Dari sekian banyak tokoh sejarah Islam, Syekh Abdul Qadir Jailani menjadi salah satu yang paling populer. Kiprahnya sebagai pendakwah tasawuf dan penulis terus diingat sebagian besar Muslim dari masa-masa.
Abdul Qadir Jailani tidak menjadi tokoh Islam kenamaan secara instan. Ia menimba ilmu dari berbagai ulama secara bertahap hingga memiliki wawasan luas yang kemudian ia bagikan kepada orang lain.
Lihat juga:Hukum Bermusik dalam Islam |
Menengok ke belakang, ia lahir pada tanggal 1 Ramadan 470 H atau 1078 Masehi di kota Naif yang kini menjadi Provinsi Mazandaran, Iran. Namun, riwayat lain ada yang mencatat bahwa ia lahir pada 2 Ramadan 470 H.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masa kecil Abdul Qadir Jailani bisa dibilang kurang akan kehadiran sosok ayah. Pasalnya ia terlahir sebagai anak yatim, ayahnya yang bernama Abu Saleh meninggal lebih dulu sebelum Abdul Qadir Jailani lahir.
Namun, hal itu tidak menjadi halangan bagi Abdul Qadir Jailani untuk menjalani hidup. Ia mulai mengenyam pendidikan di kota kelahirannya hingga akhirnya memutuskan pergi ke Baghdad pada usia 18.
Petualangannya di Baghdad tidak dimulai dengan baik, ia sempat tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah. Penolakan itu membuat dirinya belajar langsung dari ulama, salah satunya adalah Ibnu Aqil yang menganut mazhab Hambali.
Seperti tidak puas dengan satu guru, ia belajar dari guru lain dengan pengetahuan dan latar yang berbeda. Untuk mendalami hadis ia belajar dengan Muhammad Ja'far al-Sarraj, kemudian untuk mendalami Sufi ia belajar dengan Abu'l-Khair Hammad ibn Muslim al-Dabbas.
Kurang lebih tujuh tahun setelah belajar di Baghdad, ia memutuskan untuk pergi ke tempat lain. Ia menghabiskan waktu selama 25 tahun hingga akhirnya kembali ke Baghdad pada 1127 untuk berdakwah secara terbuka.
Tentunya, ia memiliki banyak ilmu Islam dan pengetahuan umum setelah belajar dari banyak guru dan mengembara selama 25 tahun. Abdul Qadir Jailani pun menjadi guru di sekolah yang dimiliki salah satu gurunya, Abu Saeed Mubarak Makhzoomi.
Di sekolah itu ia mengajar hadis dan tafsir pada pagi hari, kemudian pada sore hari ia menggelar diskusi tentang ilmu yang berkaitan dengan hati dan kebaikan kitab suci Alquran. Pada saat bersamaan ia juga berdakwah di depan banyak orang.
Sejak saat itulah kemampuannya sebagai pendakwah fiqih terasah dengan baik dan semakin dikenal. Abdul Qadir Jailani mampu menyampaikan sifat mistik tasawuf dengan baik melalui hukum-hukum Islam.
Selain berdakwah, semasa hidupnya Jailani juga menghasilkan sejumlah buku. Kurang lebih ada 17 buku yang pernah ia tulis, beberapa di antaranya adalah Tafsir Al Jilani, al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, Futuhul Ghaib, dan Al-Fath ar-Rabbani.
Belakangan ia mendirikan Tarekat Qadiriyah yang dikenal sebagai tarekat sunni yang paling toleran dan dermawan. Tarekat ini memiliki pengikut yang menghormatinya atas kesalehan, kerendahan hati, pembelajaran dan kelembutan jiwa.
Ia meninggal pada 21 Februari 1166 pada usia 87 tahun. Jasadnya dimakamkan pada sebuah tempat di madrasahnya yang berlokasi di Babul-Sheikh, Iraq.
(adp/fjr)