Jakarta, CNN Indonesia -- Dunia perbankan selama ini belum disentuh oleh industri kreatif terutama film, untuk menjadi sumber permodalan. Padahal ada peluang besar di sana. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pun mengupayakan akses lebih mudah terhadap permodalan bagi pelaku perfilman.
Salah satunya dengan program Bekraf Financial Club (BFC), di mana lembaga perbankan dan sineas dipertemukan. Dari situ, mereka memberikan pemahaman tentang model bisnis masing-masing.
"BFC adalah salah satu upaya kami untuk meningkatkan aksesibilitas industri kreatif untuk mengakses produk-produk keuangan dari lembaga perbankan. Ini didasari pada semboyan, 'Kalau tidak kenal ya tidak ada kredit.' Artinya, lembaga keuangan harus mengenal dan menjamin sektor yang dia biayai," ujar Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa (21/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BFC, papar Fadjar, akan dilaksanakan secara berkala di beberapa kota dengan menghadirkan pelaku ekonomi kreatif dari 16 sub sektor, termasuk perfilman, dan mengundang pihak perbankan sebagai peserta. Sejauh ini, beberapa bank sudah berkomitmen untuk mendukung, seperti BNI, BNI Syariah, BRI Syariah, dan Mandiri.
Dalam acara ini, perwakilan pelaku ekonomi kreatif akan memaparkan secara rinci sub sektor yang digelutinya dengan model pembiayaan yang diharapkan bisa didapat dari perbankan. Di sisi lain, pihak perbankan dapat membuat skema pembiayaan yang sesuai bagi pelaku ekonomi kreatif.
"Untuk mendanai industri film, yang saat ini kami lakukan adalah kami ingin mendorong industri keuangan agar melihat industri film sebagai potensi bisnis. Artinya, kami buat ekosistem di industri film jadi kesempatan, karena bagaimana pun ini pendekatannya bisnis. Jika ini dilihat sebagai potensi bisnis, maka perbankan bisa masuk," ujar Fadjar.
Ia menambahkan, "Kami telah identifikasi hambatan ketika bertemu dengan industri ini, salah satunya adalah pemahaman secara umum. Pihak perbankan kalau tidak tahu sektor itu apa, ya tidak akan masuk. Makanya kami beri pemahaman kepada mereka bagaimana industri film sebenarnya."
Pendiri perusahaan film Maxima Pictures, Ody Mulya, mengungkapkan bahwa perbankan perlu mengetahui kelayakan film yang bisa dibiayai. Menurutnya, produser berperan besar dalam mempromosikan dan menjual film. Selain itu, produser juga bisa mempekerjakan pihak ke-tiga untuk mencari sponsor dan mendukung pembiayaan film.
Ody berpendapat bahwa skema berbagi pendapatan (
revenue sharing) bisa dilakukan. Ia mengaku, skema tersebut pernah diterapkannya saat membuat film dengan dua sampai tiga pemegang saham.
"Karenanya, kalau dengan bank mungkin bisa lebih mudah lagi. Nanti tinggal bagaimana keinginan bank dan disesuaikan dengan film yang akan kami buat," ujarnya dalam sesi diskusi.
Ody menjelaskan, struktur biaya dalam pembuatan film cukup bervariasi. Biaya paling besar biasanya terletak di pos produksi, yakni mencapai sekitar 50 persen dari total keseluruhan. Sifat biaya ini pun harus terus berputar dan tidak boleh ditunda agar tidak membengkak.
"Bisa kami pilah-pilah biaya produksinya. Kan ada tiga, yaitu pre-produksi, produksi, dan post-produksi. Kita lihat nanti biasanya pre-produksi 25 persen, produksi 50 persen, dan post-produksi 25 persen. Itu tidak bisa
pending, harus
running terus, kalau tidak nanti makin membengkak."
Direktur Utama BNI Syariah Imam Teguh Saptono menjelaskan, pada dasarnya industri ekonomi kreatif ini bisa menguntungkan jika pihak perbankan mengetahui karakteristik dan bisnis modalnya.
Menurutnya, selama ini kerjasama antara perbankan dan pelaku industri kreatif jarang bisa berjalan, karena tidak terjalin komunikasi dan jaringan antara kedua belah pihak.
Karenanya, Imam optimistis dengan program BFC yang diselenggarakan oleh Bekraf ini. Ia berpandangan, perbankan bisa menjalankan tiga peran dalam kerjasama ini. Pertama, sebagai user atau pemakai dari hasil karya pelaku industri kreatif.
"Contoh, BNI Syariah memanfaatkan film pendek untuk media promosi. Kami sudah
spending, meski belum
financing. Iklan-iklan kami dibentuk dengan film, meski bukan dari rumah produksi yang besar. Bayangkan kalau semua pelaku bisnis jadi user produk-produk pelaku industriu kreatif, maka mereka bisa menjadi subsisten dan tumbuh," ujarnya.
Selain itu, imbuh Imam, perbankan juga bisa berperan sebagai fasilitator. Di sini, perbankan memiliki kemampuan untuk akselerasi pertumbuhan industri kreatif dengan pembiayaan dan lain sebagainya. Menurutnya, hingga kini masih ada kendala dalam hal pembiayaan sektor kreatif, misalnya ketidakadaan pencatatan aliran uang (
cashflow).
"Ke-tiga, yakni peran sebagai developer. Jadi tingkatannya lebih tinggi di mana bank ikut membangun ekosistem industri, bermitra. Karena fungsi dan peran bank itu banyak jaringan, baik itu sisi peminjam, dunia usaha, dan lain sebagainya. Kalau kita bisa bangun itu, ini hasilnya bisa lebih banyak lagi," katanya.
Ia mengungkapkan, BNI Syariah sejauh ini memiliki kemampuan untuk membiayai properti untuk pelaku industri kreatif, misalnya kantor, ruang untuk workshop, dan lainnya. Sistemnya, pihak bank akan membeli terlebih dahulu aset tersebut, kemudian dicatatkan sebagai aset milik bank. Meski demikian, seluruh pemanfaatannya diberikan kepada konsumen.
Selain properti, Imam mengaku ingin mencoba menerapkan wakaf produk dalam bentuk film. Ia bercerita, sebelumnya BNI Syariah pernah menjalankan program
crowdfunding wakaf untuk membeli masjid di Lampung. Ia pun berpikiran untuk menjalankan program serupa untuk film.
"Apakah bisa kita bikin film dengan modal
rising fund wakaf? Kenapa tidak? Sejauh konten film ini baik untuk umat, berisi nilai-nilai syari dan sesuai dengan konsep islami, bukan tidak mungkin kami bikin wakaf film. Uang wakaf kami akumulasikan ke kegiatan produksi, nanti keuntungannya dikembalikan ke kami untuk disalurkan ke kegiatan-kegiatan lainnya," katanya.
Ody Mulya pun menyambut baik ide Imam. "Saya setuju dengan wakaf film. Bisa tinggal kontennya jadi film-film religi. Jadi ini wakaf yang menghasilkan dan itu memiliki nilai jual. Bisa diberikan untuk kegiatan lain hasil dari pendapatan filmnya," ujarnya.