Sinema Indonesia, Edukasi Seks, dan Kontroversi
Salah satu tema yang mulai muncul pada perfilman di Indonesia, baik layar lebar maupun layar kaca, pada era milenium adalah soal edukasi seks. Namun seringkali, film-film itu membuahkan kontroversi.
Ambil contoh film lokal berbau edukasi seks Dua Garis Biru (2019). Terlepas dari film garapan Gina S Noer ini diakui memiliki pesan yang mendidik, beragam kontroversi dan penolakan ramai beredar kala film itu tayang.
Padahal film itu beredar di tengah arus globalisasi konten streaming dari luar negeri, yang mana topik terkait seksualitas lebih vulgar dan gamblang. Apalagi dengan nasib para 'pendahulu' Dua Garis Biru, ada yang kena protes hingga terpaksa ubah judul.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo, berpendapat reaksi keras publik atas konten seksualitas itu dapat terjadi karena ada dua faktor. Pertama, pendidikan seks di Indonesia masih dianggap tabu.
Hasto menjelaskan bahwa penolakan terhadap film bertema edukasi seksual itu dilatarbelakangi oleh pola pikir masyarakat Indonesia yang masih menganggap bahwa memberikan edukasi seks bagi remaja itu tabu.
Contohnya, adegan pacaran dalam film Dua Garis Biru yang dibawakan oleh Dara dan Bima dianggap bisa menarik remaja untuk berpacaran dan melakukan perbuatan serupa di film tersebut.
"Mereka [orang tua] takut itu dicontoh. Jadi ketika ditonton walau pada ending-nya sudah dikasih tahu bahwa pacaran tidak baik, tapi karena pacarannya itu diekspos, jadi cerita yang lucu itu bisa ditiru," ujar Hasto.
"Kedua ya level of thinking yang memang masih relatif rendah, rata-rata partisipasi sekolah kita kan masih di bawah sembilan tahun. Itu juga akan mencerminkan pengetahuan tentang reproduksi dan seksualitas," ujarnya.
Hal serupa juga diungkapkan Akademisi Komunikasi Universitas Paramadina, Faris Budiman Annas, yang melihat minat baca masyarakat Indonesia masih rendah, terutama mengenai pendidikan seks.
"Pendidikan seks di Indonesia ini bisa dibilang masih sangat rendah, kenapa masih rendah? Karena pertama [pendidikan seks] belum masuk di kurikulum pendidikan sekolah, yang sudah masuk baru dari sisi kesehatan reproduksi, dan itu kan berbeda," ujar Faris.
Menurut Faris, materi yang diberikan dalam pendidikan di Indonesia terkait seksualitas adalah lebih banyak membahas tentang bahaya melakukan hubungan intim sebelum nikah, dan konsekuensi-konsekuensinya seperti bahaya mengandung di usia muda dan sebagainya.
Ia menilai hal itu belum cukup sebagai bekal para remaja untuk memahami urusan seksualitas.
Lanjut ke sebelah...