Jakarta, CNN Indonesia --
Joyland Festival Jakarta 2023 membuktikan bahwa festival musik berskala ribuan penonton di Indonesia juga bisa berlangsung dengan 'damai', menyenangkan, dan merangkul berbagai kalangan meski dihantam badai.
Tentu, hal itu tanpa harus berkutat dengan berbagai drama yang ada dalam konser, mulai dari masalah tiket, kerumunan massa yang amburadul, hingga tingkah laku menyebalkan penonton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Resep Joyland Festival Jakarta 2023 pun terbilang sederhana. Mereka hanya memenuhi detail-detail krusial, tak perlu banyak janji muluk dan line-up heboh. Yang penting adalah, pengalaman menonton musik yang menyenangkan.
Joyland Festival Jakarta 2023 yang digelar 24-26 November 2023 memang bukan digelar tanpa masalah. Cuaca buruk yang sempat melanda di hari pertama sempat mengubah Lapangan Baseball GBK yang jadi venue festival Senayan menjadi kubangan lumpur.
Belum lagi sistem drainase Jakarta yang buruk dan membuat lalu lintas menjadi kacau, sehingga pertunjukan para line-up di hari pertama harus menjadi korban. Unit rock psikedelia ALI hingga musisi jazz Inggris, Kamaal Williams, harus rela menampilkan set di bawah 40 menit.
Venue yang jadi kubangan dan pemangkasan durasi penampil sebenarnya sudah terbilang tak nyaman, tapi beruntung berbagai aktivasi di luar pertunjukan musik mampu menjadi bantalan bagi penonton yang kocar-kacir karena hujan.
 Review Joyland Festival Jakarta 2023: Sementara hujan mengguyur, penonton rupanya asyik berdiri menyaksikan para komika tampil. Meski sebenarnya, desain tata panggung ini dikurasi oleh Soleh Solihun agar penonton bisa duduk santai di rerumputan yang kemudian malah jadi kubangan. (dok. Plainsong Live) |
Mulai dari area khusus anak-anak dengan tajuk White Peacock, hingga aktivasi lain yang mulai dari pemutaran film di Cinerillaz, hingga area dewasa yang khusus diperuntukkan bagi perokok dan peminum alkohol.
Bahkan, ada pula Shrooms Garden sebagai wadah para komika mejeng. Rupanya, panggung ini mampu menarik massa penonton yang selama ini kerap dinilai tak beririsan dengan skena stand-up comedy Indonesia.
Sementara hujan mengguyur, penonton rupanya asyik berdiri menyaksikan para komika tampil. Meski sebenarnya, desain tata panggung ini dikurasi oleh Soleh Solihun agar penonton bisa duduk santai di rerumputan yang kemudian malah jadi kubangan.
Itu baru dari cara panitia menghadapi dan mengendalikan venue yang berubah mendadak karena force majeure cuaca Jakarta. Pujian saya pun datang usai melihat ketegasan panitia menghadapi penonton Indonesia yang banyaknya menyebalkan dan susah diatur.
Panitia dengan tegas menegakkan kedisiplinan menghadapi para perokok yang biasanya main asal sembur asap rokok di banyak konser ataupun acara berpenonton massal di ruang terbuka.
Disiplin tinggi dari para runner dan petugas crowd control membuat para perokok nakal menjadi sungkan untuk sembarangan mengepulkan asap rokok mereka.
Mungkin terasa berlebihan, tapi saya terharu melihat banyak keluarga muda bersama anak balita mereka gelar tikar di hamparan rumput --yang kali ini kering-- sembari menikmati penampilan indah Fleet Foxes.
Pemandangan ramah anak itu jelas langka saya hadapi semenjak menikmati berbagai ragam pertunjukan musik sejak dua dekade lalu.
Lanjut ke sebelah..
[Gambas:Video CNN]
Belum lagi penampilan Mew, Fleet Foxes, dan Interpol bergiliran tampil sebagai headliner sebuah festival musik. Hal itu nyaris mustahil untuk dilaksanakan di Indonesia.
Selain itu, festival ini juga jadi wadah band-band berskala medium baik lokal maupun internasional yang selama ini tak banyak mendapatkan porsi untuk diperbincangkan oleh mayoritas penikmat musik di Indonesia.
Nama-nama seperti Glassbeams, Kamaal Williams, Homeshake, Squid, The Beths, Alvvays, Bloc Party, Otoboke Beaver, Thee Marloes, hingga Leipzig beriringan muncul di ragam panggung Joyland Festival Jakarta 2023.
Penampilan mereka sekaligus memberikan pengalaman berarti bagi segelintir penonton, yang selama ini mungkin hanya bisa menikmati deretan band tersebut di sesi live YouTube favorit masing-masing.
Melalui perjalanan selama tiga hari di Joyland Festival Jakarta 2023, saya berani menyimpulkan manajemen krisis pihak penyelenggara sangat patut diberikan bintang lima.
Lewat carut marutnya penyelenggaraan pertunjukan musik internasional yang kerap menghiasi headline berita, Joyland Festival seakan tak terlalu berupaya untuk memberikan bukti, dan hanya mengerjakan sebaik mungkin apa yang mereka bisa.
 Review konser: Joyland Festival Jakarta 2023 membuktikan festival musik ribuan penonton bisa digelar 'damai', menyenangkan, dan merangkul berbagai kalangan meski dihantam badai. (dok. Plainsong Live) |
Namun pengalaman memang adalah guru yang berharga. Hal itu jelas terlihat dari bagaimana Ferry Dermawan selaku Head of Program Director Plainsong Live bersama istrinya, Lintang Sunarta, merancang festival ini.
Berbekal pengalaman menikmati berbagai festival musik, keinginan pribadi, dan ketepatan melihat celah-celah di berbagai pelaksanaan acara berskala besar di Indonesia, Ferry dan Lintang bisa menyusun formula yang tepat untuk Joyland Festival Jakarta 2023.
"Kami selalu membayangkan posisi sebagai penggemar musik. Yang dalam setiap keputusan, program, dan lain-lainnya itu orientasinya selalu ke kenyamanan penonton," kata Ferry.
Memang, masih ada beberapa kekurangan minor dari acara ini. Namun saya sebagai penonton merasa hal itu tak mengganggu dari bagaimana saya menikmati seluruh penyelenggaraan tiga hari festival yang aslinya digelar setahun dua kali, Bali di awal tahun dan Jakarta di akhir tahun.
[Gambas:Video CNN]
Awal 2024 nanti, Joyland Festival Bali telah siap diselenggarakan dengan duo asal Norwegia Kings of Convenience yang telah dipastikan sebagai headliner utamanya.
Tanpa gimik-gimik murahan, saya berani meramal jika Joyland Festival perlahan akan menjelma sebagai salah satu patron penting bagi iklim seni pertunjukan di Asia.
Bahkan, cepat atau lambat, nama Joyland Festival akan segera bersanding dengan festival semacam di luar Indonesia, seperti Summer Sonic di Jepang, Mahorasop di Thailand, maupun Clockenflap di Hong Kong.