Jakarta, CNN Indonesia -- Kemenangan
The Shape of Water di Oscar 2018 atas kategori puncak Film Terbaik masih menyisakan sejumlah pertanyaan alasan film dengan kisah cinta ganjil manusia dengan monster itu mampu menjadi yang terbaik.
Kisah yang diangkat Guillermo del Toro memang bukan hal yang baru. Hollywood tercatat sudah banyak menghasilkan film yang mengisahkan cinta ganjil antara manusia dengan monster.
Sebut saja
King Kong (1933) yang juga dibuat dalam bentuk modern pada 2005, dan juga dibuat ulang pada
Kong: Skull Island (2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pun film soal monster juga kadung banyak dibuat sepanjang sejarah Hollywood, sebut saja
Frankenstein (1931) atau kisah yang lebih gelap dan jahat seperti serial
The Mummy.
Namun
The Shape of Water menang bukan hanya sekadar bermodal kisah fantasi gelap percintaan wanita janitor dengan makhluk laut yang tengah diteliti. Ada sejumlah alasan yang bisa menegaskan film ini layak menang Oscar.
Bukan Cuma Kisah MonsterMenurut profesor dari Syracuse University sekaligus penulis buku
A Place of Darkness: The Rhetoric of Horror in Early American Cinema, Kendall Phillips mengatakan ada keunikan cara Guillermo Del Toro dalam mengisahkan film ini ketimbang film monster lainnya.
Phillips yang mendalami retorika kontemporer ini mengatakan kesan monster sudah menjadi pemahaman umum akan membuat penonton untuk takut.
 Guillermo del Toro memeriksa amplop Best Picture saat Oscar 2018. (AFP PHOTO / Mark RALSTON) |
Namun di sisi lain, cerita monster yang dibuat humanis mampu membangkitkan simpati dari penonton yang notabene manusia.
Hal ini yang dipertegas oleh Guillermo del Toro dalam
The Shape of Water. Kesan humanis yang kuat mampu membuat film ini sejajar dengan genre drama yang biasanya langganan menang Oscar.
"Lucunya di waktu yang sama ketika Universal merilis film dari Dark Universe,
Guillermo del Toro merilis sebuah film yang merupakan sebuah surat cinta yang indah untuk era tersebut, yang benar-benar menangkap semangat monster tersebut dengan indah," kata Phillips, seperti dikutip dari
AFP.
Ia mengatakan
The Shape of Water terbukti menjadi obat penawar yang sempurna bagi perang budaya yang terjadi di Amerika Serikat yang memecah belah, seperti pesan dari sejumlah elitis yang membuat sebuah golongan takut akan golongan lainnya.
"Di sini kita memiliki film yang mengisahkan sebuah cerita cinta yang amat indah, tentang dua entitas yang merasa terkoneksi dan bukan bagian dari dunia, dan mereka ternyata mampu menjembatani jurang yang ada itu." kata Phillips.
Daya Pikat Guillermo Del ToroBila akademisi menilai konsep yang ditawarkan oleh
The Shape of Water berhubungan dengan cara penuturan Del Toro, maka
Vulture menemukan fakta lain. Pesona sutradara Meksiko itu telah menyihir para juri Oscar.
Hal itu diketahui dari salah satu komentar anggota The Academy of Motion Pictures Arts and Sciences alias AMPAS selaku penyelenggara sekaligus penilai film-film peserta Academy Awards.
Guillermo del Toro diketahui hadir menjadi salah satu narasumber dalam pembahasan film
The Shape of Water dalam acara penayangan bersama anggota AMPAS.
Kegairahan Del Toro dalam menjawab hujan pertanyaan dari para anggota AMPAS membantunya memenangi hati para juri.
 Guillermo del Toro. ( Frazer Harrison/Getty Images/AFP) |
"Guillermo itu benar-benar orang yang amat menyenangkan yang pernah ada," kata salah satu anggota AMPAS saat ditanya
Vulture.
"Mendengar Guillermo membicarakan inspirasinya untuk film ini dan apa yang ingin ia sampaikan dan bagaimana ia ingin menyentuh orang lain, itu bergema di saya," kata anggota AMPAS lainnya.
Hasrat Guillermo Del Toro yang berapi-api mengisahkan
The Shape of Water ini yang tak ditemukan dari sineas pesaing dia lainnya, seperti tak mungkin mengharapkan Christopher Nolan mengisahkan soal film cinta yang mendayu-dayu.
Disukai Juri SeniorFakta lainnya yang ditemukan terkait pemilihan
The Shape of Water sebagai Film Terbaik Oscar di luas aspek kualitas adalah film ini telah menarik hati para pemilih Oscar yang lebih tua.
Para pemilih pemenang Oscar yang senior disebut lebih cenderung memilih film dengan latar dan cerita yang digunakan
The Shape of Water.
"Di antara banyak hal luar biasa lainnya, film ini adalah sebuah surat cinta untuk Hollywood dan perfilman," kata seorang juri Oscar kepada
Vulture.
"Ini film favorit pencinta film," tambah juri lainnya.
The Shape of Water disebut memiliki banyak kesamaan kualitas dengan
The Artist (2011) yang juga memenangkan Film Terbaik pada 2012.
Kedua film tersebut disebut memiliki teknik sinematika kuno yang mampu mempengaruhi juri senior. Pun, keduanya juga memiliki karakter utama yang bisu.
[Gambas:Youtube]
Pengaruh Sosial-PolitikKemenangan
The Shape of Water disebut juga bisa dipengaruhi oleh sosial-politik yang bergejolak di Amerika Serikat. Tak bisa dipungkiri, pihak juri juga memikirkan dampak politis pemilihan jawara Oscar.
Disebutkan
Vulture, bila juri memilih
Three Billboards Outside Ebbing, Missouri, maka itu akan menjadi keputusan yang cukup kontroversial terutama tentang tanggung jawab negara untuk melindungi warganya.
Bila
Get Out yang dipilih, pihak The Academy dapat menyadari keputusan tersebut akan menegaskan politik rasial yang terjadi, bukan hanya di Amerika Serikat tapi juga di negara lainnya.
[Gambas:Video CNN]Sedangkan kemenangan
The Shape of Water disebutkan berlandaskan hal yang sederhana: karena juri Oscar amat menyukainya.
Pada akhirnya, bila sebagian besar juri telah bergulat dengan segala hal drama kehidupan, kisah cinta romantis sederhana lintas batas yang ganjil dari Guillermo del Toro adalah oase yang menyejukkan.
(end)