Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagai salah satu keturunan India yang memilih berkecimpung di industri perfilman, Manoj Punjabi mewujudkan obsesinya dengan mendirikan rumah produksi MD Entertainment pada 2002 dan MD Pictures pada 2007. Ia mengaku telah tertarik untuk masuk ke industri film sejak kecil.
"Sederhana sekali, saya tertarik dengan film karena film sudah mengalir di darah saya, dari umur 8 tahun saya sudah obsesi, punya passion gila-gilaan terhadap film. Saya sudah tahu sejak kecil akan jadi filmmaker," kata Manoj saat ditemui
CNNIndonesia.com di kantornya, Kamis (30/3).
Bila menelisik latar Manoj, diketahui dia merupakan putra dari Dhamoo Punjabi, adik dari pendiri rumah produksi Multivision Plus, Raam Punjabi. Tak salah bila dia mengatakan obsesinya pada film telah mengalir di darahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jauh, Manoj menyebut gen India yang kental akan budaya film bisa jadi merupakan faktor banyaknya keturunan India di Indonesia berada di industri film.
"Mungkin keturunan Bollywood ini memang gen filmnya lebih kental, apa ya dari segi kreatifnya, cinta filmnya lebih kental, jadi karena kami orang Indonesia juga itu kombinasi yang tepat," katanya.
"Kami mengerti pasar Indonesia maunya apa dan ada keturunan India yang bantu ramu dari sisi komersialnya. Kalau kami buat film sekedar lihat dari unsur yang tidak komersil itu susah," tambah Manoj lebih lanjut.
Meski punya darah India, Manoj menekankan bahwa dirinya tetap warga negara Indonesia yang setia dan loyal. Ia mengaku akan terus berupaya untuk terus berkontribusi terhadap perkembangan industri perfilman dalam negeri.
"Mungkin saya keturunan orang India, tapi saya enggak bisa lebih dari ini. Kalau nasionalisme, saya setia, dan loyalitas saya sangat Indonesia. Ketika ditanya saya orang apa, saya akan jawab Indonesia bukan India, jadi bagi saya itu penting," katanya.
(Bersambung ke halaman berikutnya...)
Walau sejak kecil telah terobsesi dengan dunia perfilman, Manoj bersama ayahnya, Dhamoo Punjabi mengawali langkah dalam mendirikan MD Entertainment melalui dunia sinetron.
"Sinetron itu makanan saya sehari-hari, jadi saya mulai dengan itu. Baru lima tahun kemudian mulai dengan film. Tapi, tahu-tahu 2005 saya sudah siap, dan 2006 saya dapat buku Ayat-Ayat Cinta, mau produksi itu dulu jadi mundur. Hingga saya memulai dengan film Kala punya Joko Anwar," tutur Manoj.
Kesiapan Manoj itu dibuktikan lewat 'penciuman tajam' untuk mewujudkan obsesinya dengan sesuatu yang berbeda.
Memulai dengan Kala (2007) bersama Joko Anwar, Manoj menyebut bahwa dia tahu itu bukan jenis film box office. Namun awal langkahnya seolah benar, film itu meraih penghargaan sutradara terbaik.
MD Pictures melanjutkan kiprahnya lewat film yang diadaptasi dari buku berjudul sama Ayat-Ayat Cinta pada 2008. Menjadi film bergenre romansa religi pertama, film itu meraih 3,7 juta penonton. Bahkan film itu memecahkan rekor penonton terbanyak yang sebelumnya diduduki film Hollywood, Titanic.
Empat tahun berselang, rekor Ayat-Ayat Cinta dipecahkan oleh MD Pictures sendiri dengan karya Habibie & Ainun. Film itu menarik lebih dari 4,6 juta penonton.
"Saya punya ambisi buat film yang top semua. Tidak sekadar, kalau dulu membuat film sebagai proyek, satu film off, satu film off. Sekarang film sudah jadi industri bagi saya," tutur Manoj.
Terlebih, Manoj memandang saat ini penonton film Indonesia telah pintar 'mengendus' mana film baik dan buruk. Pertumbuhan ekonomi di negara ini juga mempengaruhi daya beli masyarakat di mana mereka kini tak lagi enggan mengeluarkan uang untuk menyaksikan film di bioskop.
"Penonton Indonesia mau membayar, makanya beri dong yang bagus. Kalau beri yang busuk, saya tidak salahkan mereka [jika mereka tidak menonton]. Loyalitas orang Indonesia sangat kencang pada lokal," katanya.
Sebagai seorang produser, Manoj pun menaruh harapan pada industri film Indonesia ke depan. Dia berkeras ingin turut membangun industri film nasional, sehingga dapat berjaya di negaranya sendiri.
"Saya ingin film Indonesia bisa mengalahkan film asing, saya ingin bioskop tumbuh dengan proporsi benar, sehingga industri sehat. [Saya ingin] hubungan produser dan bioskop bisa bagus, sehingga berkembang dan jadi mengerti industri ini mau ke mana," ujarnya.