Salman Rushdie sempat mengatakan kehidupannya "cenderung normal", dua pekan sebelum dirinya diserang dan ditikam pada Jumat (12/8).
Cerita Rushdie itu diungkapkan dirinya saat berbincang dengan sebuah majalah Jerman, Stern, yang kemudian merilisnya pada Sabtu (13/8) waktu Amerika Serikat.
Dalam wawancara yang dilakukan di Manhattan, lokasi kantor agensi yang menaungi Rushdie, penulis novel kontroversial itu disebut datang tanpa pengawalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Rushdie pun menyinggung soal fatwa kematian dirinya yang dikeluarkan oleh pemimpin Iran Ayatollah Khomeini pada 1989.
Fatwa itu muncul setelah Salman Rushdie merilis novel The Satanic Verses alias Ayat Ayat Setan (1988) yang dianggap melecehkan umat muslim dan menghina Nabi Muhammad.
"Fatwa seperti itu adalah masalah serius, untungnya internet belum ada saat itu. Orang-orang Iran harus mengirim fatwa itu melalui faks ke masjid-masjid," kata Rushdie.
"Itu sudah lama sekali, tapi kini hidup saya relatif kembali normal," lanjutnya.
Rushdie mengaku bahwa kini, suasana dunia semakin menakutkan.
"Bahkan bila saya selalu mengatakan kepada orang-orang, jangan takut. Namun jeleknya adalah, ancaman kematian sudah jadi hal yang lumrah," kata Rushdie.
"Bukan lagi hanya politisi yang mendapatkannya, tapi guru Amerika yang membaca buku-buku tertentu di kelas. Lihat betapa banyak senjata di Amerika, lebih banyak dibanding orangnya," lanjutnya.
"Keberadaan semua senjata ini sangatlah menakutkan," kata Rushdie, dikutip dari New York Post.
"Saya pikir banyak orang saat ini hidup dengan ancaman yang sama seperti yang saya alami saat itu. Dan mesin faks yang digunakan untuk melawan saya, seperti sepeda melawan Ferrari bila dibandingkan internet," katanya.
Rushdie juga membahas permasalahan demokrasi juga keputusan Mahkamah Agung AS yang membatalkan hak aborsi. Dirinya mengaku bahwa orang akan semakin "kehilangan demokrasi".
Salman Rushdie mendapatkan serangan hingga ditikam berkali-kali saat akan memberikan kuliah soal kebebasan berekspresi di the Chautauqua Institution pada Jumat (12/8) waktu Amerika Serikat.
Lanjut ke sebelah..