Tamara Bleszynski tak bisa menahan air mata saat mengisahkan perjuangannya meminta keadilan atas kasus dugaan penggelapan aset yang merupakan warisan orang tua Tamara kepadanya.
Tamara Bleszynski sebelumnya melapor ke Polda Jawa Barat terkait dugaan mengalami penggelapan aset properti di Cipanas dan Cianjur oleh tiga orang. Aset tersebut adalah warisan orang tua kepada Tamara berupa lahan dan bangunan hotel.
Saat memberikan pernyataan di hadapan media pada Rabu (22/6) malam di Jakarta Selatan, Tamara menangis karena tidak terima ada pihak yang menyerobot dan menjadikan warisan orang tuanya sebagai jaminan utang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana saya bisa mendapat keadilan dan mudah-mudahan saya diberi umur panjang agar tak sampai ke anak saya nanti, terus dibebani utang yang kita sama sekali tidak tahu-menahu," ujar Tamara Bleszynski sembari menyeka air mata, seperti dikutip dari detikHot.
Tamara Bleszynski yang kini tinggal di Bali mengaku tidak mengetahui bahwa hotel peninggalan orang tuanya itu dijadikan surat utang. Aktris 47 tahun itu khawatir jika utang tersebut nantinya masih harus ditanggung oleh anaknya kelak.
"Kebetulan saya di Bali mengurusi anak saya, saya sama sekali enggak tahu ini, dan kami tidak mendapatkan hasil itu," kata Tamara.
"Itu pun saya masih bersabar tapi setelah sudah berutang lagi berutang lagi kalau ada apa-apa sama saya, bagaimana nanti anak saya? Anak saya juga harus utang terus, utang terus, jadi saya mau enggak mau harus mengambil sikap," imbuhnya.
Meski demikian, Djohansyah selaku kuasa hukum Tamara, mengatakan nilai utang tersebut tidak sebanding dengan nilai hotel. "Tidak tepat disebut di sini," ungkapnya.
Djohansyah mengatakan tidak memahami mengapa hotel tersebut bisa dijadikan jaminan surat utang. Ia mengatakan Tamara dimintai tanda tangan persetujuan surat utang.
Ia mengatakan masalah ini sudah ada sejak ayah Tamara masih hidup. Namun, Djohansyah juga mengatakan Tamara yang merupakan pemegang saham, tidak dilibatkan dalam rapat umum pemegang saham Ragunan. Alasannya, Tamara bukan pengurus.
"Akhirnya mereka mengerti pemegang saham harus dilibatkan setelah mereka butuh utang. Kami nggak tahu kenapa dijaminkan seperti itu," ujar Djohansyah.
Akhirnya, Tamara memutuskan untuk membawa masalah ini ke jalur hukum. Djohansyah juga mengatakan tidak ada itikad baik dari pengurus perusahaan.
"Kami berkomunikasi kepada pengurus perusahaan tapi tidak ada itikad baik, bahkan cenderung keras. Jadi, enggak tahu lagi bicara sama siapa, dan langkah yang paling tepat adalah pada negara lewat hukum," ungkap Djohansyah.