Kerinduan yang universal akan Tuhan, sebenarnya yang mencoba digambarkan Garin. Namun, bukan melalui dogma-dogma atau formalitas lainnya. Kerinduan tersebut digambarkan dalam kehidupan dan persoalan keseharian.
Seperti persoalan ketika ada seorang wanita perempuan yang mengancam bunuh diri demi mendapatkan cinta dan perhatian sang ayah secara utuh.
Latar lagu Rindu Rasul kalangan Bimbo, menambah syahdu film tersebut. Di antara deretan film karya Garin, ia mencoba membuat genre film religius.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, kritik sosial tetap melekat di film karya Garin seperti halnya Daun di Atas Bantal. Namun, Rindu Kami Padamu tak terlalu mencoba menggali tragedi keseharian seperti sejumlah film Garin lainnya.
Meski berlabel film religius, Garin tak ingin menonjolkan simbol-simbol keagamaan secara vulgar. Sisi-sisi manusiawi seperti rasa rindu yang menyeruak yang justru ditampilkan.
Lihat juga:Review Film: Love and Monsters |
Akting para pementas teater seperti Didi Petet, Fauzi Baadila, Nova Eliza, hingga Neno Warisman, menambah kuat film Rindu Kami Padamu.
Dialog yang mengalir dan sejumlah problem keseharian yang hadir di film itu cukup membuat saya hanyut ke dalamnya.
Dalam film itu, Rindu akhirnya bisa bersua sang kakak yang pulang dari rantauan. Sang kakak memboyong kubah untuk musala.
Sang pedagang telur akhirnya menjalin cinta dengan perempuan di kost. Begitu pula Asih, bocah perempuan yang akhirnya dikejutkan dengan kehadiran sang ibu mengisi sajadah kosongnya di salat berjamaah.
Sontak, ada keharuan yang mencuat di akhir cerita.
Lihat juga:Review Film: Mortal Kombat |
Namun sejujurnya, saya tidak terlalu menyukai akhir film yang begitu happy ending. Rasa kerinduan teramat ketika menyaksikan film itu, seolah dihentikan begitu saja dengan cerita-cerita bahagia di film itu.
Akhir bahagia ini pula yang membuat saya berpikir, Rindu Kami Padamu kok serasa enggak Garin banget ya?
Namun ada kerinduan spesial yang saya rasakan ketika kembali menonton film yang tayang 2004 itu. Saya rindu sosok seperti Fauzi Baadila hingga Neno Warisman untuk kembali menunjukkan kehebatan berakting di film berkualitas, terlepas dari kehebohan mereka yang kadang berseliweran di media terkait kondisi politik saat ini.
Kerinduan yang teramat sangat pula menyaksikan akting-akting berkarakter mendiang Didi Petet.
(bac)