Jakarta, CNN Indonesia --
Ayu Anjani membeberkan kronologi tewasnya ibu dan adiknya dalam kecelakaan kapal tenggelam di Labuan Bajo. Ayu pun mengungkap kekecewaan dan kekesalannya atas kru dan tim SAR yang dianggap lalai juga lambat dalam penyelamatan.
Dalam serangkaian pernyataan di akun Instagram Story, Jumat (1/7), Ayu Anjani mengatakan dirinya memahami betul aturan terkait kapal wisata dan keamanannya.
Namun ketika ia menyelidiki soal kronologi kapal tenggelam yang melibatkan keluarganya, Ayu menemukan serangkaian temuan yang ia anggap sebagai kelalaian kru kapal. Hal itu pula yang membuat dirinya "dan keluarga bersikeras ingin mengkasuskan kejadian ini."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CNNIndonesia.com telah mendapatkan izin dari Ayu Anjani untuk mengutip pernyataan lengkap kronologi insiden kapal tenggelam yang menyebabkan ibu dan adik aktris tersebut meninggal dunia.
Berikut pernyataan lengkap Ayu Anjani:
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas ucapan bela sungkawa dari followers, rekan dan kerabat semua, mohon doa yang sebanyak-banyaknya buat almarhumah ibu dan adik saya.
Saya juga mau sedikit meluruskan berita simpang siur yang ada dan mengapa saya dan keluarga bersikeras ingin mengkasuskan kejadian ini.
Saya bukan orang yang suka pansos atau cari perhatian publik apalagi dengan keadaan saat ini. Justru karena saya sudah lama tinggal di Labuan Bajo dalam 6 tahun terakhir ini.
Saya pun memiliki beberapa kapal di Labuan Bajo dengan regulasi yang sangat ketat baik dari safety boat dan pengalaman crew boat yang memenuhi kriteria tinggi.
Mungkin ada beberapa juga yang tahu bagaimana SOP keamanan dan kenyamanan tamu di kapal kami selalu jadi hal terpenting yang selalu saya tingkatkan.
Di perusahaan saya, jika ada ABK (Anak Buah Kapal) lalai, tidak adanya inspeksi H-1 trip, minum miras tanpa adanya kontrol yang baik hingga membuat mereka terlambat bangun, menyalahi SOP, tidak adanya kesigapan hingga membuat kenyamanan dan tamu terganggu, akan saya keluarkan tanpa kompensasi!
Mengingat kejadian ini BUKAN menggunakan kapal saya, jadi saya kurang paham dengan baik pribadi ABK masing-masing. Hanya yang saya tahu, KM TANIA sudah sering sailing beberapa kali setelah renovasi tanpa kendala.
Dan pada saat kejadian, KM TANIA dalam keadaan PARKIR (berhenti di moring) di area Pulau Kambing (lokasi kapal bermalam sebelum menuju Pulau Padar), tidak sedang berlayar, tidak ada gelombang ataupun arus dan bukan karena kebocoran.
Dari kesaksian yang saya terima, kapal miring ke kanan secara PERLAHAN dari jam 5.00 WITA hingga saat kejadian di kurang lebihnya jam 5.30 WITA, kemungkinan karena angin kencang yang seharusnya BISA SEGERA DIANTISIPASI jika kapten kapal ada di ruang navigasi dan TIDAK DALAM KEADAAN MASIH TERTIDUR PULAS dengan kru lainnya DI BAWAH!!
Kapal semakin miring ke kanan di mana tangga masuk menuju cabin lower deck berada di sebelah kanan, yang mengakibatkan masuknya air laut dari permukaan dan memenuhi ruang bawah deck dulu lalu ke deck tengah.
Salah satu pengakuan ABK bagian mesin di depan Papa saya dan di depan polisi saat kejadian, katanya dia TIDUR DI RUANG MESIN, tapi MENGAPA TIDAK MENYELAMATKAN IBU DAN ADIK SAYA DI RUANGAN DECK YANG SAMA saat itu??!! Dia hanya diam tertunduk.
Cerita Ayu ketika ibu dan adik ditemukan ada di sebelah...
Adik laki-laki dan Papa saya menyelamatkan tamu-tamu lain, di deck atas (total 15 tamu termasuk adik perempuan saya yang selamat beserta 2 anak dan suaminya). Sedangkan ABK DAN GUIDE MENYELAMATKAN DIRINYA SENDIRI DAN BARANG-BARANG SAJA!!
Bahkan guide-nya TIDAK MEMERDULIKAN adik saya (Anne) dan suaminya saat teriak minta tolong di cabin deck tengah saat masih terjebak di dalam cabin, dia TIDAK BERUSAHA untuk memecahkan kaca cabin hanya berdiri melihat adik dan keponakan saya terkurung di dalam cabin dengan air yang sisa sejengkal dari kepalanya.
Sampai akhirnya adik laki-laki saya (Bram) mendengar teriakan mereka dan masuk dari pintu balkon samping (posisi pintu utama ada di sebelah kanan kapal dan sudah terendam air, jadi tidak memungkinkan mereka berenang ke bawah keluar dari pintu utama bersama anaknya yang masih usia 2-4 tahun tersebut), untungnya ada pintu balkon depan, jadi dievakuasi melalui pintu balkon cabin.
Begitu semua tamu dievakuasi ke atas sekoci, katanya samar-samar masih terdengar suara ibu saya MINTA TOLONG, tapi TIDAK ADA SATUPUN CREW YANG MAU TURUN KE BAWAH HANYA SALING LIRIK BERDIRI MEMATUNG SAAT ADIK-ADIK DAN PAPA SAYA TERIAK-TERIAK MINTA MEREKA KE BAWAH.
Hingga akhirnya 1,5 jam berselang, ibu saya dievakuasi oleh salah satu kru kapal teman saya di TKP dengan bermodalkan masker, fin, dan selang kompresor nitrogen (pompa angin ban motor), lalu maksa masuk ke cabin bawah dan evakuasi ibu saya yang posisinya sudah ada di lorong deck.
Karena menurut kesaksian adik saya (Anne) yang saat itu sudah dievakuasi duluan ke kapal Andalusia di TKP, saat itu Tim SAR BELUM ADA YANG DATANG dan baru tiba jam 7-an WITA (hampir jam 8) itupun TANPA MEMBAWA APAPUN hanya tim dan nakes (tenaga kesehatan).
Begitu tau masih ada 1 korban lagi yang belum ditemukan, tim SAR BARU CONTACT PUSAT KEMBALI untuk mengambil ALAT SELAM.
Almarhumah adik saya baru dievakuasi 4 JAM setelah ibu saya, terjebak di dalam toilet cabin.
Saat itu saya sudah berencana menyusul ke Bajo di tanggal 29 Juni (2 hari setelah keberangkatan mereka di tanggal 27 Juni), tapi tanggal 28 pagi sekitar jam 6.30 WIB, saya dengan kabar ibu saya meninggal.
Di pikiran saya saat itu, beliau jantungnya enggak kuat naik Padar (saya berpikir begini karena biasanya kapal rute trip kapal heading ke Padar subuh di jam 2-3 pagi saat arus tenang).
Tapi adik saya (Luthfi) melanjutkan katanya kapal tenggelam dan adik saya (Annisa) yang paling bontot masih belum ditemukan (di jam itu ibu saya sudah dievakuasi) dan yang mengevakuasi BUKAN TIM SAR!!
Tim SAR hanya mengevakuasi adik saya, itu pun sebelumnya penyelaman pertama merek bilang adik saya TIDAK ADA DI CABIN BAWAH, jadi sempat berpikir sudah keluar terbawa arus laut.
Tapi ternyata adik saya terjebak di dalam toilet, enggak bisa keluar karena pintu tertahan tekanan air dan ibu saya enggak sempat menyelamatkan dirinya karena ternyata menunggu adik saya keluar dari toilet dan juga posisi lower deck kurang pencahayaan (gelap).
Lanjut ke sebelah..
Jujur, beraaaattt banget rasanya masih enggak percaya hal ini karena kejadiannya di tempat di mana saya sangat menguasai, mencintai tempat itu.
Kalau ada yang bilang kenapa saya sudah bisa pegang HP, repost ucapan bela sungkawa dll di hari kedua kemarin, karena saya kakak tertua, harus lebih tegar dari adik-adik saya yang lain, terlebih Papa saya.
Saya dan suami harus mengurus semuanya dari A-Z, kontak kanan kiri, urus regulasi pengiriman jenazah ibu dan adik saya, berikut penjemputan dari cargo, pemakaman dll. Karena kalau bukan saya, siapa lagi?
Saya sudah pasrahkan dan ikhlaskan jika Allah lebih sayang mereka dan ambil mereka lebih cepat dari yang saya kira, meski dengan kejadian yang enggak pernah saya sangka-sangka.
Yang masih saya sesalkan sampai sulit tidur, saya masih terbayang-bayang kondisi kepanikan mereka saat terjebak, sakiiitt hati saya saat mungkin mereka berpikir, "KENAPA ENGGAK ADA YANG MAU MENYELAMATKAN KITA?!!"
Yaa Allah saya sesak banget tahu hal ini sementara kalau orang-orang tahu saya saat trip dengan tamu lain bagaimana saya treat dan jaga tamu saat snorkeling di laut sementara saya enggak bisa menjaga ibu dan adik saya sendiri.
Saya hanya bisa terus berdoa tanpa putus agar mereka mendapatkan tempat terbaik di sana, aamiin Allahumma aamiin..
Saya sangat berterima kasih atas doa-doa dan bantuan rekan-rekan saya sekalian. Untuk kelalaian crew boat dan guide yang menyebabkan korban jiwa, sudah saya serahkan kepada kuasa hukum saya.
 Ayu Anjani mengungkapkan duka akibat ibu dan adiknya jadi korban kapal tenggelam di Labuan Bajo. (Screenshot dari Instagram @real.ayuanjani ) |
Selama ini saya selalu diam, saya selalu tutup mata telinga mulut saya atas kinerja dan kelalaian tim SAR yang SELALU TERLAMBAT untuk bagian regulasi penyelamatan di wisata yang katanya super premium ini, tapi bikin konten nomor satu.
Tapi karena yang sekarang keluarga saya yang jadi korbannya, saya harus speak up, agar hal ini CUKUP STOP di saya saja.