Jakarta, CNN Indonesia -- Menjadi salah satu festival musik yang cukup ditunggu, pagelaran perdana LaLaLa Festival akhirnya terselenggara pada Sabtu (5/11) di Terminal Wisata Grafika Cikole, Lembang, Jawa Barat. Seperti yang belakangan tren, festival musik itu mengedepankan suasana alam.
Seperti Glastonbury di Inggris atau RRRECT Fest di Sukabumi beberapa waktu lalu.
Namun festival kali ini sepertinya kurang amunisi. Sejak sekitar pukul 13.00 WIB, pengunjung mulai meributkan keluhan di media sosial. Kebanyakan mengeluhkan macetnya lalu lintas dari Bandung menuju Lembang. Butuh lima sampai tujuh jam utuk mencapai lokasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan informasi yang diterima
CNNIndonesia.com, kemacetan terjadi karena penyelenggara festival yang dipromotori The Group itu tidak berkoordinasi dengan polisi. Volume kendaraan menuju Lembang meningkat, tapi tak ada rekayasa jalan untuk mengurai kemacetan.
Bukan hanya dari segi akses menuju lokasi. Pengunjung juga mengeluh soal berbagai hal mulai venue yang berubah dari rumput menjadi lumpur, panitia yang kurang informatif, sampai perubahan jadwal tampil musisi yang mendadak dan membuat mereka kecewa.
Gelimang lumpur di lokasi masih bisa dimaklumi, meskipun pengunjung beberapa kali terjatuh karena hutan pinus Cikole berubah menjadi medan berlumpur. Hujan mengguyur, tanah jadi lembek, penerangan kurang. Itu dianggap hal biasa. Risiko festival musik di luar ruang.
Bahkan festival sekelas Glastonbury pun masih mengalaminya.
Tapi panitia yang kurang informatif menjadi sorotan utama. Pengunjung tidak mendapat ‘sambutan’ yang diharapkan. Mereka terkesan dibiarkan begitu saja. Padahal mereka bayar tiket masuk. “Konsepnya sudah bagus, tapi kepanitiaan kurang,” kata seorang pengunjung.
Informasi juga tidak disampaikan dengan jelas. Di panggung utama Lalala Stage misalnya. Hampir tidak ada musisi yang tampil sesuai jadwal. Parahnya, panitia tidak menginformasikan hal tersebut pada pengunjung. Bahkan tidak ada info di media sosial.
Jasmine Thompson yang dijadwalkan tampil pukul 18:40 WIB, baru memulai penampilannya pukul 19:46 WIB. Padahal, penampilan Maliq & d’essentials yang seharusnya berlangsung sebelum Jasmine telah dipindah menjadi setelahnya. Kodaline, musisi yang menjadi pamungkas di panggung itu pun berubah jadwal. Lagi-lagi itu tidak disampaikan pada pengunjung.
Alih-alih membuat senang, panggung itu menjadi salah satu tempat pengunjung yang mengeluh berkumpul. “Harusnya bisa dengan pintar diberitahukan melalui media sosial. Perubahan rundown yang penting malah tidak ada di sana,” ujar pengunjung, Dewi Artha Sabrina.
Beruntung kondisi itu tidak merembet sampai ke panggung pendukung, Future Stage. Walau ada beberapa musisi yang tidak tampil sesuai jadwal, pengunjung masih bisa memaafkan karena kondisi panggung lebih baik dari pada Lalala Stage. Salah satunya adalah penerangan.
Tapi panggung lain yang diberi nama Nature Stage, seakan sia-sia. Panggung yang banyak menghadirkan musisi audisi itu sepi pengunjung. Letaknya yang cukup jauh dari area utama menjadi salah satu faktor. Belum lagi, tidak ada musisi yang sudah punya nama pentas di sana. Itu membuat hanya sedikit penonton yang tertarik. Padahal, musisi yang tampil di sana sudah melalui audisi yang tidak main-main, dan tetap layak diapresiasi.
Dengan berbagai kekurangan itu, agaknya slogan 'The FIRST International Forest Festival in Indonesia' yang diusung kurang cocok untuk LaLaLa Festival. Bukan hanya festival itu tidak berstandar internasional dengan berbagai keluhan soal macet, lumpur, dan jadwal.
Tapi LaLaLa Festival juga bukan festival luar ruang pertama yang mendatangkan musisi luar negeri. Sebelumnya sudah ada festival musik RRREC FEST 2016 yang diadakan di Tanakita Camping Ground, Sukabumi, yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gede Pangrango.
Acara itu sudah menghadikan Yellow Fang dari Bangkok, Dirgahayu dari Kuala Lumpur, Sonotanotanpenz dari Fukuoka dan Leanna Rachel dari Los Angeles.
(rsa)