Jakarta, CNN Indonesia -- Melihat cakupan lebih luas, Indonesia dengan berbagai macam tradisi dan budaya berpotensi untuk dipentaskan. Sayangnya, potensi ini tidak begitu dapat digali karena masih belum sehatnya iklim seni pertunjukan di daerah, dari mulai pegiat seni, sistem reward, dan minat penonton yang minim.
Hikmat Darmawan, dari Koalisi Seni Indonesia menuturkan seringkali seniman di daerah tidak mendapat perhatian lebih, terutama mereka yang berpotensi besar. Menurutnya, meski pemerintah daerah atau yang berwenang memiliki dana dalam menaungi seniman dan karyanya, kerap terjadi pada pelaksanaannya tidak atau belum menjangkau target yang tepat.
Seringkali, kata dia, pihak pemegang dana setempat tidak tahu mana yang layak mendapatkannya, sementara dana tersebut mesti dicairkan. Pada akhirnya, pementasan digelar tapi diserahkan seleksinya pada seniman di bawah naungan Event Organizer atau kenalan dekat dari lembaga atau pemerintah setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sehingga, ada acara event seni pertunjukan cukup besar untuk ukuran daerah tapi tidak melibatkan pekerja seni yang benar-benar bekerja untuk seni budaya di daerah tersebut,” ujarnya.
Akibatnya, seniman yang kemudian patut untuk berkarya kemudian masih tetap swadaya dan bergerilya sendiri. Inilah yang kemudian membuat geliat seni pertunjukan menurun.
Geliat pementasan di Padang PanjangBicara akan gerilya kelompok seni daerah dialami oleh Komunitas Sembilan Ruang, yang berbasis di Padang Panjang, Sumatera Barat. Demi mengenalkan bentuk seni pertunjukan ke masyarakat, mereka bergerilya sendiri mementaskan sebuah pertunjukan teater gratis tanpa dipungut biaya.
“Tujuannya memang untuk mengenalkan bentuk seni pertunjukan ke masyarakat, jadi kami tidak pungut biaya,” ujar Rifka Audria, dari Komunitas Sembilan Ruang, yang juga mahasiswa ISI Padang Panjang.
Menurutnya, masyrakat daerah di tempat ia tinggal lebih familiar dengan pementasan tradisionnal seperti randai atau saluang (alat musik). Sementara, bentuk pementasan belum begitu banyak dan dikenali.
Sembilan Ruang dengan anggota aktif mahasiswa dari kampus seni itu lalu menggelar pertunjukan rutin tahunan.
“Kami gelar di Padang Panjang dan Payakumbuh, dengan masuk ke kampung-kampung,” tambah Rifka.
Lalu, bagaimana dengan dana pementasan?
“Kami patungan, karena tidak mudah mendapatkan dana dan rasanya tak ada masalah dengan itu,” ujarnya.
Kelompok seni Sembilan Ruang disebut Rifka hanya satu dari sejumlah kelompok seni yang bertumbuh di Sumbar. Masing-masing didirikan dengan spesialisasi berbeda.
Dua di antaranya, kata dia, ada Sakata dan Hitam Putih. Kelompok seni ini, ada yang fokus pada pertunjukan kontemporer, ada juga yang bertujuan untuk tampil di ajang tingkat internasional.
Geliat seni pertunjukan di daerahnya, diyaini Rifka masih akan terus bergerak, meski harus bergerilya sendiri.
Seni pertunjukan di Bali Sementara itu, di Bali yang kental dengan berbagai jenis pertunjukan yang didominasi suguhan untuk wisatawan, ada beberapa pementasan yang muncul di balai seni atau rumah budaya.
Adhika Anissa, penari yang sudah tinggal beberapa tahun di Bali mengatakan, beberapa seni pertunjukan muncul di gelaran festival seni atau pekan budaya.
“Pekan budaya Bali pernah mengajak para seniman daerah untuk berkumpul dan meramaikan acara,” ujarnya bercerita.
Hanya saja, meski pertunjukan yang sifatnya kontemporer ini mulai banyak dan bertumbuh, eksposur mengenai mereka dapat dikatakan masih minim dan terbatas. Sehingga tidak banyak publik yang tahu.
Kebanyakan pertunjukan seni yang dikenal di Bali lebih pada yang bersifat seremonial atau bagian dari atraksi wisata.
“Padahal, Bali juga memiliki sejumlah pertunjukan yang menarik,” ungkapnya.
Selain pekan budaya, ada juga Denpasar Festival yang menaugi sejumlah komunitas seni, baik yang tradisional maupun kontemporer.
“Eksplorasi luar ruang cukup banyak, dengan pertunjukan di ruang terbuka,” tambah dia.
Dalam dua tahun terakhir, kata dia, ada sebuah ajang yang menyuguhkan seni pertunjukan di pantai, gunung atau air terjun.
Di Bali, seni pertunjukan tetap mengandalkan pengalaman spiritual bagi pelakunya dan ini menjadikannya menarik untuk dinikmati.
(rah/rsa)