Review Film: Taylor Swift - The Eras Tour

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Minggu, 05 Nov 2023 20:00 WIB
Review film Taylor Swift The Eras Tour: film ini bagai pemberian Taylor Swift kepada penggemarnya yang 'kalah perang' tiket tur terlaris sepanjang masa itu.
Review film Taylor Swift: The Eras Tour: film ini mewujudkan keunggulan penayangan di bioskop, yakni pengalaman sinematik, dan mengombinasikannya dengan pengalaman berada dalam konser. (dok. Taylor Swift Productions)
img-title Endro Priherdityo
5
Lewat film The Eras Tour, Taylor Swift paham betul karakter dan apa yang diinginkan penggemarnya.

Mungkin terkesan sepele, tapi bagi penggemar, ciri dari masing-masing era sangatlah penting. Misalnya saja ketika era reputation (2017). Wrench dan Swift memutuskan memunculkan efek ulang raksasa yang melilit panggung panjang.

Efek itu sama memukaunya ketika Swift memunculkan boneka kobra raksasa bernama Karyn ketika tampil di The Reputation Stadium Tour yang hanya berlokasi di AS, Inggris, Irlandia, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Jepang tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Atau ketika era evermore (2020), saat Taylor Swift dan para penarinya menampilkan tarian ala kultus dalam video klip willow dengan lebih riil. Detail dalam penampilan ini mungkin akan sulit terlihat saat konser, selain dari apa yang terlihat di layar panggung.

Setelah visual, kualitas audio jelas juga jadi perhatian. Mengingat ini adalah dokumenter konser, saya sebenarnya tidak akan banyak berharap mengingat akan ada banyak noise yang terdengar.

Saya cukup kaget ketika film ini masih bisa menampilkan suara Swift dengan cukup jelas, dengan bisingnya penonton agak teredam ke layer lebih belakang. Meskipun, saya juga mendengar sedikit ada semacam feedback yang terekam dalam audio film ini.

Mengingat saya juga menonton bersama para Swifties lainnya yang sudah kepalang rindu melihat Taylor Swift sampai ubun-ubun, saya bisa memaklumi bila saya lebih bisa mendengar nyanyian penonton dibanding Taylor Swift.



Namun respons para penonton di bioskop itulah yang sebenarnya jadi tujuan kenapa ada film ini. Para penonton seolah lupa mereka ada di bioskop, bukan di dalam stadium, meski bangkunya sama-sama berundak.

Para penonton jelas hanyut dalam film ini. Mereka bernyanyi, berdiri, berjoget, menyalakan senter ponsel bahkan sampai sebagian gambar film jadi buram saking terangnya sinar senter, hingga berteriak kegirangan melihat Taylor Swift.

Semua itu sangat bisa dimaklumi. Bahkan jadi pengalaman tersendiri dibanding melihat dokumenter yang cenderung serius sehingga lupa menikmati konsernya.

Hanya saja, saya sebenarnya masih menyayangkan ketidaksigapan bioskop Indonesia dalam menghadapi fenomena The Eras Tour.

[Gambas:Youtube]



Mengingat aturan rekam film dalam bioskop terbilang ketat di Indonesia, mereka tampaknya masih kagok bagaimana menghadapi fan culture yang muncul. Maka wajar, peringatan dari berbagai staf pun diabaikan oleh penggemar hingga mereka memilih untuk 'pasrah'.

Sekadar saran, jaringan bioskop di Amerika Serikat pun sedari awal sudah siap bila footage film ini tersebar liar oleh para penggemar. Taylor Swift tampaknya sudah memperingatkan mereka bagaimana fandomnya akan bereaksi atas film ini.

Namun itulah Taylor Swift. Ia paham betul karakter dan apa yang diinginkan penggemarnya. Meski tidak bisa memenuhi keinginan ratusan fans di dunia yang ingin melihatnya secara langsung, Swift bisa membawa kegembiraan itu di bioskop terdekat dari penggemarnya.

Mengutip para Swifties, mother is (truly) mothering us.

Infografis - The Eras Tour, 'Golden Era' Taylor SwiftInfografis - The Eras Tour, 'Golden Era' Taylor Swift. CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani
(end)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER