Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia sudah memiliki sejumlah film blockbuster bertema superhero, ada Gundala (2019) dan yang teranyar adalah Satria Dewa Gatotkaca. Namun genre populer ini dianggap belum kuat menarik minat penonton film Indonesia.
Hal itu setidaknya terlihat dari Satria Dewa Gatotkaca yang gagal meraih banyak penonton. Film yang digarap Hanung Bramantyo ini gagal meraih 200 ribu penonton usai tayang 20 hari.
"Sebenarnya saya selalu menganggap bahwa genre superhero ini tidak cukup kuat di Indonesia," kata pengamat film dan budaya populer Hikmat Darmawan saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk konteks Gatotkaca, kegagalan seperti ini sebetulnya bisa dialami oleh semua produk film yang pada awalnya dianggap di atas kertas," lanjutnya.
Dengan raihan hanya 186 ribu tiket yang diperkirakan setara dengan Rp7,4 miliar bila memakai asumsi Rp40 ribu per tiket, pendapatan Satrio Dewa Gatotkaca jelas jauh dari bujet produksi yang mencapai Rp24 miliar.
CNNIndonesia.com telah menghubungi pihak Satria Dewa Gatotkaca terkait capaian film tersebut, tapi belum mendapatkan jawaban.
 Dengan raihan hanya 186 ribu tiket yang diperkirakan setara dengan Rp7,4 miliar bila memakai asumsi Rp40 ribu per tiket, pendapatan Satrio Dewa Gatotkaca jelas jauh dari bujet produksi yang mencapai Rp24 miliar. (dok. Satria Dewa Studio via YouTube) |
Sementara itu, Gundala yang tayang pada 2019 jauh memiliki nasib yang lebih baik.
Film besutan Joko Anwar itu mendulang 1,69 juta tiket. Bila pakai asumsi Rp40 ribu per tiket, setidaknya ada pendapatan Rp67 miliar dari bujet produksi yang mencapai Rp30 miliar.
Meski begitu, Gundala yang diangkat dari komik populer dan menggandeng banyak nama populer di industri film, masih kalah dari film-film tahun tersebut, seperti Dilan 1991 yang mencapai 5,2 juta tiket, Imperfect sebesar 2,6 juta tiket, Kuntilanak 2 sebesar 1,7 juta tiket.
Memang baru dua film superhero lokal yang unjuk gigi di hadapan publik film Indonesia, tapi Hikmat tak menutupi skeptisme yang ia miliki terkait nasib genre ini.
Lanjut ke sebelah...
"Baik Gatotkaca ataupun Gundala itu dihadapkan dengan situasi masyarakat Indonesia yang secara sosio-kultural masih mengacu pada film AS atau Jepang untuk produk film superhero," kata Hikmat.
"Jadi tidak ada sejarahnya film genre superhero Indonesia itu jadi produk yang sangat laris, terutama film," lanjutnya.
Berkaca pada kasus flop yang dialami Gatotkaca, Hikmat Darmawan menjabarkan bahwa mengangkat kisah yang sudah akrab bagi masyarakat Indonesia bukan jaminan film superhero itu bisa disambut semeriah film Marvel atau DC.
"Kata siapa kisah pewayangan atau Mahabarata ini akrab untuk orang Indonesia? Memang betul itu kisah yang sudah mengakar kuat di masyarakat, termasuk dari wayang, komik, ataupun film dan sinetron India yang sudah masuk sebelumnya," kata Hikmat.
"Padahal kan kita harus ingat kalau kisah yang dekat dengan masyarakat belum tentu bisa mendulang kesuksesan ketika diadaptasi menjadi film. Karena beberapa kali terbukti film adaptasi ataupun film yang nostalgik tidak cukup kuat untuk diadopsi menjadi sebuah produk film," lanjutnya.
"Nah untuk Gatotkaca, ini yang familiar siapa? Kreator atau calon penontonnya? Kalaupun calon penonton, yang merasa akrab pun paling ada di antara orang-orang seumuran saya," kata Hikmat sambil tertawa.
Meski begitu, Hikmat mengapresiasi para studio dan sineas yang sudah mendedikasikan diri mencoba membangun genre superhero dan menyemarakkan dunia film Indonesia.
Apalagi, kemampuan para sineas dan teknologi yang digunakan dalam dua film superhero lokal Indonesia itu sudah cukup membuktikan sineas lokal punya modal kapasitas membuat film penuh efek visual itu.
"Kemampuan teknis film superhero Indonesia tentu sudah sangat meningkat dan memadai. Saya pribadi juga senang sekali kalau genre superhero ini bisa berhasil di Indonesia," kata Hikmat Darmawan.
"Tapi kalau ingin meniru kesuksesan MCU atau DC, ya kondisinya di sini belum seperti itu. Marvel atau DC itu kan sejarahnya panjang sekali." lanjutnya.