Jakarta, CNN Indonesia -- Segelas kopi dan sejumlah batang rokok sering menemani
Ismail Marzuki di malam hari kala membuat lagu.
Sampai dini hari, ia menulis lirik dan membuat musik dalam ruangan khusus di rumahnya yang terletak di Kampung Bali, Tanah Abang.
Dalam ruangan juga itu terdapat delapan alat musik yang ia kuasai. Alat musik tersebut adalah harmonika, mandolin, gitar, ukulele, biola, akordeon, saksofon dan piano.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka dari itu bapak kena paru-paru basah, begadang sambil merokok untuk buat lagu," kata Rachmi, anak semata wayang Ismail Marzuki.
Aa, panggilan akrab Ismail ketika di rumah, juga sering membuat lagu secara spontan dari kejadian yang ia lihat, seperti lagu
Kr. Pasar Gambir dan Stambul Anak Jampang.
Lagu itu tercipta setelah bertamasya ke Gambir. Contoh spontanitas Ismail dalam membuat karya juga tercermin dalam lagu
Sampul Surat yang dibuat setelah melihat surat dari mantan pacar istrinya.
Lembaga Manajemen Kolektif Karya Cipta Indonesia (LMK KCI) mencatat ada 337 lagu yang dibuat oleh Ismail.
Sembilan di antara karya Ismail pun menjadi lagu wajib nasional, yaitu
Gugur Bunga, Halo Halo Bandung, Ibu Pertiwi, Indonesia Pusaka, Melati di Tapal Batas, Mengheningkan Cipta, Rayuan Pulau Kelapa, Selamat Datang Pahlawan Muda, dan
Sepasang Mata Bola.
 Ismail Marzuki (paling depan). (Arsip Taman Ismail Marzuki) |
Komponis Addie MS merupakan salah satu musisi yang mengagumi Ismail. Ia pernah membuat satu album bersama istrinya, Meidyana Maimunah (Memes), yang berisikan sembilan lagu karya Ismail.
Album yang dirilis 2014 silam itu diberi tajuk
Lief Java. Nama itu diambil dari perkumpulan orkes yang diikuti Ismail pada 1936. Kala itu, Ismail tampil sebagai pemain gitar, saksofon dan organ.
Addie tertarik karena saat itu belum ada yang membawakan lagu Ismail secara orkestra. Selain itu ia juga terinspirasi dari
Great American Songbook yang berisikan lagu-lagu abadi Amerika.
Indonesia, kata Addie, pasti juga memiliki lagu abadi seperti Amerika. Musisi asal Jakarta ini lalu melakukan riset dan menentukan lagu apa saja yang akan masuk dalam album tersebut.
"Ketika saya sebut satu lagu, itu karya Ismail. Saya sebut lagu lain, karya Ismail juga. Jadi enggak sengaja album itu jadi banyak lagu Ismail, hanya ada satu lagu ciptaan Is Haryanto," kata Addie kepada
CNNIndonesia.com di kediamannya beberapa waktu lalu.
Addie bersama pianis Twilite Orchestra, Glen Dauna, mencari
chord-chord lagu di internet. Dari beberapa versi yang ditemukan, Addie mengamati dan memilih yang paling serupa dengan versi asli.
Melewati berbagai eksplorasi, Addie ingin membuat musik orkestra dengan sedikit sentuhan jazz. Hal itu membuat ia memasukkan sejumlah
chord jazz pada beberapa bagian.
"Sebenarnya enggak ada kesulitan, kita yang membuat kseulitan sendiri dengan chord jazz.
Chord jazz itu cenderung sulit," kata Addie.
 Addie MS adalah salah satu penggemar Ismail Marzuki. (CNNIndonesia/Endro Priherdityo) |
Semua lagu itu direkam di Smecky Music Studio, Praha, Republik Ceko. Pun begitu musik yang dimainkan oleh City of Prague Philarmonic Orchestra.
Usaha Addie berbuah manis ketika album tersebut rampung dan dijual dengan harga Rp125 ribu per keping.
Lief Java sempat dipajang para rak terdepan di salah satu jaringan toko musik laris. Sayang, tak berapa lama toko itu bangkrut.
"Kami rugi membuat album ini, biara produksi sekitar Rp400 juta. Akhirnya kami borong album itu dan sekarang kami jual secara online," kata Addie.
Meski rugi Addie tidak pernah menyesal membuat album itu. Ia merasa puas membuat lagu dari salah satu legenda musik Indonesia.
"Melodi lagu Ismail Marzuki itu kuat, seperti lagu Juwita Malam sangat to the point. Secara keseluruhan karya Ismail Marzuki autentik," kata Addie.
Selain Addie, band Endank Soekamti juga pernah membawakan ulang karya Ismail. Pada November 2015 mereka merilis lagu
Rayuan Pulau Kelapa bersamaan dengan perilisan musik video.
[Gambas:Youtube]"Kami memilih lagu itu karena sudah menjadi klasik. Selain itu juga merupakan paduan yang sangat indah antara notasi dan liriknya," kata gitaris Dory kepada
CNNIndonesia.com.Endank Soekamti ingin memberikan nuansa muda pada lagu yang dirilis 1944 itu. Oleh karena itu, suara distorsi gitar ala band asal Yogyakarta tersebut pun dimasukkan.
Untuk gaya bernyanyi, Endank Soekamti pilih menyanyikan dengan paduan suara agar terasa semangat. Suara yang ada pada lagu itu merupakan suara semua personel dan kru Endank Soekamti.
Kekuatan dari karya Ismail, kata Dory, adalah orisinalitas dan kualitas. Dua hal itu menjadi alasan banyak karya Ismail yang dikenal hingga saat ini.
"Yang membuat lagu bertahan saya kira adalah sikap mental yang jujur dalam mencipta. Saya kira benarlah frasa yang mengatakan 'apa yang diciptakan dari hati akan sampai ke hati,'" kata Dory.
(end)