Jakarta, CNN Indonesia -- Museum seni kontemporer pertama Indonesia, Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) memang baru akan dibuka pada 7 November mendatang, tetapi mereka memberi bocoran akan koleksi seni pada pameran perdananya.
Di antara beberapa karya yang akan ditampilkan itu berasal dari nama seniman ternama Indonesia dan juga dunia. Di antaranya terdapat karya Raden Saleh, S. Sudjojono, FX Harsono, Arahmaini, Robert Raushcenberg, Yayoi Kusama dan Jean-Michel Basquiat.
"Eksibisi perdana Museum MACAM akan membahas sejarah seni rupa Indonesia dalam konteks dunia, dan menunjukkan inti dari kedalaman dan keluasan koleksi karya seni rupa pendiri museum Haryanto Adikoesoemo," ungkap Aaron Seeto, dalam pernyataan resminya yang diterima redaksi CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pameran perdana yang ditampilkan seiring dengan pembukaan museum tersebut dikurasi bersama oleh Charles Esche dan Agung Hujatnika. Bertajuk
Art Turns/World Turns: Exploring the Collection of Museum MACAN, ada sekitar 90 karya seni rupa seniman modern dan kontemporer Indonesia dan internasional yang terpilih dari 800 karya seni rupa milik Haryanto.
Pameran perdana itu menampilkan karya dari 70 seniman dari berbagai negara Asia, Eropa dan Amerika.
Haryanto mengungkapkan dirinya telah memulai mengumpulkan karya seni rupa modern dan kontemporer Indonesia sejak 25 tahun lalu. Perlahan, ia memperluas fokus pada karya internasional.
"Ini kali pertama saya berbagi koleksi ini dengan publik, rasanya mendebarkan," ujarnya.
Pameran perdana Koleksi pameran perdana akan mengisi keseluruhan ruang eksibisi yang tersedia di museum yang dibangun seluas 4.000 meter persegi.
Museum dibagi menjadi empat bagian tematis yang menghubungkan karya seni rupa setiap periode dengan gerakan sosial dan politik yang relevan; Land, Home, People (1800an-1945), Independence and After (1945-1965), Struggles around the Form (1965-1998), dan The Global Soup (1998-seterusnya).
Karya Raden Saleh Sjarif Boestaman yang berjudul Javanese Mail Station, 1876. (Foto: Dok. Museum MACAN) |
Selain karya-karya seni dalam negeri, eksibisi ini mencakup karya-karya signifikan berbagai gerakan terkemuka di luar negeri, termasuk Pop Art dari Amerika dan Eropa, Political Pop dan Cynical Realism dari Cina, Superflat dan Mona-ha dari Jepang, dan Dansaekhwa dari Korea.
Karya Sindudarsono Sudjojono yang berjudul Ngaso, 1964. (Foto: Dok. Museum MACAN) |
Selain itu, ada juga karya-karya Indonesia yang ditampilkan belum pernah dipamerkan secara publik sebelumnya, seperti karya Sudjana Kerton, Miguel Covarrubias, Trubus Soedarsono, dan Nashar. Begitu juga dengan sejumlah karya-karya seniman internasional yang belum pernah ditampilkan di Indonesia, seperti karya Robert Rauschenberg, Park Seo-Bo, Mark Rothko, Gerhard Richter, Damien Hirst, dan Yukinori Yanagi.
 Karya Robert Rauschenberg yang berjudul Rush 20 (Cloister Rush Series), 1980. (Foto: Dok. Museum MACAN) |
Charles Esche, kurator pameran mengungkapkan pameran perdana ini mengambil pendekatan koleksi museum dari perspektif sejarah. "Bermula dari penempatan koleksi Indonesia di posisi sentral dalam narasi pameran dan menariknya ke luar ke arah internasional," ujarnya.
Karya Ichwan Noor yang berjudul Beetle Sphere, 2013. (Foto: Dok. Museum MACAN) |
Pameran ini, ditambahkan ko-kurator Agung Hujatnika, mempertanyakan bagaimana seniman Indonesia terhubung dengan dan merespons pergelutan dalam diri mereka sendiri seiring dengan wacana sejarah yang lebih luas.
Dari beberapa karya yang dipamerkan pertama oleh Museum MACAN itu, diantaranya dibagi dalam beberapa tema besar.
Dalam tema Land, Home and People misalnya, ada karya Raden Saleh berjudul
Javanese Mail Station yang dibuat pada 1876. Ada juga Miguel Covarrubias dengan
Map of Bali with the Rose of the Winds (1930) dan Walter Spies dengan
Sawahlandschaft mit Gunung Agung. Karya walter Spies yang berjudul View Across The Sawahs To Gunung Agung (Sawahlandschaft Mit Gunung Agung). (Foto: Dok. Museum MACAN) |
Pada tema ke-dua, masa antara 1945 hingga 1965. Di bagian ini karya seniman modern Indonesia yang terkemuka, di antaranya karya Sindodarsono Sudjojono, berjudul
Ngaso (1964), Dullah dengan karyanya
Bung Karno di tengah Perang Revolusi (1966), Sudjanan Kerton dengan karyanya
Akibat Pemboman di Lengkong Besar Bandung, 1945 yang dibuat 1979, serta karya Srihadi Soedarsono, berjudul
Landscape (1962).
Karya Sudjana Kerton yang berjudul Akibat Pemboman di Lengkong Besar Bandung, 1945-1979. (Foto: Dok. Museum MACAN) |
Pada bagian Struggles Around the Form, periode 1965-1998, pameran menampilkan karya-karya abstrak dan figuratif seniman Indonesia dan luar negeri yang tampil cukup mencolok. Di antaranya ada karya Robert Rauschenberg, AS berjudul
Rush 20 (1980), Atsuko Tanaka, Jepang berjudul
Untitlted (1963), Arahmaiani, Indonesia dengan
Lingga-Yoni (1994) dan Gerhard Richter, Jerman dengan
Abstraktes Bild (1991).
Karya Tanaka Atsuko yang berjudul Untitled, 1963. (Foto: Dok. Museum MACAN) |
Pada bagian ke-empat, The Global Soup periode 1998-dan seterusnya, ada perubahan signifikan di Indonesia dan seniman internasional. Beberapa yang jadi sorotan dalam pameran di antaranya karya Yayoi Kusuma, dari Jepang berjudul
Infinity Mirrored Room--Briliance of the Soulds (2014), Ichwan Noor, Indonesia dengan
Beetle Sphere (2013) Jeff Koons, AS dengan karyanya
Hulk (Wheelbarrow), dan Wang Guangyi dari China dengan
Andy Warhol (2002).
Karya Wang Guangyi yang berjudul Andy Warhol, 2002. (Foto: Dok. Museum MACAN) |
Pameran perdana
Art Turns/World Turns: Exploring Museum MACAN ini berlangsung dari 7 November 2017 hingga 18 Maret 2018.