Review Film: Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

Feby Nadeak | CNN Indonesia
Jumat, 03 Des 2021 20:00 WIB
Review film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas menyebut kata berani pantas disematkan untuk film yang diangkat dari novel karya Eka Kurniawan ini.
Review film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas menyebut kata berani pantas disematkan untuk film yang diangkat dari novel karya Eka Kurniawan ini. (Arsip Palari Film)

Meski menampilkan banyak isu, alur film ini tetap terarah dan dapat diikuti. Film ini juga mampu menggabungkan unsur drama, aksi, komedi, hingga mistis.

Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas juga punya cara sendiri dalam menggambarkan romantisme.

Bila film lain menggambarkan dua insan jatuh cinta dengan gandengan tangan atau pelukan, maka Ajo dan Iteung justru saling pukul dan tendang. Anehnya, adegan itu justru terlihat romantis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asmara Ajo dan Iteung tampaknya memang selalu diwarnai dengan pertarungan. Pertemuan pertama mereka saja sudah membuat adrenalin ikut terpacu.

Belum lagi pertarungan mereka di tengah hujan saat Iteung menanyakan kejelasan perasaan Ajo. Namun pertarungan itu justru berhasil diredam dengan kalimat cinta yang keluar dari mulut Ajo Kawir.

Secara keseluruhan, adegan aksi dalam film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas sangat memuaskan. Adegan aksi tidak hanya menjadi gimik semata dalam film ini.



Setiap koreografi dibuat dengan detail dan para pemeran terlihat berlatih dengan matang untuk melakukan adegan aksi. Mulai dari aksi saling mengejar, Iteung yang harus berpindah dari atap truk ke truk lain, hingga Ajo dan Iteung jatuh dari atas ketinggian, semuanya terasa meyakinkan.

Sang sutradara, Edwin, patut diacungi jempol karena keberaniannya menggambarkan adegan intim dalam film ini. Ia mampu menggambarkan adegan intim yang dibuat secara metaforis oleh Eka Kurniawan dalam novel.

Adegan intim dalam film ini cukup mencengangkan karena digambarkan dengan cukup jelas. Ditambah lagi tempat kejadiannya yang tak biasa, seperti di pasar malam.

Tidak hanya Edwin, para pemain Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas juga layak diapresiasi, terutama Ladya Cheryl. Penonton Indonesia rasanya akan puas melihat kemunculan lagi Ladya yang sudah lama tidak menghiasi perfilman Indonesia.

Peran aktris senior Christine Hakim juga menjadi kejutan di film ini. Meski hanya muncul dalam satu adegan, ia mampu membuat penonton tak habis pikir akan peran Mak Jerot yang ia perankan.

Kesan era 1980-an hingga 1990-an terasa kental dalam film ini. Para pemeran berdialog dengan bahasa baku, namun tetap terasa nyaman di telinga.

Selain itu, pakaian yang digunakan juga mampu merepresentasikan era itu seperti ketika Ajo Kawir dengan jaket andalannya dan Iteung dengan rambut keritingnya.

Para penggemar novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas rasanya tidak perlu khawatir film ini tidak sebaik novelnya. Edwin nyatanya mampu menginterpretasikan novel Eka dengan baik.

Memang terdapat perbedaan antara novel dan film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas terutama dalam penggambaran alur.

Jika dalam novel alur dibuat maju-mundur, maka Edwin berusaha membuatnya menjadi lebih sederhana. Hal ini tampaknya agar film ini tetap fokus pada sosok Ajo dan Iteung.

Penggunaan bahasa antara novel dan film juga sedikit berbeda. Eka memang lebih liar dalam menggunakan dialog, sementara Edwin memakai bahasa yang agak lebih halus.

Terlepas dari perbedaan dengan novel, film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas nyatanya tidak kehilangan esensinya di tangan Edwin.

Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas tetap menjadi sebuah karya yang berani dalam menyampaikan keresahan yang perlu diangkat di perfilman Indonesia, bukan cuma cerita cinta melulu.

[Gambas:Youtube]



(end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER