Dalam panel virtual setelah pemutaran film, Simmons mengatakan West telah "membiarkan kami melakukan pekerjaan kami", namun dia juga mencoba meyakinkan musisi itu soal film ini.
"Ketika saya bertemu dengan Kanye saya mengatakan kepadanya, 'kau mesti mempercayai saya, bro, seperti kau mempercayai saya selama ini dengan semua rekaman ini dan hanya untuk memfilmkan kau'," kata Simmons.
Selama empat setengah jam dalam tiga episode yang terpisah, jeen-yuhs yang dibaca sebagai "genius" menggambarkan kebangkitan West menjadi bintang internasional, masalah mental, mendukung Donald Trump, dan mengajukan diri sebagai calon presiden AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Episode pertama mengisahkan pertemuan pertama Simmons dengan West di sebuah pesta di Chicago pada 1998, dan keputusan sineas itu mendokumentasikan karier West setelah musisi itu melakukan trobosan dalam lagu Izzo (H.O.V.A) milik Jay-Z.
West kemudian pindah ke New York dalam upaya mendapatkan kontrak oleh label Roc-A-Fella milik Jay-Z. Namun ia mesti meyakinkan para pemimpin label bahwa dia yang tak memiliki banyak latar belakang itu bisa menjual musik.
"Kau akan menentangku karena saya tidak pernah membunuh siapa pun?" tanyanya pada seorang jurnalis musik saat ia berkendara di sekitar New York pada malam hari.
Dalam sebuah adegan, West dan kamera tiba di kantor label tersebut dan ia menyanyikan secara rap lagu All Falls Down yang membuat bingung para staf, dan seorang resepsionis menyebut namanya sebagai "Cayenne".
Penuh dengan rasa percaya diri, Kanye West muda juga mengatakan bahwa dia merasa membuat film dokumenter itu "sedikit narsis".
Simmons dan rekan-sutradara film ini, Chike Ozah, telah menggarap banyak film bersama sebelum jeen-yuhs, sambil menjaga rekaman akan West ini siap ditayangkan.
"Pada 2006 kami sempat menawarkan kesepakatan untuk merilisnya dan Kanye belum siap," kata Simmons. "Dia tidak ingin dunia melihat apa yang pernah ia lalui."