Review Film: Penyalin Cahaya

Feby Nadeak | CNN Indonesia
Jumat, 14 Jan 2022 20:00 WIB
Review film Penyalin Cahaya: Butuh perenungan mendalam untuk menangkap pesan yang coba disampaikan Wregas Bhanuteja dalam film ini.
Review film Penyalin Cahaya: Butuh perenungan mendalam untuk menangkap pesan yang coba disampaikan Wregas Bhanuteja dalam film ini. (dok. Rekata Studio)

Terlepas dari semua tanda tanya dalam Penyalin Cahaya, film ini menyadarkan bahwa kekerasan seksual tidak selalu berbentuk pemerkosaan. Penyalin Cahaya menyajikan bentuk kekerasan seksual lainnya yang tentu saja tak bisa dianggap sepele.

Kasus yang dialami Sur menggambarkan penting nya persetujuan atau konsensual dalam sebuah interaksi, terutama yang berkaitan dengan seksual.

Tak hanya itu, film ini juga menggambarkan kesusahan yang dialami korban kekerasan seksual dalam mencari keadilan. Korban sering dianggap mengada-ada karena tak memiliki bukti yang cukup dan hanya bermodalkan cerita.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penyalin Cahaya juga memperlihatkan korban kekerasan seksual yang sering disalahkan karena cara berpakaian. Korban bahkan disalahkan oleh anggota keluarganya sendiri yang seharusnya menjadi pelindung utama.

Film ini juga menyentil kasus kekerasan seksual di mana korban kerap disalahkan dan dituntut terkait penyalahgunaan teknologi dan informasi. Padahal itu dilakukan semata hanya untuk mencari keadilan.

Tak hanya itu, film peraih 12 piala citra FFI 2021 ini juga memperlihatkan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapa saja, tak mengenal gender. Hal ini terlihat dari korbannya yang tidak hanya perempuan, tetapi juga pria.

Selain itu, metafor melalui slogan "menguras, menutup, dan mengubur" seolah bisa menggambarkan kondisi penanganan kasus kekerasan seksual di negeri ini.



Penyalin Cahaya tak melulu membahas soal kekerasan seksual, film ini juga memasukkan isu lain yang sama pentingnya, seperti kesehatan mental dan masalah ekonomi.

Adegan paling menyesakkan dalam Penyalin Cahaya adalah saat Sur harus meminta maaf atas kasus yang menjadikannya sebagai korban.

Belum lagi momen itu direkam oleh orang yang seharusnya berada di garis terdepan untuk melindunginya. Adegan itu semakin menyayat dengan teknik pengambilan gambar yang memperlihatkan ekspresi Sur dengan jelas.

Di sisi lain, menayangkan Penyalin Cahaya di layanan streaming merupakan keputusan tepat yang diambil tim produksi. Film ini bisa dijangkau lebih luas tanpa harus bergantung pada jumlah penonton dan mengorbankan biaya produksi.

Meski begitu, berbicara soal Penyalin Cahaya tentu tidak bisa lepas dari kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh salah satu krunya.

Sungguh sebuah ironi, film yang menyuarakan soal kekerasan seksual justru diotaki oleh salah satu pelaku kekerasan seksual. Apalagi kasus ini muncul beberapa hari sebelum film ini resmi tayang.

Namun kasus itu sejatinya tidak bisa dijadikan alasan untuk memboikot apalagi mengabaikan pesan dalam film ini. Selain daripada film ini adalah karya banyak orang, bukan hanya pelaku, Penyalin Cahaya membawa pesan yang semestinya disadari dengan utuh oleh masyarakat Indonesia saat ini.

Penyalin Cahaya juga bisa jadi pembelajaran bagi industri perfilman, terutama dalam menentukan standar kerja hingga riwayat kru.

Apalagi jika membuat film dengan isu tertentu, ada baiknya seluruh tim produksi dipastikan memiliki visi yang sama. Jangan sampai kebobolan seperti yang dialami Penyalin Cahaya.

(end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER