Jakarta, CNN Indonesia --
Suasana Jakarta siang jelang penghujung Desember 2020 itu cukup gerah dan jalanan tetap padat seperti saat sebelum pandemi, namun Rifan Kalbuadi masih memiliki banyak cerita.
"Pandemi, saya mulai suka menanam. Saya juga mulai ternak lele," kata Rifan lalu tertawa di balik maskernya kala berbincang santai dengan timnya dan CNNIndonesia.com dalam kesempatan itu. "Enggak pernah terbayang saya bakal menikmati, tapi itu terapeutik banget,"
Cerita soal kebiasaan baru Rifan itu adalah sebagian dari kisahnya dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com di tengah keterbatasan dan kekakuan karena menerapkan protokol kesehatan akibat pandemi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masker selalu terpasang rapat di wajah dan wawancara berjarak lebih dari semeter serta hand sanitizer tersaji di atas meja alih-alih kopi, sungguh menjadi pengalaman wawancara yang ganjil akibat pandemi. Namun musisi indie berusia 25 tahun itu sama sekali tak mengeluh.
Sepanjang percakapan, kami membahas banyak hal bukan hanya lele, mulai dari single Rifan yang baru dirilis pada 19 Desember 2020 bertajuk 5207 (Rifan memastikan single itu bisa dibaca "lima-dua-kosong-tujuh" atau bisa dalam versi bahasa Inggris), hingga pengalamannya mengurus sendiri musik yang ia ciptakan.
[Gambas:Instagram]
Nama Rifan Kalbuadi mungkin belum setenar temannya, Nadin Amizah, yang meroket dalam beberapa tahun terakhir. Keduanya terbilang akrab dan pernah duet bersama di sebuah video yang diunggah oleh Rifan di akun YouTube miliknya beberapa tahun lalu.
Rifan sejatinya telah berkarier sebagai musisi sejak 2016 dengan menelurkan sebuah single usai sebelumnya lebih dikenal sebagai musisi jebolan YouTube.
Namun pada 2017, ia memutuskan 'banting stir' dengan keluar dari label dan menjadi musisi independen. Ia pun mengeluarkan sebuah EP bertajuk Statis pada tahun itu. Empat lagu dalam album itu semua ditulis dan diproduksinya sendiri.
Penerimaan dari penggemarnya pun terbilang hangat. Hingga awal Januari 2021, lagu Daraku yang menjadi bagian dalam EP tersebut telah didengar lebih dari 244 ribu kali di Spotify, dilanjutkan dengan Over You dengan 29 ribu kali didengar, dan Terantai dengan 51 ribu kali didengar.
Capaian itu terbilang baik untuk musisi muda yang menulis, mengomposisi, memproduksi, hingga mengurus promosi dan desain album, sendirian tanpa bantuan perusahaan besar. Ia hanya dibantu oleh tim berjumlah segelintir orang yang ia percaya.
[Gambas:Youtube]
Tiga tahun berselang, pada Maret 2020, Rifan merilis single bertajuk Temporary Hours. Lagu berbahasa Inggris ini terbilang beda dibanding era Statis, Rifan lebih sendu dengan permainan vokal falsetto yang dominan. Secara lirik pun, terbilang ada peningkatan.
Kembali, lagu itu mendapatkan sambutan yang hangat. Per Januari awal 2021, Temporary Hours telah didengar lebih dari 276 ribu kali, jauh lebih tinggi dibanding Daraku, lagu paling populer dalam EP Statis.
Tapi ternyata, lagu itu juga salah satu aksi 'banting stir' yang lain darinya. "Iya saya banyak banting stir," katanya sambil tertawa di sela-sela wawancara rubrik Runtai CNNIndonesia.com ini.
5207 ini rilis beberapa bulan setelah Temporary Hours, masih ada kaitannya?
Iya ini rilis hampir setengah tahun [setelah Temporary Hours], dan ini sekuel sebenarnya. Kelanjutan dari Temporary Hours. Nanti di video klip ada ceritanya dari yang pertama.
Kau mengatakan di Instagram, ini soal nenekmu yang telah tiada, turut berduka cita sebelumnya.
Iya betul, terima kasih. Saya lumayan dekat dengan mendiang. Kami satu keluarga bisa disebut kompak, kami senang bersama, ketika berduka juga kami bareng-bareng. Sangat kompaklah.
Kemudian, nenek kena kanker. Januari [2018] dibawa ke rumah sakit, kami enggak sadar itu kanker karena cuma sakit perut biasa. Kemudian didiagnosa kanker kolon. Kami semua kaget karena tidak pernah ada riwayat kanker atau apa pun di keluarga kami. Ini yang pertama kali. Beliau dirawat kurang lebih tiga bulan, masuk Februari 2018, dan Mei meninggalnya.
[Gambas:Instagram]
Itulah kenapa dirimu terdengar begitu kehilangan di 5207..
Soalnya itu pengalaman kematian pertama saya. Kakek dari ayah dulu meninggal, tapi 1999, saya masih kecil sekali dan belum punya dinamika emosi sebesar sekarang. Kemudian sekarang bisa melalui sebuah perjalanan melawan kanker dari awal hingga terakhir, walaupun mendiang [nenek] wafat. Itu sesuatu yang baru buat saya dan keluarga.
Tentu dinamika emosi yang saya hadapi ini belum pernah saya hadapi sebelumnya seumur hidup saya, jadi itu cukup mengejutkan buat saya dan bagaimana menghadapinya.
Beratkah saat menulis lagu ini?
Lebih ke lega sih sebenarnya, karena memang pada saat itu emosinya cukup besar sekali dalam diri saya dan pada akhirnya harus diluapkan melalui karya dan memang itu cukup cepat penulisannya.
Enggak lebih dari sehari menulis dan produksinya, jadi memang benar-benar ingin menulis saja dan spontan, dan akhirnya jadi.
Saya pun enggak ada niat seperti "saya ingin hari ini menulis lagu". Enggak ada. Memang momentumnya lagi berduka, ingin mengeluarkan sebuah emosi, dan terjadilah pada hari itu.
Namun yang menarik, suasana antara 5207 dan Temporary Hours cenderung sama.
Iya, suasananya sama. Ha-ha-ha. Enggak terpikirkan sebenarnya untuk bikin semuanya seragam, karena Temporary Hours itu yang terakhir dibuat, dan 5207 ini terjadi 2018, sudah dua tahun. Kami produksi penuh baru 2019 dan dirilisnya sekarang.
[Gambas:Youtube]
Kisah Rifan Kalbuadi mencari jati diri dalam bermusik ada di halaman selanjutnya..
Statis dirilis 2017, Temporary Hours dirilis Maret 2020, kenapa bisa begitu lama?
Redefinisi musik sebenarnya. Saya butuh waktu untuk meredefinisi diri saya sebagai musisi, melihat bahwa sebenarnya saya bisa melakukan lebih. Saya bisa mengulik "apa sih yang bisa gue mainkan kepada orang-orang?", "apa yang gue nikmati dalam musik untuk dibawa ke orang-orang?".
Mungkin saya tidak cukup puas secara penuh saat era Statis itu, ya karena baru masuk industri, tentu banyak belajar dengan melihat arus pasar. Semakin hari saya merasa bahwa bukan itu yang saya mau.
Akhirnya saya belajar lebih banyak soal musik dan mencari referensi baru dan memaknai apa sebenarnya musik buat diri saya dan apa yang saya inginkan ketika orang melihat saya saat bermusik.
Dan apa yang kamu dapatkan?
Banyak banget. Saya tentu meningkatkan kemampuan menulis lagu, lebih percaya diri, karena pola pikir saya sudah berubah dan berevolusi. Sekarang saya mau menulis musik untuk diri saya sendiri, meluapkan emosi, jadi lebih seperti seni pada seharusnya, musik pada seharusnya. Idealisme saya pasti lebih kencang dari sebelumnya.
[Gambas:Youtube]
Cara pembawaan saat Statis dan sekarang juga berbeda..
Ya, ini lebih gelap. Ini sisi yang sudah lama saya punya dan ingin saya tunjukkan ke orang. Sudah lama saya simpan cuma saya belum tahu bagaimana cara menunjukkannya, dan belum percaya diri pada saat itu [era Statis].
Pada era Statis, mungkin pemilihan nada, pemilihan kata, itu masih zona aman bagi saya. Saya enggak banyak bereksplorasi, dan mencari suara yang frekuensinya banyak di Indonesia.
Dalam tiga tahun itu, saya banyak mengulik, banyak menonton musisi luar yang mungkin punya sound yang aneh-aneh dan bisa saya terapkan dalam sekarang ini.
Dari mana saja referensinya?
Kalau kiblat saya bermusik dalam tiga-empat tahun terakhir ini saya sangat mengidolakan Bon Iver, lebih tepatnya Justin Vernon, dan proyek-proyek dia di BRM [Big Red Machine].
Menurut saya, musiknya out of world banget dan untuk keep up dengan Bon Iver juga saya sebenarnya enggak bisa. Saya hanya bisa memetik permukaannya saja.
Dia musisi bertalenta banget dan sangat sensitif, hanya dia dan Tuhan yang tahu apa yang dia tuliskan. Saya banyak melihat dari diskografinya Justin Vernon, dari album pertamanya sampai yang terbaru.
 Justin Vernon dari Bon Iver. (AFP/Ben Gabbe) |
Sempat ada kekhawatiran saat meninggalkan era Statis dan memulai era Temporary Hours yang lebih eksperimental?
Enggak sih sebenarnya. Saya percaya musik yang jujur akan selalu menemukan jalannya sendiri ke pendengarnya. Jadi ya tujuan saya bermusik adalah membagikan cerita saya dalam sebuah karya lagu, tentunya ketika saya menuliskan lagu dengan jujur dan seada-adanya, suatu kali akan sampai ke pendengarnya, siapa pun itu. Khawatir? Tentu tidak.
Bagaimana tanggapan penggemar soal era saat ini?
Alhamdulillah sejauh ini apresiasi mereka luar biasa banget. Di luar ekspektasi sebenarnya. Soalnya dari album sebelumnya dengan saat ini kan agak berbeda, tapi mereka alhamdulillah menyesuaikan dengan Rifan yang saat ini dan banyak berterima kasih kepada mereka dan semua orang yang sudah mendengarkan dua single ini, sejauh ini.
Berarti, Temporary Hours dan 5207 bakal jadi satu album?
Tentunya. Ini semua akan masuk dalam sebuah album. Ini seperempat dari albumnya, karena dinamika dalam [pembuatan] album cukup besar. Tapi tema yang saya angkat dari album itu masih sama, yaitu soal kesehatan mental, refleksi hidup saya selama beberapa tahun berkarier dalam musik ini.
Isu-isu dalam album pun berbeda dan beragam, bukan cuma kesehatan mental secara umum, tapi lebih spesifik lagi. Intinya sih refleksi dalam tiap bab kehidupan saya.
[Gambas:Instagram]
Berat sekali sepertinya ya hidupmu, apa juga menulis soal cerita dari orang lain?
Ha-ha-ha, enggak berat banget sih sebenarnya. Saya enggak bisa menulis soal kehidupan orang lain. Saya sangat egoistik dalam penulisan lagu, "itu harus tentang gue, titik". Soal keluarga juga harus sesuatu yang saya lalui.
Saya enggak bisa menulis dalam perspektif orang lain karena saya tak bisa merasakan apa yang ia rasakan. Terutama di karya-karya terbaru ini, murni yang ingin saya ceritakan tanpa ada campur tangan siapa pun.
Jadi, album sudah berapa persen rampung?
[Diam sesaat] Hmmm.. 50 persen.
Bikin musik sendiri, inspirasi banyak datang dari mana?
Saya sering banget ditanya soal itu, cuma saya pikir tak ada formula bagaimana ide itu bisa muncul. Kadang, saat emosional saja belum tentu bisa menulis lagi, dan belum tentu lagi mood bisa menulis.
Jadi saya secara personal tidak ada formula untuk menulis dan enggak ada tempat khusus juga, tapi kamar mandi sih. Ha-ha-ha. Biasanya lagi mandi, terus muncul ide. Jadinya keluar dulu, bikin di voice recorder, habis itu balik lagi. Ha-ha-ha. Memang biasanya dari voice note dulu, baru kemudian duduk dan garap dari situ.
Apa pesan dirimu buat penggemar soal musik sekarang?
Jujur saja dengan dirimu sendiri. Musik mesti jadi platform di mana kita bisa jujur jadi diri sendiri, dan saya pikir ekosistem [musik] akan lebih segar dan bervariasi kalau kita jujur sama diri sendiri.
Saya selalu mendorong orang untuk menulis musik, enggak peduli mau akan seperti apa lagu itu. Ketika mereka percaya dan percaya diri dengan lagu itu, ya PD saja. Musik yang jujur akan selalu menemukan pendengarnya meski musik itu dianggap jelek. Saya sudah membuktikan itu dengan karya saya.
[Gambas:Youtube]