Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok
Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTLRUUP) akan membubarkan diri setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menarik
RUU Permusikan dari Program Legislasi Nasional (
Prolegnas) 2019.
Humas KNTLRUUP, Wendi Putranto, mengatakan gerakan yang ia itu akan membentuk organisasi baru.
Dalam diskusi di Toko MusikBagus, Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Wendi menjelaskan organisasi nanti akan mengawal perbaikan dan perubahan tata kelola industri musik Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menegaskan usaha belum selesai setelah RUU Permusikan ditarik.
"Tapi membuat jalan baru yang bukan hanya berisikan (mantan anggota) KNTL saja tapi semua elemen musik yang ada di Indonesia juga asosiasi yang ada di industri musik. Enggak bisa sendirian hanya KNTL, kita harus bareng untuk merumuskan suatu yang baru," kata Wendi.
Wendi melanjutkan, "Suatu agenda yang bisa benar-benar menunjukkan kesejahteraan. Entah itu menuju musyawarah musik nasional atau tahapan regulasi baru yang mengatur tata kelola musik. Yang penting kami semua komitmen lanjutkan perjuangan."
Menurut Wendi, salah satu masalah mendasar industri musik yang belum dituntaskan negara adalah royalti. Meski sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, hal itu menurutnya belum ada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sebagai panduan implementasi.
 Humas KNTLRUUP, Wendi Putranto mengatakan organisasi itu akan membubarkan diri dan fokus pada advokasi kesejahteraan musisi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Salah satu regulasi royalti yang belum jelas dan tuntas adalah royalti terhadap musik format digital. Pria yang juga manager band Seringai ini merasa royalti digital belum memberikan manfaat besar bagi pencipta lagu.
"Dulu royalti digital itu dari
RBT [
ring back tone]. Tapi RBT yang sangat merasakan itu label rekaman. Baru
RBT yang besar (bagi label bukan bagi pencipta lagu), (digital) yang lain kecil," kata Wendi.
Wendi menilai UU Hak Cipta harus bisa memperjelas dan mempertegas sejauh mana memberikan manfaat kepada pelaku musik. Bila UU tersebut belum sempurna bisa membuat regulasi turunan yang menjelaskan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis lebih rinci.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Amity Asia Agency, Nadia Yustina, menjelaskan hal serupa.
Sebagai orang bekerja di bidang
booking agent, Nadia berpendapat saat ini banyak musisi yang belum tergabung dalam publisher dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), padahal dua pihak tersebut bertugas mengumpulkan royalti.
Masalah lain dalam industri musik adalah publikasi dan edukasi kepada musisi mengenai pajak. Berdasarkan data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), musik hanya menyumbang 0,47 persen dalam Pendapatan Negara Dari Pajak.
"Sudah berapa persen musisi yang taat pajak? Musisi bukan enggak mau bayar pajak, tapi enggak mengerti menghitungnya bagaimana. Perlu ada yang gerak untuk sosialisasi," kata Nadia.
 Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi |
(adp/end)