Jakarta, CNN Indonesia --
Promotor Dewi Gontha akan menjadi salah satu pembicara dalam Pre-Event 1 Music20 (M20) yang akan digelar pada Jumat (30/9) mendatang secara daring.
Dalam sesi tersebut, otak di balik penyelenggaraan Java Jazz Festival ini akan membahas soal Encouraging Low Emission and Environmentally Friendly Concert alias konser ramah lingkungan.
Menurut Dewi, mimpi bisa menyelenggarakan konser ramah lingkungan memang tidak mudah untuk diwujudkan. Meski begitu, hal-hal sederhana yang sudah bisa dilakukan, baik oleh penyelenggara konser maupun penonton: memilah sampah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kegiatan itu pula yang sudah dilakukan oleh PT Java Festival Production yang dikomandoi Dewi dan diterapkan di berbagai festival konser yang ia gelar di berbagai daerah.
"Kami sudah kerja sama dengan KLHK sejak 2009. Kalau di kami, lebih ke pemilahan sampah pada awalnya," kata Dewi saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Senin (26/9).
"Mulai dari pilah bahan yang bisa didaur dan yang tidak bisa didaur ulang, sampai proses di tempat, diangkatnya juga terpisah," lanjutnya.
"Kalau di area makan, untuk [aturan] tidak boleh pakai styrofoam itu sebenarnya sudah beberapa tahun berjalan. Balik lagi, kami belum bisa 100 persen, tapi kami sudah eksekusi," lanjutnya.
[Gambas:Video CNN]
Dewi mengaku memang konsep ramah lingkungan seperti tidak menggunakan plastik atau penggunaan bahan bakar fosil itu belum bisa diterapkan 100 persen.
Ada banyak hal yang masih belum memungkinkan konsep konser bebas plastik dan bahan bakar fosil untuk diwujudkan di Indonesia.
Misalnya saja, Indonesia masih belum memiliki lokasi konser atau bangunan dengan kemampuan listrik yang stabil dan mumpuni untuk penyelenggaraan konser. Hal ini menjadi krusial lantaran berpengaruh pada umur peralatan musik dan keselamatan kru, penampil, serta penonton.
"Kalau yang mumpuni pun pada umumnya tidak stabil, jadi takutnya kalau listriknya naik-turun, alat rusak," kata Dewi. "Jadi kebanyakan alat-alat elektronik itu, festival, kami masih pakai genset, otomatis pakai bahan bakar solar kan,"
"Mungkin kalau gedung-gedung itu sudah lebih baik secara listrik misalnya, mungkin kita tidak perlu lagi pakai genset," lanjutnya.
Kemudian penggunaan plastik untuk alat makan di kios penjaja makanan di dalam festival. Meski sudah tidak lagi menggunakan styrofoam dan beralih ke wadah makanan daur ulang, penggunaan alat makan dari plastik sulit dihindari.
Lanjut ke sebelah...
Alternatif menggunakan alat makan dari kayu ataupun rotan pun masih terbilang mahal. Bila dipaksa, maka akan berdampak pada peningkatan biaya produksi makanan sehingga harga jual makanan akan makin mahal lagi.
Belum lagi permasalahan keamanan bila penonton memilih membawa alat makan sendiri, seperti garpu, pisau, ataupun sumpit. Alat makan yang termasuk benda tajam memang belum diperkenankan masuk ke festival musik dengan alasan keamanan.
Namun ada banyak ranah lain yang bisa bebas plastik dan bisa langsung diterapkan. Menurut Dewi, hal itu sudah ia lakukan dalam penjualan merchandise di festival-festival musik yang ia gelar.
[Gambas:Photo CNN]
"Di kami, dulu merchandise semua benda diplastikin, sekarang kami sudah enggak pakai plastiknya. Jadi orang kalau beli kaus, sudah enggak ada plastiknya. Jadi kami sudah pakai kertas-kertas yang daur ulang," kata Dewi.
"Kalau dia mau kantung, dia harus beli, ini praktik harian yang sebenarnya orang di rumah juga sudah bisa praktikkan, itu paling mudah," lanjutnya. "Karena kalau enggak, ya otomatis kita menghasilkan lebih banyak lagi yang tidak bisa didaur-ulang,"
Apalagi, Dewi menyadari bahwa pelaku industri konser dan penonton sudah semakin sadar akan lingkungan dalam penyelenggaraan konser. Mulai dari sampah yang dipilah dan ditangani secara baik agar tak tercampur kembali, hingga memperbolehkan tumblr agar bisa diisi ulang di kawasan festival.
Namun yang terpenting bagi Dewi, kesadaran peduli akan lingkungan harus dimulai dari setiap individu. Ia menyebut tidak bisa lagi semua diserahkan kepada satu pihak, entah pemerintah saja, atau penyelenggara konser semata.
"Berkala emang, makanya kita merchandise dulu deh yang enggak pakai plastik, karena tote bag kami lucu, jadinya mereka enggak berasa dipaksa. Jadi memang cara kita mempresentasikannya harus berubah, enggak seperti sebuah paksaan, jadi otomatis mereka mengikuti," kata Dewi.
Dewi Gontha merupakan satu dari 10 pengisi dalam acara Pre-Event 1 Music20 atau M20. M20 berisi rangkaian acara yang membahas berbagai isu dalam dunia musik dalam rangka menguatkan isu utama Kepresidenan G20 Indonesia.
Kepresidenan G20 Indonesia yang puncaknya akan digelar di Bali pada pertengahan November 2022 membawa empat isu utama, yaitu Arsitektur Kesehatan Global, Transisi Energi, Transformasi Ekonomi Digital, dan Krisis Pangan.
Sementara untuk rangkaian M20, akan membahas mulai dari hak intelektual, keberlangsungan industri musik yang adil dan inklusif, transformasi digital berkelanjutan dalam industri musik, hingga soal konser ramah lingkungan, dan soal kesejahteraan pekerja kreatif.
Selain Dewi Gontha, sejumlah musisi lain akan menjadi pembicara dalam acara Pre-Event 1, seperti Irfan Aulia, Iwan Fals, Yura Yunita, dan Addie MS.