Jakarta, CNN Indonesia --
Butuh perenungan mendalam untuk menangkap pesan yang coba disampaikan Wregas Bhanuteja dalam Penyalin Cahaya. Film ini jelas bukan untuk menghibur, melainkan mengajak untuk berpikir akan pesan di balik segala metafora ceritanya.
Penyalin Cahaya memang merupakan film yang menyuarakan isu kekerasan seksual, namun disampaikan tidak secara gamblang. Pesan itu datang dengan metafora dan simbolis.
Sehingga, bila menyaksikan film ini tidak dengan konsentrasi dan niat yang cukup, pesan itu berpeluang tak sampai bahkan mungkin penonton bisa tak akan tahan hingga adegan terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, sejumlah adegan dan cerita dalam Penyalin Cahaya memang membuat bertanya-tanya. Mulai dari fokus cerita yang terasa berubah dan jauh berbeda dibanding saat memulai perjalanan, hingga berbagai permasalahan yang dibahas Wregas dalam film ini.
Masalah yang selama ini disebut sebagai sinopsis Penyalin Cahaya sejatinya hanyalah kedok yang digunakan Wregas untuk membahas hal yang lebih kompleks dan luas.
Namun perkembangan narasi dengan segala imbuhan di dalamnya membuat film ini terasa kehilangan fokus cerita. Wregas tampak bingung masalah apa yang akan ia jadikan sebagai sorotan utama.
Bahkan target pencarian Sur tidak terselesaikan, setidaknya secara gamblang dalam film tersebut. Tidak ada jawaban akhir yang menutup cerita, yang ada hanyalah tanda tanya.
 Review film Penyalin Cahaya: Butuh perenungan mendalam untuk menangkap pesan yang coba disampaikan Wregas Bhanuteja dalam film ini. (Tangkapan layar instagram @penyalincahaya) |
Tanda tanya itu terjadi dalam banyak babak cerita, mulai dari persoalan mabuk dan penyebabnya, pelaku, hingga cara permasalahan itu bisa terjadi dalam dunia Penyalin Cahaya. Belum lagi beberapa cerita yang terasa kontradiktif dengan cerita yang lain.
Penyalin Cahaya seolah membiarkan penonton menyimpulkan sendiri apa yang sebenarnya terjadi, yang mana sebenarnya hal itu sah-sah saja.
Namun mengingat film ini digadang-gadang dan rilis di tengah isu persoalan pelecehan seksual, amat disayangkan bila pesan tidak bisa dijelaskan secara utuh dan tepat kepada penonton.
Satu hal yang membuat kurang nyaman dalam film ini adalah penggambaran para karakter laki-laki. Terlihat laki-laki adalah makhluk yang begitu jahat, tak ada yang benar-benar 'orang baik'.
Hal itu terlihat dari karakter pria dalam film ini, setidaknya yang terlibat langsung terhadap Sur, bahwa tidak ada dari mereka yang mendukung penyintas itu secara utuh. Mulai dari Rama, Amin, Thariq, pengemudi taksi daring dan pengelolanya, bahkan termasuk ayah Sur sendiri.
Tak hanya itu, jika diperhatikan dengan saksama, seluruh pihak kampus yang tidak mendukung Sur juga merupakan pria. Hal ini justru seolah mendiskreditkan gender tertentu, meskipun pesan bahwa pelecehan seksual bisa terjadi tanpa memandang gender benar ditampilkan.
Belum lagi soal sisipan adegan teatrikal dalam cerita tersebut yang sebenarnya terasa mengganjal dan seperti dipaksakan ada. Walaupun, adegan itu bisa dipahami sebagai penggambaran pelaku yang memegang kuasa.
Atau, penggunaan petugas fogging yang begitu metafora sehingga tidak bisa dimaknai dengan sederhana. Apakah memang Wregas punya maksud dengan pasukan yang slogannya diucap berulang-ulang itu, atau hanya sekadar peramai cerita.
Review film Penyalin Cahaya lanjut ke sebelah...
[Gambas:Youtube]
Terlepas dari semua tanda tanya dalam Penyalin Cahaya, film ini menyadarkan bahwa kekerasan seksual tidak selalu berbentuk pemerkosaan. Penyalin Cahaya menyajikan bentuk kekerasan seksual lainnya yang tentu saja tak bisa dianggap sepele.
Kasus yang dialami Sur menggambarkan penting nya persetujuan atau konsensual dalam sebuah interaksi, terutama yang berkaitan dengan seksual.
Tak hanya itu, film ini juga menggambarkan kesusahan yang dialami korban kekerasan seksual dalam mencari keadilan. Korban sering dianggap mengada-ada karena tak memiliki bukti yang cukup dan hanya bermodalkan cerita.
Penyalin Cahaya juga memperlihatkan korban kekerasan seksual yang sering disalahkan karena cara berpakaian. Korban bahkan disalahkan oleh anggota keluarganya sendiri yang seharusnya menjadi pelindung utama.
Film ini juga menyentil kasus kekerasan seksual di mana korban kerap disalahkan dan dituntut terkait penyalahgunaan teknologi dan informasi. Padahal itu dilakukan semata hanya untuk mencari keadilan.
Tak hanya itu, film peraih 12 piala citra FFI 2021 ini juga memperlihatkan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapa saja, tak mengenal gender. Hal ini terlihat dari korbannya yang tidak hanya perempuan, tetapi juga pria.
Selain itu, metafor melalui slogan "menguras, menutup, dan mengubur" seolah bisa menggambarkan kondisi penanganan kasus kekerasan seksual di negeri ini.
[Gambas:Photo CNN]
Penyalin Cahaya tak melulu membahas soal kekerasan seksual, film ini juga memasukkan isu lain yang sama pentingnya, seperti kesehatan mental dan masalah ekonomi.
Adegan paling menyesakkan dalam Penyalin Cahaya adalah saat Sur harus meminta maaf atas kasus yang menjadikannya sebagai korban.
Belum lagi momen itu direkam oleh orang yang seharusnya berada di garis terdepan untuk melindunginya. Adegan itu semakin menyayat dengan teknik pengambilan gambar yang memperlihatkan ekspresi Sur dengan jelas.
Di sisi lain, menayangkan Penyalin Cahaya di layanan streaming merupakan keputusan tepat yang diambil tim produksi. Film ini bisa dijangkau lebih luas tanpa harus bergantung pada jumlah penonton dan mengorbankan biaya produksi.
Meski begitu, berbicara soal Penyalin Cahaya tentu tidak bisa lepas dari kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh salah satu krunya.
Sungguh sebuah ironi, film yang menyuarakan soal kekerasan seksual justru diotaki oleh salah satu pelaku kekerasan seksual. Apalagi kasus ini muncul beberapa hari sebelum film ini resmi tayang.
Namun kasus itu sejatinya tidak bisa dijadikan alasan untuk memboikot apalagi mengabaikan pesan dalam film ini. Selain daripada film ini adalah karya banyak orang, bukan hanya pelaku, Penyalin Cahaya membawa pesan yang semestinya disadari dengan utuh oleh masyarakat Indonesia saat ini.
Penyalin Cahaya juga bisa jadi pembelajaran bagi industri perfilman, terutama dalam menentukan standar kerja hingga riwayat kru.
Apalagi jika membuat film dengan isu tertentu, ada baiknya seluruh tim produksi dipastikan memiliki visi yang sama. Jangan sampai kebobolan seperti yang dialami Penyalin Cahaya.