Review Film: Pengabdi Setan 2 Communion

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Jumat, 05 Agu 2022 19:40 WIB
Review film: Pengabdi Setan 2 Communion jadi bukti sekuel bisa sama bagus atau lebih baik dari pendahulunya.
Review film: Pengabdi Setan 2 Communion jadi bukti sekuel bisa sama bagus atau lebih baik dari pendahulunya. (dok. Rapi Films via YouTube)

Communion punya kengerian yang lebih terasa berkat penyajian visual sederhana, tapi akrab bagi penonton. Mulai dari pencahayaan, imaji kengerian akan pocong dan setan kecelakaan, hingga emosi yang ikut terpancing berkat permainan sorot kamera.

Tepat bila Pengabdi Setan 2 Communion memutuskan menggunakan minim pencahayaan dalam latar rusun yang mati lampu di tengah hujan badai. Kegelapan yang ditampilkan terasa akrab bagi penonton yang pernah paranoid karena sendirian berada di rumah yang mati listrik di tengah hujan lebat kala malam.

Kegelapan dalam Communion ini juga berbeda dari kebanyakan film-film horor lokal lainnya. Film lainnya juga banyak menampilkan cerita mati listrik, tapi biasanya mata penonton masih melihatnya sebagai "terang" atau setidaknya "cukup terang", meski pemain mengatakan "aduh gelap banget, enggak bisa lihat".

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam Communion, Joko Anwar memutuskan menggelapkan layar sampai taraf blackout. Ini membuat otak penonton mendadak dihujani adrenalin karena ikut merasakan "mati lampu" dan cemas dengan apa yang akan terjadi berikutnya.

Belum lagi dengan permainan scoring demi mendukung visual dan narasi yang tersaji. Akan tetapi, scoring dalam Pengabdi Setan 2 Communion ini juga bisa jadi pengecoh bagi penonton yang sudah menyiapkan diri menyambut jumpscare.

Oleh karena itu, pujian mesti saya berikan kepada tim efek visual, desain produksi, tata suara dan musik, juga tata kostum dan rias yang mendukung penuh narasi creepy dari Joko Anwar. Tanpa mereka, imaji mengerikan Joko Anwar tidak bisa terwujud secara gamblang di depan layar.

Ratu Felisha sebagai Tari di Pengabdi Setan 2: CommunionRatu Felisha dalam Pengabdi Setan 2: Communion. Review film: Tepat bila Pengabdi Setan 2 Communion memutuskan menggunakan minim pencahayaan dalam latar rusun yang mati lampu di tengah hujan badai.  (Screenshot dari Instagram @allaboutfelisha)

Satu hal lainnya yang terasa berbeda dalam Communion dari Pengabdi Setan (2017) adalah soal permainan kamera dan sinematografi. Ical Tanjung juga ikut dengan Joko Anwar untuk mengeksplorasi lebih dalam proyek ini.

Hasilnya pun tidak sia-sia. Gaya kamera baru yang digunakan dalam Communion menjadi penyegaran dalam menarasikan cerita Pengabdi Setan. Meski dalam beberapa bagian, adegan yang tersaji mengingatkan saya dengan film horor lain semacam Gonjiam (2018).

Meski Communion secara umum lebih baik dari Pengabdi Setan (2017), beberapa referensi dalam cerita sekuel ini tampaknya masih luput dari kejelian Joko Anwar, seperti penggunaan nama lembaga yang tidak sesuai dengan latar waktu cerita hingga beberapa efek visual yang masih belum mulus.

Akan tetapi hal itu masih bisa dibilang wajar bila dibandingkan dengan bobot dan upaya Joko Anwar dan tim menghadirkan kelanjutan Pengabdi Setan yang baru, tapi masih terasa statusnya sebagai sebuah sekuel.

Sehingga, saya akan sangat heran sekali bila Pengabdi Setan 2 Communion tidak mendapatkan pengakuan dalam festival film, baik secara cerita, produksi, kostum, sinematografi, hingga tata musik.

Namun yang lebih penting adalah, dengan hasil kerja keras Joko Anwar dan tim ini, Pengabdi Setan 2 Communion jelas meninggikan standar baru penyajian kisah horor di layar lebar Indonesia yang sebelumnya sudah terdongkrak Pengabdi Setan (2017).

[Gambas:Youtube]



Pengabdi Setan 2 Communion jadi bukti teranyar bahwa film horor Indonesia bisa memiliki kualitas sinematik yang baik dan bisa bersaing ketat dengan negara horor lainnya seperti Thailand, Korea, atau Jepang.

Kualitas macam inilah yang dinantikan dengan penuh kesabaran oleh para penggemar film horor di Indonesia, dan akan menjadi tolok ukur penonton dalam menilai karya horor dari sineas juga studio lokal.

Harapannya, sineas dan studio lokal yang lain juga bisa ikut meninggikan standar usaha serta kualitas mereka dalam membuat film, dalam hal ini horor. Sehingga, fakta Indonesia yang memiliki kekayaan horor melimpah ini bisa diakui dan terekam baik dalam gambar bergerak.

Gif banner Allo Bank
(end)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER