porsi masing-masing. Heri Dono, Bob dan Gepeng membuat sketsa bersama Gallia untuk diproyeksikan ke wayang kontemporer berbentuk burung. Wayang Motekar bersama Olivier megerjakan sisi teknis dan produksi di lapangan. Senyawa mengisi musik selama pertunjukan berlangsung.
Vokalis Senyawa, Rully, mengaku ini merupakan pengalaman dan menjadi tantangan menarik baginya.
"Biasanya kami hanya bermusik sendiri, tapi kali ini tidak. Kami harus bisa bermain musik tapi tidak menonjolkan musik karena ini bukan pertunjukan musik," ujar Rully.
Rully menjelaskan ia harus memperhatikan alur cerita Sang Burung dan visualisasi untuk dapat membuat musik yang sesuai. Senyawa menghabiskan waktu dua minggu untuk latihan bersama Les Remoulers.
"Selama latihan kami selalu melihat gerakan wayang akan seperti apa. Kami membuat musik yang lebih air agar menyatu dengan adegan," lanjut Rully.
Dukungan IFI untuk Sang BurungPertunjukan Sang Burung tahun ini merupakan bagian dari acara Printemps Francais 2016 yang diadakan oleh Institut Francais Indonesia (IFI). Dalam hal ini, IFI memfasilitasi kolaborasi seniman Perancis dan seniman Indonesia.
"Printemps Fraincais selalu mendorong kolaborasi seni Indonesia dan Perancis. Tahun ini, ditandai dengan kolaborasi antara Les Remouleurs dengan seniman Indonesia. Tahun mendatang, festival ini akan dibuka di kota-kota lain di Indonesia," kata Marc Piton, Konselor Kerja Sama dan Kebudayaan Kedubes Perancis merangkap Direktur IFI, dalam siaran pers.
Tidak hanya tampil di Yogyakarta dan Jakarta, Sang Burung akan terbang ke beberapa kota lain: Surabaya, Bandung dan Bali.
Aksi Sang Burung menegaskan bahwa tak ada batasan maupun aturan baku di bidang seni. Setiap pegiat seni leluasa berkarya sesuai imajinasi dan estetikanya.
Tidak hanya berkarya sendiri, melainkan juga berkolaborasi dengan seniman lain. Justru kolaborasi seniman lintas kategori dan negara ini menghasilkan karya memikat, sebagaimana L'Oiseau.
(vga/vga)