Jakarta, CNN Indonesia --
Terlalu jenuh dengan cerita remaja yang didominasi tema percintaan picisan berkonflik datar, selama ini saya kurang tertarik melirik genre ini. Saat Dee Lestari menulis novel bergenre remaja pada tahun ini berjudul Rapijali: Mencari, saya sempat menduga hal serupa akan disajikan di dalam kisahnya.
Rupanya saya salah. Rapijali merupakan saga novel dan dimulai dengan babak bertajuk Mencari ini lebih banyak mengangkat perjuangan hidup anak manusia, persahabatan, bahkan menyinggung soal dunia politik.
Memang tetap ada unsur percintaan, tapi lebih enak diikuti dan bukan jadi bingkai utama ceritanya. Cukup berbeda dari novel Dee lainnya, Perahu Kertas, yang memang lebih frontal mengangkat kisah asmara anak muda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Novel Rapijali 1: Mencari ini lebih fokus pada tema musik dan membahas soal kemampuan indera pendengaran manusia dengan pusat cerita berkisar pada kisah perjalanan Lovinka Alexander alias Ping, sang tokoh utama.
Ping merupakan seorang anak perempuan yang diasuh oleh musisi tenar era '70-an, Yuda Alexander. Bersama Yuda yang ia sapa sebagai "Aki", Ping tinggal di rumah sederhana di tepi sungai dan merasa memiliki segala yang ia butuhkan.
Sebut saja, mulai dari kakek yang menyayangi tanpa syarat, keluarga kecil yang tak berhubungan darah, suasana rumah yang damai di sekitar Pantai Batu Karas, hingga Oding sang sahabat terbaiknya sejak kecil.
Namun takdir berkata lain. Yuda tiba-tiba meninggal dunia saat pentas bersama band yang dibentuk dengan para sahabatnya. Kejadian itu membuat Ping harus pindah ke Jakarta dan tinggal bersama keluarga Guntur Putra Sasmita.
Guntur dikisahkan sebagai calon gubernur ibukota yang tengah berusaha mengejar kemenangan. Sebelumnya, Guntur pernah menerima permintaan Yuda untuk mengasuh Ping bila dirinya telah tiada.
Permintaan itu jadi mimpi buruk bagi Guntur.
Guntur tak pernah tahu bahwa Ping adalah hasil dari hubungannya dengan Kinari, puteri Yuda satu-satunya yang telah meninggal. Sementara itu, Ping selama ini juga tak pernah mengetahui kalau ayah kandungnya masih hidup.
Hidup Ping sontak jungkir balik. Seolah kembali memulai dari nol, Ping mesti beradaptasi dengan kehidupan perkotaan dan teman-teman di sekolah baru yang membagi status sosial murid-muridnya berdasarkan "anak subsidi" dan "non-subsidi".
Di Jakarta, Ping juga berusaha menyembunyikan bakat istimewa dirinya agar tak dianggap aneh.
Resensi buku Rapijali 1: Mencari lanjut ke sebelah..
Ping memiliki kemampuan pendengaran di atas rata-rata yang membuat dirinya bisa mengenal nada dalam sekali bunyi dan memainkan berbagai alat musik dengan kilat.
Alih-alih dianggap aneh, kemampuan itu justru menjadi pintu persahabatan Ping dengan teman-teman barunya, Inggil, Rakai, Jemi, Buto, dan seorang pengamen bernama Lodeh.
Meski seluruh tokoh adalah remaja dan sebagian dari mereka lahir dari keluarga berkecukupan, Rapijali: Mencari ini sama sekali tidak memperlihatkan tingkah manja anak baru gede yang bergantung pada orang tua atau maniak teknologi.
Dee membingkai Ping dan kawan-kawannya sebagai sekumpulan remaja yang berjuang meraih mimpi lewat bermusik. Walau pada awalnya hanya iseng ikut lomba pencarian bakat demi mengharumkan nama sekolah.
Sekilas, kisah mereka mengingatkan saya dengan film Thailand, "SuckSeed", yang dibintangi Jirayu Laongmanee.
Namun jalan cerita dan konflik yang ada di saga Rapijali jauh berbeda. Ceritanya lebih kompleks dan akan meninggalkan kesan manis di benak pembaca remaja.
Apalagi, candaan khas masyarakat Jawa Barat dalam novel ini amat berkesan bagi saya sebagai orang Sunda. Belum lagi kisah Ping dalam sekolah baru terasa begitu terhubung dengan saya yang pernah jadi pelajar peraih beasiswa.
Rapijali merupakan novel serial yang terdiri dari tiga buku. Mencari yang merupakan buku pertama, adalah kisah pembuka dari perjalanan Rakai, Ping, Jemi, Buto, Lodeh, dan Inggil.
Mereka membentuk grup musik bernama Rapijali yang disertai konflik dan dinamika kehidupan personal masing-masing. Masing-masing tokoh memiliki karakter yang kuat. Alur ceritanya logis dan hampir tidak ada salah ketik dari segi redaksional.
Dee Lestari mampu menutup akhir cerita buku Rapijali dengan baik. Kisahnya diakhiri dengan klimaks dari konflik yang akan menjadi pemicu rahasia besar yang terbongkar dan berlanjut ke buku kedua.
Meski demikian, ada sejumlah catatan terkait buku ini. Beberapa adegan, seperti pembangunan ikatan emosional antara Ping dan teman-teman barunya terasa terlalu cepat.
Selain itu, novel ini merupakan cerita musikal dan di sejumlah adegan ada lagu-lagu yang dilantunkan beberapa tokohnya.
Akan terasa lebih enak dibaca bila di setiap lagu dalam cerita disertai dengan chord (akor) yang membuat pembaca mengetahui iramanya, sehingga membuat suasana musikal lebih terasa.
Rapijali 1: Mencari juga masih memiliki sejumlah kutipan filosofis khas Dee yang membuat saya adem membacanya. Salah satunya:
"Ibarat putih yang mengandung semua warna, ombak adalah bunyi putih yang meleburkan segala kegaduhan dunia sampai tak ada satu pun yang mengganggu."
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: 368 halaman
Cetakan: Pertama, Februari 2021
Resensi Buku ini ditulis oleh Raiy Ichwana, penulis yang telah melahirkan tiga karya buku Senggang (2016), Gama (2019), dan Jalan Buat Napas (2021).