Sineas Dekati Industri Perbankan untuk Suntikan Modal

Resty Armenia | CNN Indonesia
Rabu, 22 Feb 2017 07:32 WIB
Badan Ekonomi Kreatif mengupayakan kemudahan akses permodalan dari sektor perbankan bagi pelaku industri kreatif dengan menggelar Bekraf Financial Club (BFC).
BFC akan mempertemukan pelaku perfilman dengan industri perbankan. (Foto: CNN Indonesia/Resty Armenia)
Direktur Utama BNI Syariah Imam Teguh Saptono menjelaskan, pada dasarnya industri ekonomi kreatif ini bisa menguntungkan jika pihak perbankan mengetahui karakteristik dan bisnis modalnya.

Menurutnya, selama ini kerjasama antara perbankan dan pelaku industri kreatif jarang bisa berjalan, karena tidak terjalin komunikasi dan jaringan antara kedua belah pihak.

Karenanya, Imam optimistis dengan program BFC yang diselenggarakan oleh Bekraf ini. Ia berpandangan, perbankan bisa menjalankan tiga peran dalam kerjasama ini. Pertama, sebagai user atau pemakai dari hasil karya pelaku industri kreatif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Contoh, BNI Syariah memanfaatkan film pendek untuk media promosi. Kami sudah spending, meski belum financing. Iklan-iklan kami dibentuk dengan film, meski bukan dari rumah produksi yang besar. Bayangkan kalau semua pelaku bisnis jadi user produk-produk pelaku industriu kreatif, maka mereka bisa menjadi subsisten dan tumbuh," ujarnya.

Selain itu, imbuh Imam, perbankan juga bisa berperan sebagai fasilitator. Di sini, perbankan memiliki kemampuan untuk akselerasi pertumbuhan industri kreatif dengan pembiayaan dan lain sebagainya. Menurutnya, hingga kini masih ada kendala dalam hal pembiayaan sektor kreatif, misalnya ketidakadaan pencatatan aliran uang (cashflow).


"Ke-tiga, yakni peran sebagai developer. Jadi tingkatannya lebih tinggi di mana bank ikut membangun ekosistem industri, bermitra. Karena fungsi dan peran bank itu banyak jaringan, baik itu sisi peminjam, dunia usaha, dan lain sebagainya. Kalau kita bisa bangun itu, ini hasilnya bisa lebih banyak lagi," katanya.

Ia mengungkapkan, BNI Syariah sejauh ini memiliki kemampuan untuk membiayai properti untuk pelaku industri kreatif, misalnya kantor, ruang untuk workshop, dan lainnya. Sistemnya, pihak bank akan membeli terlebih dahulu aset tersebut, kemudian dicatatkan sebagai aset milik bank. Meski demikian, seluruh pemanfaatannya diberikan kepada konsumen.

Selain properti, Imam mengaku ingin mencoba menerapkan wakaf produk dalam bentuk film. Ia bercerita, sebelumnya BNI Syariah pernah menjalankan program crowdfunding wakaf untuk membeli masjid di Lampung. Ia pun berpikiran untuk menjalankan program serupa untuk film.


"Apakah bisa kita bikin film dengan modal rising fund wakaf? Kenapa tidak? Sejauh konten film ini baik untuk umat, berisi nilai-nilai syari dan sesuai dengan konsep islami, bukan tidak mungkin kami bikin wakaf film. Uang wakaf kami akumulasikan ke kegiatan produksi, nanti keuntungannya dikembalikan ke kami untuk disalurkan ke kegiatan-kegiatan lainnya," katanya.

Ody Mulya pun menyambut baik ide Imam. "Saya setuju dengan wakaf film. Bisa tinggal kontennya jadi film-film religi. Jadi ini wakaf yang menghasilkan dan itu memiliki nilai jual. Bisa diberikan untuk kegiatan lain hasil dari pendapatan filmnya," ujarnya. (res/rsa)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER