Bahasa Jadi 'Sandungan' Reza Rahadian Perankan Rudy Habibie

Munaya Nasiri | CNN Indonesia
Senin, 27 Jun 2016 12:27 WIB
Reza Rahadian kembali memerankan tokoh Habibie di prekuel Habibie dan Ainun, yakni Rudy Habibie. Di film ini Reza memerankan Habibie muda.
Film Rudy Habibie mengangkat kilas balik kehidupan Bacharuddin Jusuf Habibie, masa kecil hingga hijrahnya ke negara Jerman serta pencapaiannya menciptakan pesawat terbang bagi Indonesia. (ANTARA FOTO/Teresia May)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam rangka merayakan ulang tahun presiden ke-tiga Indonesia, BJ Habibie, Hanung Bramantyo dan Manoj Punjabi bekerja sama membuat sebuah film yang berjudul Rudy Habibie (Habibie & Ainun 2). Film ini akan serentak ditayangkan di seluruh Indonesia pada 30 Juni mendatang.

"Film ini serentak dimulai 30 Juni, untuk merayakan ulang tahun Pak Habibie, tanggal 25 Juni. Ada nonton bareng dengan RI 1 dan 2, dan menteri,” ujar Manoj dalam konferensi pers, belum lama ini.

Memang, pada Sabtu (25/6) kemarin, Presiden Joko Widodo hadir memeriahkan ulang tahun Eyang, sapaan akrab Habibie, yang ke-80.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Film Rudy Habibie (Habibie & Ainun 2) ini merupakan kisah masa muda Habibie. Diperlihatkan perjuangannya di tanah rantau, Aachen, Jerman, untuk membangun Negara Indonesia.

Selain itu, diceritakan pula tentang gadis Jerman keturunan Polandia, yang menjadi tambatan hati Rudy saat itu. Sama seperti film pertama, peran Habibie masih dilakoni oleh Reza Rahadian.

Tentu ia tidak merasa kesulitan. Pasalnya, film pertama yang telah dirilis sejak empat tahun lalu itu telah banyak membantunya untuk mendalami karakter Habibie.

"Ini proses recall saya, tapi dengan spirit yang lebih muda dan semangat yang lebih tinggi. [Saya] tidak melepaskan karakter Habibie, cuma jiwa saja yang lebih muda," ujar Reza.

Namun, kali ini tantangan yang harus dihadapi Reza terbilang cukup berat. Film yang banyak mengambil latar di Jerman ini menuntut Reza untuk berbahasa Jerman. Beruntung, sang penulis novel Rudy Habibie, Gina Noer, banyak memberikannya pekerjaan rumah Bahasa Jerman.

"Saya belajar bahasa Jerman dari buku Gina. Les juga, di Millane," katanya bergurau. Millane, yang berperan sebagai penduduk asli Jerman, memang banyak membantu Reza untuk berlatih. Ia sendiri asli keturunan Jerman sehingga mahir berbahasa Jerman.

Kendati ‘tersandung’ soal bahasa, akting Reza mendapat pujian dari Gina.

“[Semua adegan] Reza itu favorit saya," puji Gina.

Di film pertama, Reza dipasangkan dengan Bunga Citra Lestari sebagai Ainun. Namun, untuk film ini ia dipasangkan dengan Chelsea Islan yang berperan sebagai Ilona.

Tak sulit bagi keduanya untuk membangun ikatan batin. Pasalnya, film ini merupakan proyek ke-tiga bagi Reza dan Chelsea. "Saya tidak pernah merasa kesulitan untuk bangun chemistry dengan dia [Chelsea], karena dia sangat open," ujar Reza.

Bagi Chelsea sendiri, mendapati peran Ilona adalah sebuah kebanggaan, sekaligus tantangan baginya. "Dia perawat asing di Ambon dan banyak diajari soal Indonesia. Akhirnya punya rasa nasionalisme dengan Indonesia. Aku terinspirasi dengan Ilona karena Ilona sendiri karakter yang menantang. Dia emosional dan determinasinya tinggi," ujarnya.

Hanya saja, karakter Ilona dalam film seharusnya tidak bebahasa Indonesia. Hal ini diakui oleh sang penulis naskah, Gina, "Ilona karakter asli, beneran ada. Cuman fiksinya adalah bagaimana Ilona bisa berbahasa Indonesia. Tapi Ilona memang cerdas dan pendukung Habibie."

Rupanya tidak hanya itu saja, ada dua karakter sahabat Habibie yang dibuat fiksi. Karakter itu adalah Ayu yang diperankan oleh Indah Permatasari dan Poltak yang diperankan oleh Boris Bokir.

"Karakter fiksi itu Ayu dan Poltak. Aslinya [mereka] dari tiga sahabat Habibie kita jadikan satu," ujar Gina.

Beberapa karakter pendukung juga turut bangga bisa bermain dalam film produksi MD Entertainment ini. Misalnya saja, Dian Nitami sebagai Ibu Tuti, ibu kandung Rudy, Panji Pragiwaksono sebagai Pieter, sahabat Rudy, dan Bastian Steel sebagai Rudy remaja.

Selain memperlihatkan semangat nasionalisme Rudy Habibie, film ini juga menampilkan aspek pluralitas. Hal ini terlihat saat Rudy, yang seorang muslim, bertemu dengan Romo Mangun di sebuah gereja untuk mencari ketenangan.

"Romo Mangun aslinya memang sahabatan banget sama Habibie. Dia ketemu di Jerman. Pas Romo meninggal, Habibie mengurus [secara] spesial pemakamannya. Scene itu salah satu esensi dari film ini. Karena menunjukkan kalau Indonesia negara yang plural," kata Gina. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER